9

18.5K 1.6K 47
                                    

Arvi merebahkan tubuhnya, hari ini terasa lelah sekali. San beberapa hari ini lembur, Elio juga sudah jarang menghubungi San di jam larut. Sedikit merasa bersalah karena membuat pertemanan keduanya renggang, Arvi tak masalah akan pertemanan keduanya hanya saja ia meminta pengertian untuk Elio yang memberi tahunya juga tentang apa yang San lakukan dengannya. Bukankah tak buruk jika ia dan Elio berteman juga?

Di tengah lamunannya suara ketukan pintu terdengar, dengan malas Arvi beranjak.

Saat pintu terbuka ia mendapati wanita dengan penampilan yang luar biasa membuatnya menganga, wajah cantik, tubuh tinggi dengan rampuh yang di ikat dan jangan lupa pewarna bibir berwarna merah menyala, Arvi tak kenal siapa dia dan yang pasti membuat dirinya sedikit takut.

"Kau tak menyuruhku masuk?" celetuk wanita itu.

Arvi gelagapan, dengan ragu ia mempersilahkan wanita tersebut masuk. Ketukan sepatu hak tinggi terdengar nyaring di sepi nya sore.

"Namaku Jane." Jane mendudukan dirinya, ia wanita yang terkesan angkuh dan sangat menjaga penampilan. Arvi bertanya-tanya siapa wanita ini sebenarnya.

"A-aku Arvi, jika boleh tahu ada keperluan apa Anda ke sini?" Arvi menyahut.

Jane terkekeh ringan, ia menaikkan sebelah alisnya.

"Bukankah ini apartement San?" ucap Jane sontak membuat Arvi mengangguk. "Jika begitu bukankah wajar seorang ibu datang ke apartement putranya?" sambungnya.

Arvi membelalak, ia merasa persendiannya seolah kesemutan bahkan wajahnya terasa panas. Ia tak tahu harus berbuat apa saat ini, melihat wanita yang mengaku sebagai ibu San membuat jantungnya terpacu dua kali lebih cepat, bahkan Arvi berpikir apa tutur katanya sudah benar tadi. Jane masih terlihat muda sampai Arvi pikir wanita itu belum memiliki anak yang berusia kepala dua.

"Ak-"

"Aku tahu kau kekasih anakku," sela Jane ia memainkan kuku-kukunya, membuat Arvi menunduk.

"Kudengar kau sudah berhubungan dengan putraku selama tiga tahun, kulihat kau juga tinggal bersamanya. Hah ... sebenarnya kau punya apa sampai membuat San sulit untuk pulang?" tutur Jane, tatapannya begitu menusuk meminta jawaban pasti.

"San putra tunggalku, aku ingin yang terbaik untuknya. Dia tumbuh dengan banyak kasih sayang dan materi yang terpenuhi, dia juga berpendidikan tinggi dan kehidupannya sudah tertata baik dari segi apapun, jadi apa yang kau berikan untuknya?" sambungnya.

Arvi meremas celananya, apa yang ia berikan pada San? Pertanyaan yang baru kali ini ia dengar, selama ini San tak pernah meminta apapun padanya. Bahkan hampil 70% San-lah yang selalu memberinya hal-hal yang tak ia miliki sampai membuatnya bergantung pada dominan itu. Arvi hanya submisif biasa, ia menunduk merasa tertampar akan satu pertanyaan itu.

"Segala sesuatu itu harus seimbang. Entah dalam segi apapun, bahkan perasaan. Perasaan dalam sebuah hubungan harus seimbang atau salah satunya akan terluka, jadi apa kau memiliki perasaan pada putraku melebihi dia? Kau tak menjawab pertanyaan pertamaku, kutanya kau punya apa kau diam, jadi apa kau juga tak memiliki perasaan penuh padanya?" Jane kembali berucap membuat Arvi mendongak.

"Aku memilikinya, aku sungguh mencintai San bahkan menyayanginya. Aku memiliki perasaan penuh padanya," sahut Arvi.

"Benarkah? Jadi apa San juga memiliki rasa sama padamu?" ucap Jane. "Tiga tahun kalian bersama, aku baru tahu kau minggu lalu. Kau tahu Elio? Dia selalu bersama dengan anakku, apa kau tahu? Bahkan kupikir dialah kekasih San," sambungnya.

Arvi tersenyum tipis, yang dikatakan Jane benar. Siapapun akan mengatakan hal serupa, hubungan asmaranya tak lebih spesial dari hubungan San dan Elio. Mereka bagai pasangan, Arvi sudah sering menerima perkataan itu. Bahkan ia dan San jarang sekali pergi kencan di akhir pekan, mereka juga jarang menghabiskan waktu bersama. San memberikan waktunya pada pekerjaan dan juga Elio.

Jane tersenyum, ia tahu masalah hubungan mereka adalah San. Oh ayolah, Jane seorang ibu ia tahu sikap anaknya bagaimana.

"Kau ingin tetap melanjutkan hubunganmu dengan San?" tanya Jane.

Arvi mengangguk, selama San mencintainya ia tak masalah akan sikap San pada Elio lagipula ia juga sudah berbincang mengenai hal ini pada Elio.

"Aku mencintainya, tugasku hanya mencintainya. Urusan San yang selalu bersama dengan Elio itu di luar kendaliku, jika San mencintaiku juga ia akan memberikan setengah waktunya padaku. Kupikir sikap San pada Elio tak lebih dari seorang teman." Arvi berucap tenang, terlalu munafik mengatakan hal ini tapi nyatanya seseorang tak akan berhenti jika belum lelah.

"Baiklah selamat atas hubungan kalian ... aku akan pulang." Jane beranjak begitupun dengan Arvi.

"Kuharap kau menjadi bagian keluargaku, bertahanlah. Berhenti menunjukkan wajah merah takutmu, aku memang ingin yang terbaik untuk putraku jadi berusahalah jadi yang terbaik dan ya, kau memiliki perasaan penuh pada San itu cukup membuatku percaya. Dengar, ini akan sulit tapi kuharap kau berhasil." Jane memberikan pelukan pada Arvi, membuat submisif itu terkejut.

Arvi pikir Jane menentang hubungannya tapi ternyata Jane tak seburuk dalam pikirannya.

"San hanyalah anak kecil yang terbalut badan besar dan tato, itu hanyalah sebuah kepalsuan. Maka jadilah orang yang lebih kuat, aku percaya padamu." Jane melepas pelukannya. "Kau sudah memilih bertahan dan aku pegang ucapanmu."

Setelah mengatakan itu Jane melangkah pergi meninggalkan Arvi yang masih terkejut dengan sikap Jane. Sekarang ia tahu dari mana sikap San yang sulit ditebak.



_____

Btw sorry baru up, mulai sekarang gue usahain up normal tapi vote sama komen ya, sumpah lagi males ngetik banget.

Oh ya ini baru tes ombak ahaha ... konflik bentar lagi.

SECOND [lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang