The Love Kisses || Finally!

51 4 28
                                    

Tidak tahu setan macam apa yang merasuki, Zeano tidak bisa bahkan hanya sekedar berpikir dengan jernih —dengan benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak tahu setan macam apa yang merasuki, Zeano tidak bisa bahkan hanya sekedar berpikir dengan jernih —dengan benar. Logika menjerit lantang bahwa ini adalah kesalahan besar, tetapi hati justru meredam ..bahwa ini sesuatu yang normal.

Tidak, bodoh! Normal apanya!?

Normal jika dilakukan sesama manusia. Sementara bahkan seisi LOD World pun tahu makhluk macam apa sosok yang kini berada dalam pangkuan Zeano. Sesuatu yang bahkan tidak memiliki bentuk mutlak, hanya seberkas asap putih, yang bahkan tidak memiliki gender.

Dan kau tahu, disini Zeano yang lebih bodoh.

Disaat kesadaran penyetujui bahwa diri sedang melakukan kesalahan, tetapi gerak tubuh justru bertindak sebaliknya. Lebih dari membiarkan ataupun menerima, tetapi juga menikmati. Terlanjur terhanyut, Zeano bahkan membalas ..dengan gerakan teramat lembut dan lamban. Tetapi itu bagaikan silau hijau untuk sosok jelmaan gadis itu kian leluasa, kian berani untuk berlanjut.

Menyisakan napas yang bergemuruh usai pagutan diurai. Zeano tidak berani hanya sekedar untuk membuka mata, bahkan terlalu pengecut untuk bergerak lebih dulu. Sekali lagi, membiarkan Berlian menguasai atmosfer.

Meski begitu, tak dapat ditepis upaya Berlian telak berhasil. Suhu tubuh Zeano kembali normal, hangat bahkan panas membara —panas sebab serangan-serangan manis yang diberikan Berlian. Kulit pucatnya kembali teraba berdarah —segar, selaras dengan bibirnya. Lebih dari merona, sudah semerah buah strawberry, lembab atau barangkali basah. Sekalipun dalam gelap, retina Berlian teramat jelas melihat bagaimana belah bibir itu mengkilat —tercetak saliva yang tersisa.

Dan sekali lagi, Berlian beranjak maju tuk menyasarnya. Menarik naik rahang Zeano guna sedikit menengadah, lalu memberi lumatan basah. Bukan lagi tindakan sebab tertuntut kondisi, tetapi sebuah ingin yang sudah di luar kendali.

Dan Zeano sungguh tidak bisa mengendalikan. Bagaimana diri tidak bisa menolak, seperti dengan senang hati kembali membuka akses hingga menjalin pagutan manis —untuk kali kedua. Mendecap manisnya bibir masing-masing, meraba panas dari pergulatan lidah ..kali ini sama-sama tidak ingin saling mengalah. Mendadak menjadi memburu, menuntut satu sama lain, tergesa, benar-benar panas.

Sudah kepalang. Kenapa tidak sekalian menjatuhkan diri ke dalam jurang? Sekalipun kutukan sang Demon sungguh sedang menanti di depan muka.

"Haaaah—"

Lebih dari sebelumnya, tangan berujung meluruh —lemas— di kedua sisi tubuh. Kepala terhempas ke belakang, bersandar pada pohon. Dada yang bergerak naik turun dengan tergesa, tak dapat berbohong bahwa laju pernapasan cukup sesak. Sesak yang candu, lelah yang ingin terus direngkuh, gemuruh yang terus diinginkan —sial memang.

"Apakah tak apa kita melakukan hal sejauh ini?"

Di detik yang sudah terlanjur, penyesalan mendadak menyeruak. Barangkali takut, sebab Zeano segera diserang efek yang lain. Tidak tahu apa yang terjadi, tetapi rasanya dinding hati tertekan nyeri. Seperti diremat kuat, sakit. Gemuruhnya sudah lebih dari kata normal —kali ini bukan sesuatu yang candu lagi, sebab rasanya teramat menyakitkan.

Soul JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang