[TSDP #7]
Gista Syaril merasa hidupnya sudah berada di titik yang diimpikan: menjadi wanita mandiri, sibuk, mapan, hebat, sesuai dengan checklist yang sejak dulu tersemat di balik notes kecilnya.
Namun menurutnya, pencapaian tertinggi yang berhasi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haiii. Ketemu lagi.
Akhirnya! Kita ketemu di part ending niwww. Terima kasih banyak sudah mengikuti Kalil dan Gista di mana pun mereka berada—Karyakarsa dan Wattpad dikejar juga Luar biasaaa sekali. Pokoknya terima kasih terima kasih terima kasihhh banyak. ❤️
Oh iyaaa ada cerita baru lhooo. Covernya belum jadi, jadinya masih pakai cover sementara dulu mehehe. Belum ada clue sama sekali sih. Tapi siapa tau mau nebak ada kisah siapa di siniii? Jangan lupa masukin library yaaa 🖤
Spam love sama api boleh ga nih buat terakhir kali di lapak ini 🥹🔥❤️
***
"Kalian ... ngapain?"
Di depan pintu. Keduanya menemukan Gracia Sankara yang tengah ternganga menatap dengan raut wajah tidak percaya atas apa yang baru saja dilihatnya.
Hari itu, wanita itu datang dalam keadaan masih sangat pagi. Menangkap basah apa yang tengah Gista lakukan bersama Kalil di kediamannya. Dalam keadaan saling memeluk dengan Kalil yang tengah menciumi pundaknya. Tidak bisa dipercaya. Memalukan sekali.
Perlahan, Gista menggerakkan tangannya untuk membenarkan tali pakaian yang sudah luruh di pundak. Kemeja Kalil yang kini dia kenakan dengan asal-asalan juga dia rapikan di tubuhnya, kedua sisi kemeja dia rapatkan tanpa mengancingkannya. Walau Gista tahu penampilannya kini tidak layak untuk berhadapan dengan mantan ibu mertuanya itu, tapi tatap penuh selidik wanita itu padanya, membuat Gista sadar dia tidak punya banyak waktu untuk membuat Gracia Sankara menunggunya memberikan penjelasan.
Tentang kenapa doa berada di apartemen Kalil dalam waktu sepagi ini.
Tentang posisi keduanya yang tidak senonoh.
Juga tentang pakaiannya yang berantakan.
"Tidak ada yang mempersilakan Mama duduk?" tanya wanita itu sambil melirik ke arah sofa.
Dan jelas, yang merespons hal itu lebih dulu adalah Kalil. Dia mengulurkan tangan, lalu menyusul duduk berhadapan dengan ibunya. Dengan tanpa perasaan bersalah dan tanpa beban di raut wajahnya, Kalil melirik ke arah Gista. "Sini," pintanya, seraya menepuk-nepuk ruang kosong di sisinya.
Dan tidak ada pilihan lain. Selain harus mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan pagi ini, Gista juga harus menepati janjinya pada Kalil. Gista yang akan berhadapan dengan Gracia Sankara sekarang untuk meluruskan semuanya.
Untuk memperjuangkannya?
"Mama pagi-pagi sekali ke sini?" Kalil mulai bertanya.
"Kamu tidak bisa dihubungi. Gista pun begitu, Mama bingung sekali. Makanya Mama ke sini dan ...." Gracia menarik napas. Lalu menggeleng lemah. "Apa yang Mama lihat tadi?"