The Baby Boy || Reason of Win/Lose

25 3 4
                                    

Balkon kamar, pemandangan gemerlap hamparan lampu kota, berteman bulan sabit serta semilir angin malam teramat sejuk —menjadi perpaduan teramat apik tuk menambah imajinasi, haluan menjadi semakin nyaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Balkon kamar, pemandangan gemerlap hamparan lampu kota, berteman bulan sabit serta semilir angin malam teramat sejuk —menjadi perpaduan teramat apik tuk menambah imajinasi, haluan menjadi semakin nyaman. Menyelaraskan tarian lembut kuas pada kanvas, mencipta perpaduan warna menjadi lukisan teramat indah.

Meski bukan serta merta apa yang di hadapan yang menjadi objek contoh, hasil kanvas telak menggambarkan apa yang ada di dalam imajinasi. Terbagi menjadi dua, sekalipun hasil belum rampung sepenuhnya.

Dimana sisi kiri kanvas tergambar hamparan bunga dendalion, memiliki bias cahaya kekuningan. Disela langit senja terlukis —indah dengan perpaduan warna orange dan ungu, kesan misterius teraba jelas dari bagaimana eksistensi sosok hitam dan putih yang dibuat.

Garis tipis —benang merah menjadi pemisah dengan pemandangan di sisi kanan kanvas. Langit senja tidak jauh berbeda, hanya saja warna ungu menjadi pemilik disini —hamparan rumput ungu dengan sedikit taburan bunga daisy, menghampar rata dengan dua pohon berdaun ungu.

Familiar dengan sesuatu? Benar sekali, Zeano tak akan pernah bisa melupakan kedua alam —dunia itu. Bloomhaven dan Nyxshire.

Sekalipun 100 hari kedua telah berlalu, pengalaman itu terlalu besar tuk dilupakan begitu saja.

Di detik tak terduga, Zeano terkesiap dari segala fokus ..kala sesuatu mendadak melingkupi punggung. Sontak menarik atensi tuk menoleh, selaras dengan tangan mungil itu meraih tangannya —berupaya memenuhi fungsi jaket.

Sedikitnya, Zeano cukup terkejut dengan tindakan itu. Sekalipun tahu maksudnya hanya untuk menyelamatkan dirinya dari dinginnya angin malam. "Turtleneck-ku sudah cukup tebal, Berlian." Bukan sebatas alasan, faktanya memang begitu.

"Kurang, Sayang." Semanis madu, satu kecupan ringan bahkan sempat mendarat di pipi Zeano.

Stagnan-nya lelaki kelinci itu dimanfaatkan tuk merampas palet cat berikut kuasnya di tangan —meletakkannya pada meja di sisi lain Zeano. Tuk kemudian merampungkan Zeano memakai jaket, berakhir membenahi bagian depannya tuk kian sempurna membungkus tubuh lebar lelaki itu.

"Sudah seperti seorang kakak menjaga adiknya." Komentar datar, tidak lebih hanya sindiran telak.

Berlian tergelak karenanya, .. "Memang." Katanya, selagi menarik kursi rotan tuk menempatkan diri di sisi Zeano —duduk menghadapnya.

"Dan seharusnya kau memang memanggilku kakak, bukan begitu?" Berlian hanya bermaksud jahil, tetapi lihat bagaimana umpan terlalu mudah terpancing.

Zeano semakin mencebik, sepasang mata bulat itu menebar tatapan sinis —tetapi telak menggemaskan. Usia mungkin membenarkan, tetapi atas status mereka saat ini ..menurut Zeano, itu sebuah kerancuan.

"Sekarang aku adalah tunanganmu, dan aku laki-laki. Terdengar etis, kah, jika aku memanggilmu kakak?"

"Ouh!" Bereaksi dramatis, Berlian merengkuh kedua sisi wajah Zeano tuk ditakup. Gemas sekali, tidak tahan tuk menyapu hidup mancung itu dengan miliknya. "Apakah bayi-ku ini sedang tersinggung, huh?"

Soul JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang