San menggendong Ezra, langkahnya terasa berat saat turun dari mobil, Diketuknya pintu rumah bertingkat tiga ini.
Setelah beberapa kali ketukan, barulah pintu dibuka dan menampilkan Arvi yang wajahnya terlihat kacau, pasti submisif itu sudah menangis begitu lama dan tentunya ada Bawen yang selalu ada di samping si submisif.
"Papa!" Ezra memekik senang.
San langsung menurunkan Ezra, membuat bocah itu berlari ke dalam pelukan sang papa.
"Kau kemana saja sayang?" Arvi memeluk Ezra erat, rasanya ia hampir mati saat Ezra menghilang walau hanya sebentar.
"Bisakah kita bicara Wen? Hanya kita berdua," ucap San yang langsung mendapat tatapan sinis dari Arvi.
"Untuk apa kau bicara empat mata dengan Bawen?!" Arvi melepas pelukannya, ia berdiri saling berhadapan dengan San. Rasanya masih dongkol melihat pria ini.
"Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengannya," jelas San.
Arvi kembali ingin berteriak tetapi Bawen lebih dulu menghentikannya.
"Aku hanya sebentar, bawalah Ezra ke dalam." Bawen mengusap bahu Arvi, membuat submisif itu melunak.
_____
Dan di sinilah San dan Bawen di kursi taman belakang dekat kolam ikan, San mengapit nikotin, menyesapnya sesekali.
"Maaf, aku memukulmu. Aku panik saat Ezra tak ada," ucap Bawen, ia menghela napas.
San terkekeh. "Wajar saja, itu bukan masalah besar, lagipula pukulanmu tak ada apa-apanya."
Bawen terdiam, ia sudah tahu semuanya saat pertama kali keduanya kembali bertemu lagi. Ia pikir dulu San menyuruhnya membawa Arvi karena ingin menikahi Elio.
San mengeluarkan kotak kecil bludru biru dongker, pria itu tersenyum nanar saat memberikan kotak itu pada Bawen.
"Kau bisa menikahi Arvi, berikan cincin ini padanya," ucap San. Ya, cincin yang beberapa tahun lalu ia beli tapi tak sempat ia berikan pada Arvi.
"Hentikan lelucon sialan ini, bukankah kau mencintai Arvi? Lalu kenapa kau menyuruhku menikahinya?" Bawen merasa frustrasi.
"Jika aku bisa, aku sudah melakukannya sejak dulu. Kau tahu sendiri wanita itu semakin menggila di setiap detiknya," tutur San, ia kembali menyesap rokok menenangkan isi kepalanya yang selalu terasa berisik.
"Kenapa kau diam, kau bisa melawannya. Dia hanyalah wanita, kau bisa memberi tahu ayahmu," ucap Bawen.
"Dia bukan wanita, dia itu iblis. Kau mudah mengatakan itu, kau tak tahu seberapa lihai dia, dia itu ular. Ayahku? Bahkan aku tak tahu dimana ia sekarang, Jane berdarah dingin. Ia gila, aku tak tahu jika aku lahir dari seorang wanita gila," tutur San. Seseorang tak akan paham jika tak merasakan, mereka berkata dengan mudah tanpa tahu bagaimana rasanya. Ya, berbicara memang enteng.
Bawen menghembuskan napas, ia mendongak melihat langit yang mulai menggelap. Ia tak tahu jika semuanya serumit ini, ia pikir kisah cintanya yang tragis tapi kisah cinta San jauh lebih tragis.
"Aku tak bisa menikahi Arvi, tugasku hanya menemaninya seperti katamu dulu," ucap Bawen.
"Aku tak memaksa, hanya saja jika suatu saat kau jatuh cinta padanya dan dia juga mencintaimu, kau tak usah terbebani olehku. Kalian bebas, perasaanku urusanku, kalian berhak bahagia tanpa batasan. Sekali lagi aku meminta bantuan padamu, bawalah Arvi dan Ezra sejauh mungkin karena Jane tahu kelemahanku mereka. Bukankah harus menjadi musuh dalam selimut untuk mengalahkannya?" San berucap lirih. Jika masih ada Arvi dan Ezra di sisinya, maka Jane akan semakin mudah melumpuhkannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/366473803-288-k239652.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND [lengkap]
DragosteArvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. San terlalu perhatian dan menyayangi Elio, sahabat kecilnya. Sampai melupakan jika Arvi selalu cemburu...