PROLOGUE

121 10 10
                                    

™Sep01, 11:15 p

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sep01, 11:15 p.m |
Golden Apart

Larut sekali, terpantau sebuah motor sport hitam baru saja memasuki basement. Situasi apartemen sendiri sudah lenggang dari hiruk pikuk kegiatan para penghuni, sepi menjadi teman sepanjang langkah menuju kamar apart-nya—di lantai tujuh.

Usai menekan pin, ia masuk tanpa membuat drama—tidak seperti biasa. "Aku pulang." Tetapi tak akan pernah tertinggal, menginterupsi pribadi lain akan kepulangannya.

Sofa di tengah ruang utama menjadi sasaran pertama, ia menjatuhkan diri di atasnya bersamaan dengan lepasnya seudara napas—penuh beban demi menghempaskan lelah. Kacau yang tersirat dari seraut bahkan penampilan, sudah teramat menjelaskan seberapa banyak tenaga terkuras oleh kesibukan dunia luar di sepanjang hari.

"Zera, aku pulang!"

Sekali lagi, kali ini lebih lantang. Respon terlalu lama, biasanya tak seperti ini. Tidak mungkin gadis itu tidak ada di apart, jika semua lampu sudah menyala begini. Sebab jika gadis itu memang terlambat pulang, jelas seisi apart akan gelap tanpa penerangan begitu ia masuk.

Apakah gadis itu sudah pergi tidur? Yeah.. ini sudah larut.

Maka ia tergerak untuk beranjak, menuju kamar—tepat di hadapan kamar pribadinya—guna memastikan keberadaan gadis itu. Hanya cukup melihat eksistensi gadis itu, selebihnya ia tidak akan mempermasalahkan apapun.

Kosong.

Gadis itu absen di dalam kamar, berupaya memastikan di dalam kamar mandi pun ia tidak menemukan eksistensi gadis itu. Dapur hingga ruangan khusus pakaian kotor, tetap nihil. Bahkan kamar dirinya sendiri, sampai balkon kamar—gadis itu tidak ada dimanapun.

"Pergi kemana dia malam-malam begini?"

Cemas terlalu cepat menyergap, mendorong tangannya tuk menyahuti handphone di dalam saku celana jeans-nya. Perlu menunggu beberapa saat, manakala dering di seberang menandakan panggilan tersambung—hanya tertinggal menunggu jawaban.

"Kau dimana?" Segera menginterogasi kala panggilan diterima.

"Kau sudah pulang?"

Tetapi pertanyaan kembali berbalas hal serupa. Menyulut decakan resah mengudara, disela tungkai kembali beranjak keluar dari kamar.

"Katakan padaku, kau dimana?" Sekali lagi ia menegaskan, enggan menanggapi pertanyaan retoris gadis itu. "Aku akan menjemputmu."

"Tidak perlu, aku hanya pergi sebentar. Akan segera pulang setelah ini."

Ia tahu itu hanya kalimat penenang, tetapi ia tidak tergugah sama sekali. "Kau bercanda? Ini sudah larut, Zenyra Aafryeda!" Nama lengkap yang disebut, teramat menjelaskan bahwa ini sudah lebih dari penegasan mutlak yang seharusnya tidak bisa dibantah.

Soul JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang