"Kau yakin?" ucap Bawen menatap kedua mata si manis.
"Ya, aku yakin tapi bisakah kau juga antar aku untuk menemui orang tuaku?" ucap Arvi.
Sudah bertahun-tahun, ia tak mengunjungi orang tuanya. Selama ini ia banyak bergantung pada Bawen hingga keuntungan dari toko ia tabungkan. Ya, Arvi diberi modal usaha toko bunga oleh Bawen dan itu berjalan baik sampai sekarang, sampai ia bisa mengumpulkan uang dan cukup untuk pulang.
"Baiklah, mari kita pergi ke sana. Tapi bagaimana jika tunggu libur semester, bukan apa ... hanya saja Ezra baru saja masuk sekolah, aku tak mau dia ketinggallan pelajaran," jelas Bawen.
Arvi mengangguk, Bawen sungguh menyayangi Ezra sampai ia memperhatikan segalanya. Andai ayah Ezra memang Bawen mungkin Ezra adalah anak paling beruntung di dunia.
"Hei ... kau baik-baik saja?" Bawen mengelus bahu si submisif membuat lamunan Arvi buyar.
"Aku baik, aku selalu baik selama kau di sini. Terima kasih sudah menemaniku, membawaku dan menyadarkanku. Kau malaikat dihidupku, aku tak tahu cara membalasnya," tutur Arvi tulus.
Bawen tersenyum tipis. "Gantilah dengan senyumanmu dan Ezra, balas dengan kebahagiaan kalian agar semua usahaku tak sia-sia," ucapnya.
Benarkah ada dominan seperti ini? Jika Arvi tak tahu diri mungkin ia akan jatuh cinta pada makhluk sebaik ini, ia masih ingat bagaimana dulu Bawen sabar dalam menghadapinya. Bawen yang tiap malam akan bangun berusaha menidurkan Ezra lagi saat rewel, ia juga yang selalu menyemangatinya saat detik-detik lahirnya Ezra.
Bawen, pria yang tak pernah Arvi tahu akan menjadi orang penting dihidupnya yang berperan begitu besar.
"Apa ikan di rumahmu yang dulu ada yang merawatnya?" tanya Arvi.
"Ada tapi sebagian mati tapi aku menyuruh pelayan menggantinya lagi," sahut Bawen. Saat mendapat kabar ikan mati, ia langsung menyuruh pelayan membeli yang baru karena ia tahu Arvi begitu suka ikan-ikan dikolamnya.
"Vi ... boleh aku bertanya sesuatu," ucap Bawen tiba-tiba membuat kening Arvi mengerut.
"Tanya saja, kenapa kau meminta izin," sahut Arvi.
"Apa pernah kau merindukan San?"
Pertanyaan Bawen sontak membuat Arvi terdiam. Merindukan San? Arvi pernah terpuruk karena gila menahan rindu dan berharap kejadian di masa lalu adalah mimpi buruk.
"Apa kau akan memberi tahu Ezra, jika aku bukan ayahnya?"
Lagi pertanyaan Bawen menenggelamkan Arvi dalam lamunan. Pertanyaan sederhana tapi tak semua orang bisa menjawabnya.
"Bisakah aku meminta sesuatu? Jika kelak mungkin kau memberi tahu Ezra jika aku bukan ayahnya, bisakah dia tetap memanggilku baba? Apa boleh?" tutur Bawen, bisakah ia meminta tetap menjadi ayah bagi Ezra? Sungguh ia tak meminta lebih dari itu, ia tak ingin Ezra memanggilnya paman atau semacamnya.
Kedua manik keduanya bersi robok, saling menyelami.
"Kenapa bertanya seperti itu, bukankah kau ayahnya? Kau yang mendapat peran itu, saat Ezra baru lahir kau-lah yang selalu begadang untuk menenangkannya, kenapa kau bertanya seakan aku akan melupakanmu. Wen ... kau pria baik, sungguh segeralah menikah dan menjalani kebahagiaanmu sendiri, tak perlu khawatir lagi ... aku sudah kuat. Aku baik-baik saja, aku tak akan melakukan hal gila lagi." Arvi menggenggam tangan Bawen.
"Tidak ... sepertinya aku tak akan pergi bersama yang lain, kita akan tetap bersama walau bukan menjadi pasangan." Bawen balas menggenggam tangan Arvi.
"Seorang kakak akan menemani adiknya sampai kapanpun," sambung Bawen.
Siapa yang tak tersentuh dengan perkataan ini? Bertemu dengan Bawen adalah hal istimewa yang Arvi dapatkan.
"Jangan terus memikirkan kebahagiaanku, coba tanya apa kau juga bahagia. Selama ini aku sadar, bukan hanya aku saja yang patah hati tapi kau, kau hebat ... kau dapat bangkit dengan cepat dan tak melakukan hal konyol, Wen ... Ezra tetap anakmu walau kamu menikah nanti," tutur Arvi.
Bawen tergelak, apa-apaan ini? Arvi menyuruhnya menikah, lelucon yang sangat menggelikan. Menikah dengan siapa? Sehari-hari ia sibuk bekerja dan menemami Ezra mungkin saja banyak orang mengira ia adalah bapak anak satu.
"Lelucon apa ini?" Bawen memegang perutnya, tawanya mengudara. "Kau sudah seperti ibuku saja, sudahlah nikmati saja semuanya biarkan mengalir seperti ini. Memangnya definisi bahagia menurutmu apa? Karena definisi bahagia bagiku itu, bermain dan menghabiskan waktu bersama Ezra lalu melihat kau tertawa bersamanya, bukankah ini tujuan hidup? Menggapai kebahagiaan? Untuk apa lagi mencari hal yang sudah lebih dari cukup," sambungnya.
Arvi merasa kikuk, ia ikut tertawa. Ya, Bawen benar ia sudah seperti wanita paruh baya yang memaksa anaknya segera menikah, padahal bukan haknya.
Berbeda dengan orang di sini, di rumah besar ber-cat putih tengah makan bersama semua berkumpul tapi tak ada perbincangan hanya celotehan Kio yang terdengar, suasana seperti ini memang sudah biasa.
"Kau mau nambah?" tanya Elio.
San menggeleng, entah sejak kapan nafsu makannya tak lagi bagus terbukti dengan tubuhnya yang mengurus.
"Daddy ... kenapa selalu makan sedikit?" celetuk Kio polos.
"Karena daddy sudah kenyang," sahut San.
Perlakuan manis San tak luput dari penglihatan Maven dan Jane, di mata Maven San memang ayah yang baik.
"Karena putraku tak selera makan, nafsu makannya sudah lenyap tujuh tahun lalu." Jane tersenyum, ia melirik Elio yang menunduk. "Bukankah begitu menantu?" sambungnya.
Elio diam tak menyahut, suasana terasa dingin saat Jane mengingatkan hal itu. Ya, tujuh tahun lalu ialah penyebab San dan Arvi berpisah. San begitu mencintai Arvi tapi ia menjadi hama dalam hubungan keduanya membuat San menderita begitu lama, kehilangan sebagian jiwa yang dibawa pergi oleh Arvi.
Elio musibah, ia sudah berusaha menutupi kehamilannya tapi hari itu, San tanpa berpikir panjang meng-klaim Kio sebagai anaknya.
"Bunga lili indah, ia indah terlihat lugu terus menunduk tapi sangat disayangkan ia beracun." Jane mengusap sudut bibirnya, lalu berdiri.
"Aku selesai, nikmatilah makanannya. Bukankah lezat menikmati makanan buatan pelayan dibanding menikmati omongan sendiri."
Setelah mengatakan itu Jane beranjak meninggalkan keheningan, membeku oleh ucapan yang menusuk.
"Apa bunga lili jahat Dad?" Kio memiringkan kepalanya.
"Dia tak jahat hanya saja tumbuh dengan racun," sahut San.
Elio tersenyum getir, selama ini ia menikmati omongan yang ia ingkari. Ia bilang tak akan mendekati San, tapi kini ia sudah merebut San sampai pria itu berdiri mengucap janji di atas altar sampai sekarang duduk disampingnya.
San dan Arvi tak bisa bersama karenanya, padahal keduanya saling mencintai tapi tak bisa memiliki dan ia penyebabnya.
____
Double up
![](https://img.wattpad.com/cover/366473803-288-k239652.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND [lengkap]
RomanceArvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. San terlalu perhatian dan menyayangi Elio, sahabat kecilnya. Sampai melupakan jika Arvi selalu cemburu...