20° Mendekati Ujian

34 10 0
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Njun, sayang! Buka pintunya!"

Tok!

Dobrakan pintu yang di ketuk cukup keras berhasil membangunkan Juna dari tidur pulasnya yang di sambut oleh sinar matahari yang menyoroti melalui celah gorden jendela.

Juna mengerjapkan kedua mata dengan satu mata terpejam, suara Yerin yang memanggilnya semakin kuat hingga membuat dirinya menjadi membuang nafasnya kasar.

Dengan keadaan setengah sadar, Juna bangun dan berjalan lunglai untuk membuka pintu kamar yang terkunci kemudian kembali membaringkan dirinya ke atas ranjang.

"Njun! Kenapa kamu bangunnya lama?!" cecar Yerin seraya masuk lalu membuka gorden jendela.

Setelah itu, membangunkan sang anak lelaki yang terlihat ingin tertidur kembali. Yerin dengan penuh perhatian menarik selimut tersebut agar Juna mau bangun lagi.

"Ayo bangun, masuk sekolah kan hari ini?" tanya Yerin.

Yerin duduk di samping Njun sambil mengusap kepalanya lembut, bagaimana pun terlepas dari Juna yang merasa kesal karena pergerakan mainnya terbatas ia tetap tak bisa marah dan mendiamkam sang Bunda di keadaan demikian.

Begitu pun dengan Yerin, yang tak dapat bersikap acuh kepada Juna untuk membuat anaknya itu berfikir mengapa ia bersikap seperti ini.

Dalam pejaman matanya Juna masih tak bergeming walau Yerin tengah mengusap kepalanya, dia lebih menikmatinya dalam batin bercampur cukup emosional.

"Njun sayang, masih kesel sama Bunda?" tetap Njun belum membalasnya.

"Dengerin Bunda--- Bunda gak semata-mata bertindak atau bersikap kaya gini kalo kamu nurut apa kata Bunda. Bunda gini juga peduli dan sayang sama kamu, Ya-- Bunda tau kamu udah dewasa dan pasti punya keinginan tersendiri. Tapi---"

Pandangan Yerin melemah dengan nada menahan kesenduan dan hal itu membuat Njun menjadi membuka matanya dengan wajah yang di sembunyikan ke bantal.

"Bunda ini orang tuanya Njun, dan Njun anak Bunda. Wajar kan kalo Bunda khawatir sama kamu," tutur Yerin mengusap kepala anaknya kembali yang tadi sempat terhenti.

Juna merenggut sedikit geram, "Tapi Bunda berlebihan tau gak?!"

Dengan suara terendam di bantal Juna berkata penuh kekesalan seperti anak kecil, "Njun udah dewasa dan Bunda paham itu. Njun juga gak ngelarang Bunda buat peduli ke Njun atau khawatir tapi sikap Bunda kali ini bikin Njun kesel sejadi-jadinya."

Terdengar lembut namun terkesan menggemaskan hingga membuat Yerin menahan tangisan sekarang.

Anaknya sudah dewasa, Njunnya bertumbuh dan berkembang dengan sangat cepat. Rasanya dia adalah anak lelaki jagoannya Yerin, yang di mana Yerin sangat menyayanginya.

Tidak ada sahutan apapun dari bundanya, bahkan usapan itu terhenti sampai membuat Juna mau tak mau mengangkat kepalanya untuk melihat keadaan Yerin.

"Huh!" Juna menghela nafas ketika Yerin menangis karena ucapan Juna membuatnya merasa bersalah secara bersaman.

Juna langsung memeluk pinggang Yerin yang masih duduk dengan tubuh dirinya yang terbaring lalu meletakan kepalanya di atas paha Yerin sambil memeluknya erat.

"Udah jangan nangis Bunda, maafin Njun-- Ya, Njun ngerti Bunda sayang kok sama Njun makannya bersikap gini. Njun maklumi," Juna lebih mengalah karena ia tak ingin Yerin bersedih lebih lama dan berkepanjangan apalagi merasa bersalah.

Juna lebih memilih menuruti walau ia harus merelakan separuh waktu hobinya dan keterbatasan waktu main mulai sekarang, mungkin hari ini Juna harus beradaptasi dengan keadaan baru di hidupnya.

Juna Dipanggil NjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang