[TSDP #7]
Gista Syaril merasa hidupnya sudah berada di titik yang diimpikan: menjadi wanita mandiri, sibuk, mapan, hebat, sesuai dengan checklist yang sejak dulu tersemat di balik notes kecilnya.
Namun menurutnya, pencapaian tertinggi yang berhasi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Haiii. Ketemu lagi.
Momen-momen outing bareng Skyway aku tulis di Additional Part 45 di Karyakarsa yaaa. Ada dua part nih. Pasti kenyang banget. 😋
Oh iya. 3400 niiih!!! Selamat membacaaaa. Semoga masih ditungguin. Dan yaaa aku butuh dikit testimoni nih menjelang part-part akhir ini. Kesan setelah membaca cerita ini gimanaaa?
Jangan lupaaa api api api 🔥🔥🔥
***
Saat langkahnya baru turun dari mobil dan menjejak lantai basement, dia segera menelepon Gista, mengabari wanita itu bahwa dia baru saja tiba di Jakarta. Kalil baru saja tiba di kediamannya pada pukul satu siang, dan dia mengernyit saat menemukan Dipta sudah duduk di sofa ruang tengah seraya mengotak-atik layar iPad-nya.
Saat itu, Kalil masih menempelkan ponselnya ke telinga dan bicara pada Gista. "Iya, aku nggak lupa kok," ujar Kalil. Ucapannya membuat Dipta menoleh. "Nanti aku makan siang di kantor, soalnya bosku udah nunggu nih di sini." Kalil melirik sinis pada Dipta.
Sementara Dipta tampak tidak peduli.
"Iya. I miss you." Dan kali ini, ucapan Kalil mampu menarik perhatian Dipta. Namun, Kalil tidak peduli. Walau dia tahu Dipta akan jijik setengah mati mendengarnya, tapi dia tetap berkata. "Padahal kita baru aja pisah beberapa jam yang lalu, ya? But don't know why, I miss you so."
Dan Dipta benar-benar menatapnya jijik sekarang. Kening Dipta mengernyit, dia mengerjap-ngerjap seolah-olah matanya baru saja kemasukan benda asing yang membuat pandangannya perih.
"Aku akan kabari kamu seandainya pekan ini jadi berangkat ke Jakarta." Suara Gista terdengar dari seberang sana. Gista bilang, dia memiliki hal yang harus diurus di Jakarta selama beberapa hari. Dia juga memiliki janji dengan beberapa orang untuk urusan pekerjaan.
"Kabari aku beberapa hari sebelumnya agar bisa menjemput kamu."
"Oke."
Dan setelah mengungkapkan rindunya berkali-kali seperti seorang remaja yang baru berpisah dengan kekasihnya, telepon terputus.
Namun, Kalil masih memandangi layar ponselnya yang kini menunjukkan beberapa foto hasil dari kegiatan outing kemarin. Banyak sekali foto, tapi foto yang paling menarik perhatiannya adalah saat Kalil memeluk Gista di atas selembar potongan kardus kecil dengan Raga dan Raja memeluk masig-masing satu kakinya erat.
Di sana, mereka tertawa. Tampak bahagia.
Ibu jarinya kini mengusap foto itu, tersenyum sendiri.
"Maaf karena saya harus menghentikan aksi senyum-senyum Bapak, tapi saya rasa saya harus membacakan jadwal kerja Bapak hari ini," ujar Dipta. Dia tampak muak, tapi tetap terlihat sopan.