3. Sepertiga Malam

419 273 7
                                    

MA Mambaul Huda

Aqila terbiasa menyendiri dari kecil dan sulit berbaur dengan orang lain. Sebenarnya mudah saja baginya untuk mendapatkan banyak teman, gadis cantik dan pintar yang nyaris tak terlihat kurangnya. Siapa yang tidak tahu Aqila, gadis ini cukup populer karena kecantikan dan prestasinya di bidang akademik. Namun satu hal yang berbeda dari Aqila, gadis introvert dengan sejuta misteri kehidupan yang tak satupun orang mengetahuinya. Aqila, gadis pendiam dengan beribu trauma dimasa lalunya. Meskipun terkenal pendiam, Aqila tetap ramah terhadap semua orang.

Kini Aqila tengah duduk di kursi taman sekolah sembari menunggu ibunya menjemput. Tiba-tiba ada laki-laki yang tak dikenal menghampirinya, dengan label kelas yang menunjukkan seangkatan dengannya (XII MiPa 2). Dengan nametag Artha Fadhilah

"Boleh duduk disini ?" Tanya Fadhil

Aqila memperhatikan sekitar yang ternyata tidak ada kursi kosong yang tersisa. Aqila membalasnya dengan anggukan. Mereka duduk berjarak karena kursinya lumayan panjang. Aqila mengarahkan pandangannya ke arah lain.

"Aku boleh ngomong sesuatu ?" Tanya Fadhil tiba-tiba

"Tinggal ngomong aja ap-" Ucapan Aqila terpotong

"Ana Uhibbuka Fillah." Ucap Fadhil yang membuat Aqila tiba-tiba terdiam

"Perasaan ini datang begitu saja, bahkan aku tidak pernah berbicara denganmu. Selama ini aku mencintaimu dalam diam dan menyebut namamu dalam do'aku. Aku tahu tentangmu dan semua masalalu mu, aku akan menjaga semuanya. Aku tidak akan mengajakmu pacaran, aku-" Ucapan Fadhil terpotong

"Jika kamu tahu tentang diriku, apakah kamu yakin bisa bersanding dengan wanita tak bermahkota sepertiku ?" Tanya Aqila

Aqila tak mampu lagi menahan air matanya, sakit rasanya jika teringat akan masa lalu yang amat pedih. Fadhil hanya bisa terdiam, mulutnya terbungkam tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi.

"Yakinkanlah hatimu dengan meminta petunjuk pada tuhanmu, dia lah sebaik-baik perencana. Aku perbaiki diriku agar pantas untuk bersanding denganmu, tata masa depan kita dan persiapkan dirimu. Jika memang berjodoh pasti akan bertemu, Assalamualaikum" Ucap Aqila dan berlalu pergi meninggalkan Fadhil

Rumah Aqila

Aqila terbangun dari tidurnya dan melihat jam jam menunjukkan pukul 03.00. Aqila mengambil wudhu dan melaksanakan serangkaian sholat malam. Lalu Aqila memanjatkan doa yang diiringi dengan tangis air mata.

"Ya Allah, hamba tidak paham dengan perasaan ini, entah kemana hati ini akan berlabuh. Disatu sisi, ada laki-laki yang nampak tulus mencintai saya dengan segala kekurangan ini. Disisi lain, ada perasaan yang sulit dijelaskan pada sepupu saya sendiri. Sulit rasanya dihadapkan pilihan yang menentukan masa depan saya, berikanlah saya petunjuk. Jika saya pantas untuk mencintai mas Fayruz, pertemukanlah kami sebelum saya menempuh pendidikan di Universitas impian saya. Namun jika sebaliknya, pertemukanlah kembali saya dengan Fadhil dalam pertemuan yang baik pula.Aamiin"


Ponpes Al Fatah

Fayruz justru berbanding terbalik dengan Aqila.  Fayruz lebih terbuka dengan teman-teman dan orang disekitarnya, tapi bukan berarti dia bebas berbuat dengan yang bukan mahramnya, Fayruz selalu berusaha untuk menjaga sikap dan pandangannya. Fayruz memang ramah, tapi tidak didepan santri putri, dia terkenal dingin dan tidak mudah berinteraksi apalagi menaruh perasan. Siapa yang tidak kenal dengan santri Jawa satu ini, laki-laki berparas tampan dengan segala prestasi yang diraih. Meskipun banyak santri putri yang berusaha untuk mendekatinya, tidak ada satupun dari mereka yang berhasil mencairkan manusia kulkas satu ini. Tapi entah kenapa dengan mudahnya Aqila bisa membuatnya luluh.

Sepupuku-Suamiku [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang