5

20.7K 1.5K 103
                                    

"Maaf jika aku mengganggu, apa San sudah pulang?"

Arvi hanya diam, mempersilahkan Elio masuk. Ia segera membangunkan San yang tertidur setelah pulang kerja.

"Bangunlah San, ada Elio." Arvi mengusap wajah San dan itu berhasil membuat San bangun.

Walau sedikit heran dengan kedatangan Elio yang tiba-tiba, Arvi tetap berusaha ramah bahkan ia menjamu sahabat kekasihnya itu.

"Maaf ya merepotkan," ucap Elio dibarengi senyuman.

Arvi hanya membalas dengan senyuman tipis, ia duduk dihadapan Elio. San datang dengan wajah yang sedikit basah kentara jika ia baru saja membasuhnya.

"Ada apa El?" San duduk di samping Arvi.

"Bukankah malam nanti kita ada janji, jadi aku menjemputmu," ucap Elio.

"Aku tak lupa, hanya saja kenapa kau datang menjemput? Aku bisa menjemputmu nanti."

Arvi menunduk, San tak lupa. Tapi pria itu lupa jika ada janji juga bersamanya, padahal Arvi sudah bersiap tadi.

"Hanya ingin, ayolah ... jangan terlalu lama. Bibi akan marah." Elio merengek, malas berdebat.

San tersenyum, ia beranjak berniat bersiap. Meninggalkan Arvi yang masih tergugu akan kekecewaannya, San benar-benar lupa.

"Ar, kau mau ikut? Kau tahu masakan bibi sangat enak," ucap Elio tiba-tiba. Arvi hanya menggeleng.

San tak pernah mengajaknya untuk bertemu orang tuanya, bahkan nyaris selalu ada alasan jika Arvi ingin. Arvi tak kenal dengan kedua orang tua San.

"Kenapa tak mau? Bukankah bagus, kau akan mengenal keluarga San. Besok ulang tahun ibunya, kau bisa datang dengan membawa kado." Elio berceloteh tak sadar akan ekspresi Arvi yang memerah.

"Kalian pergilah, lihat San sudah siap. Maaf aku tak bisa." Arvi beranjak, ia melirik San sebentar berharap San memberinya pengertian atau sekedar maaf karena membatalkan janji sepihak , tapi nihil San sepertinya memang lupa. Lagipula sejak kapan San selalu ingat tentang dirinya?

"Aku pergi dulu," ucap San, Arvi hanya diam.

Arvi menghela napas, menatap kepergian kedua orang itu nanar.

"Seharusnya tak membuat janji jika akan melupakan," gumam Arvi. Padahal San yang membuat janji, kekasihnya itu akan membawanya kencan sebagai tebus minta maaf karena sudah membuatnya menangis, nyatanya San selalu lupa.

Arvi meraih jaketnya, ia butuh udara segar.

_____

Di sinilah Arvi berada duduk ditemani Dery dengan beberapa minuman alkohol. Persetan jika besok harus libur bekerja, Arvi tengah kesal.

"Kau yakin tak mau berhenti minum?" Dery nampak khawatir, tak biasanya Arvi akan mabuk terlebih sebelumnya keduanya makan mie.

"Hik ... ak-aku sakit hati ... hik ... " Arvi berceloteh dibarengi dengan cegukan, submisif itu sudah mabuk dan terus berceloteh mengungkapkan isi hati.

Dery hanya diam mendengarkan, sesekali melirik jam dinding di kedai, ia takut kedai akan segera tutup.

"Sudahlah, kau putuskan saja hubunganmu dengan San. Masih banyak pria diluaran sana," cetus Dery.

Arvi mendongak dengan wajah sayu. "Benarkah? Apa ada yang seperti San?"

Dery mendengkus, seseorang akan bebal walaupun sudah di nasehati berapa banyakpun jika dalam diri sendiri tak mau berhenti. Arvi tak akan berhenti jika ia belum lelah.

"Ibu dan ayahku sudah tiada ... hik ... teman dekatku hanya kau ... jika San pergi dan kau ikut pergi, ak-aku akan meloncat dari gedung!" Arvi mulai merengek memeluk lengan sang teman. Barusan dia tertawa sekarang ia menangis.

SECOND [lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang