17

24K 1.9K 156
                                    

Kaki telanjang itu menapaki tanah abai jika ada benda tajam yang menusuk, nyatanya ia sudah merasakan hal yang lebih menusuk.

Isak tangis terdengar lirih menyayat hati membawa langkah tanpa tujuan, mengutuk takdir yang merenggut segala hal darinya, bayangan memori indah bak kaset rusak terus berputar, berharap semua hanyalah halusinasi atau mimpi belaka. Namun semua hanyalah angan, semua nyata.

"Aku tak akan meninggalkanmu."

Kalimat melekat yang pernah sang dominan katakan, semua kebohongan belaka.

"Kau bohong San," ucapnya lirih. Kedua tangannya mengepal, ia berjongkok di bawah pohon dekat danau jiwa penakutnya seolah lenyap, karena ingin ketenangan.

Kembali tangis semakin terdengar, telapak tangan dijadikan penutup wajah kacau akan air mata.

"Aku sendirian ... San meninggalkanku ...  "

Malam yang sunyi ditemani sepi dan air mata, manusia mana yang masih berdiri kuat? Arvi merasa dunianya berakhir, harapannya habis. Manusia tanpa harapan, mati.

Berbeda dengan kahancuran Arvi di kediaman Maven tengah hening, bahkan San belum beranjak dari tempatnya, diam membisu bak patung yang tak bisa bergerak ataupun bicara.

Acara pernikahannya dan Elio akan di selenggarakan besok, ia dan Arvi sudah selesai.

"Teater dengan akhir yang indah?" celetuk Jane yang sedari tadi masih diam berdiri menatap sang anak.

Tak ada jawaban San masih tenggelam dalam lamunan. Jane terkekeh melihat keterdiaman San.

"Berdirilah dan tidur, bukankah besok acara penting bagimu?" Jane berusaha membantu San berdiri, "aku akan membantu menyiapkan segalanya." Ia menepuk-nepuk bahu San.

"Mom ... "

"Tidak, tidurlah." Jane menyela, senyuman terpatri diwajah cantiknya.

San mengangguk, ia berjalan lunglai menaiki tangga.

Ekspresi yang semula manis berubah datar, binar penuh kedamaian itu lenyap digantikan kegelapan. Jane menatap langkah demi langkah San dingin.

"Walau kelopak bunga hancur, itu masih bisa digunakan hiasan dan berguna," celetuk Jane, kedua tangannya dilipat di dada menerawang hal yang mungkin akan terjadi di masa depan. Seringaian terbit saat mendapat point dalam sebuah bayangan.

"Menyedihkan, sangat memilukan," gumamnya.

_________

Seakan tak terjadi apa-apa semalam, kini pesta kecil-kecilan di adakan dikediaman Maven. Bahkan ada beberapa kolega bisnis yang datang, menghadiri si anak tunggal keluarga terpandang.

Pernikahan yang terkesan terlalu tiba-tiba itu tak ayal membuat banyak orang terkejut. Nuansa biru dengan putih mendominasi ruangan dengan pernak-pernik indah, benar-benar dekoran pernikahan sederhana namun menakjubkan.

San Maven dan Elio Nadev

Nama yang dicetak besar dalam kiriman bunga ucapan selamat, walau mendadak semua seperti sudah direncanakan sejak lama.

Janji kedua mempelai di atas altar bagai melodi mengharukan, bersatu dengan sebuah ikatan benang yang akan mengikat keduanya, melupakan manusia lain yang terluka atas apa yang sudah dilakukan.

Pengkhianatan, hal paling menyakitkan. Membuat sebening cairan kembali meluncur dari kedua bola kelam itu, ya Arvi submisif malang itu kembali ke rumah besar ini hanya untuk melihat bagaimana orang yang dicintainya mengucap janji hidup bersama orang lain.

Dengan kondisi lusuh, kotor, kacau bak manusia tak terurus, Arvi berdiri di pojok dekat pohon rindang yang ditutup kain dekorasi. Sesadis ini takdir padanya, dia yang berjanji tak akan pergi justru di sana memberi kecupan seusai memberi janji pada submisif lain.

San resmi menikahi Elio, perkataan sang dominan semalam bukanlah kebohongan. Arvi pikir, kata esok bukanlah esok sekarang.

Tepuk tangan meriah dari para tamu bagai sayatan di hati si manis, semakin nyaring suara tepukan itu semakin berdarah juga hatinya.

"Selamat atas pernikahanmu San."

Terlalu sakit, kemana Arvi harus pergi sekarang? Menjadi gelandangan tak berdaya dengan sakit hati yang hebat? Bukankah si miskin ini benar-benar payah? Arvi terlalu menggantungkan kebahagiaannya pada San sampai ia lupa, manusia itu selalu ingkar.

Senyuman Jane di sana sungguh melukainya, wanita yang selalu bersikap lembut itu juga pada akhirnya akan tetap berdiri di samping San walaupun anaknya salah.

Dimana letak keadilan itu? Arvi merasa ia tak mendapatkan keadilan, apa definisi bahagia? sungguh ia menyerah.

Kembali diseret kaki tanpa alas itu, Arvi berniat pergi sejauh mungkin sampai tak ada satupun yang bisa menemukannya. Menjauh dari manusia jahat yang dengan mudah menabur garam pada luka basah.

Arvi akan mengadukan segalanya, ia akan mengadu pada semesta atas rasa sakit yang ia terima. Menjerit atas luka yang menganga dengan goresa tak terhitung.

Kakinya terus melangkah, tak peduli pagi sudah berganti siang. Rasa lelah tak ada apa-apanya, Arvi tetap melangkah dengan kaki telanjagnya bak geladangan tak tentu arah.

Dan di sinilah Arvi sekarang sudah melewati pagi dan siang sejauh ini ia melangkah, pada akhirnya menatap senja, sendirian. Kedua mata yang membengkak kini ia pejamkan menikmati deburan ombak di kala senja yang indah.

Air laut menggapai kakinya mengajaknya pergi dengan kedamaian ombak, gulungan ombak siap menyelimuti tubuh lusuh sumbisif putus asa ini. Arvi kembali berjalan mendekati lautan, semakin membawanya ke tengah membuat air laut mulai menenggelamkan tubuhnya sebatas dada.

"Laut ... kau menciptakan deburan indah, kau menyimpan banyak keindahan di dalam sana. Bawalah aku untuk melihat keindahan itu, di bawah senja aku menyerah. Di sinilah aku ... ingin pelukanmu. Bawalah aku ke tempat dimana orang tuaku berada, katakan pada mereka putra kecilnya rindu, dunia menghancurkannya dengan kejam, membantai segala harapannya. Aku putus asa. Semua usai."

"ADA YANG TENGGELAM!"

"PANGGIL BANTUAN!"

__________

Wk sorry baru up malem-malem tadi fomo timnas😭🙏

Btw jangan lupa buat ikut po pak dokter, bonus 17 part lohh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Btw jangan lupa buat ikut po pak dokter, bonus 17 part lohh ...
Yang mau ikut po chatt aja 088211706902





SECOND [lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang