Enjoy reading
***
"Hoo, lihat siapa ini? Ada yang terlewat satu disini." Pria gemuk itu berbalik dengan seutas senyuman yang menyeramkan menunjukkan gigi tidak rata dan berwarna kuning.
Dengan badan besarnya dia melangkah mendekat ke arah Joni. Joni memposisikan diri dalam mode waspada bersiap untuk bertarung, namun siapa sangka saat dirinya mulai dekat dengan Joni, pria itu melewatinya begitu saja dan mengejar semut lain yang ternyata berada di belakang Joni.
Joni terkejut lantas terbangun, detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya bersamaan dengan perasaan marah yang belum lenyap, "mimpi apa tadi? Jika mimpi tadi adalah masa lalu, mengapa ras ku dibunuh oleh mereka?" Joni menggeretakkan giginya.
Masih banyak pertanyaan dari mimpi tadi, dan Joni memutuskan untuk tidur lagi berharap agar dia bisa meneruskan mimpi itu. Namun berkali-kali ia mencoba, mimpi yang sama tidak kunjung muncul hingga membuatnya menyerah.
"Lupakan saja!, sekarang lebih baik aku fokus dengan kondisi saat ini", Joni melihat tubuhnya sudah sembuh 100%. Dia melihat ke arah kolam, dan menemukan kodok itu tertidur di pinggir kolam dengan telentang dan memamerkan perutnya yang besar.
Agar tidak mengganggu kodok itu tidur, Joni pergi untuk mencari elemen air. Sesampainya di luar ruangan.
"Soul vision" pandangan Joni berubah, kini muncul bola-bola cahaya dengan beragam warna.
"Baiklah, mulai dari sini aku akan mencari bola cahaya yang memiliki elemen air." Pencarian Joni dimulai.
***
"Kita sudah berjalan cukup lama, tapi belum ada tanda-tanda kita akan sampai" Kein mengeluh bosan, sebab cacing itu berjalan cukup lama layaknya cacing pada umumnya.
"Berhenti mengeluh, fokus saja pada jalanmu supaya tidak tersandung" Marx mengingatkan.
"Kau pikir aku anak kecil hah?"
Marx tidak membalas lagi dan tetap fokus ke depan. Awalnya dia tidak menyadari, namun makin ia berjalan dia merasa ada yang aneh. "Hei, hanya perasaan aku saja atau memang suasana di sekitar berubah?" tanya Marx.
"Kau benar."
Jalan yang mereka lalui perlahan mulai berubah. Kristal gua yang menerangi biasanya berwarna biru atau putih, tapi makin kesini berwarna putih kehijauan bahkan ada yang berwarna hijau muda. Udara terasa lebih berat dan sedikit membuat sesak. Tumbuhan disekitar semakin berkurang jumlahnya bahkan tidak ada. Disaat mereka semua sibuk dengan memperhatikan kondisi sekitar, sebuah suara mengejutkan mereka semua di kejauhan.
"Skriiiichhht!!"
"Ahhh. Apa-apaan suara ini?!"
Semua orang menutup telinganya, suara lengkingan itu membuat gendang telinga mereka sakit. Setelah suara itu tidak terdengar lagi, mereka terus mengikuti cacing di depan mereka menuju ke sebuah lorong yang tidak biasa. Karena di sekitar mulut lorong itu terdapat lendir.
Setelah tiba di sisi seberang, langkah mereka terhenti. Mulut mereka membisu, detak jantung mereka berdebar dalam kepanikan setelah melihat sosok besar di kejauhan yang menjadi sumber suara lengkingan tadi.
"Tidak mungkin." Kein yang biasanya bertindak sembrono dan ceroboh, kini untuk bernafaspun dia sangat berhati-hati berharap agar nafasnya tidak terdengar oleh sosok yang ia lihat.
"Kita harus kembali sekarang. Kita sudah tau alasan kenapa Gua ini memiliki monster lebih sedikit dari biasanya dan alasan kenapa Dungeon ini tidak mengalami fenomena aneh seperti di benua lainnya. Monster itulah jawabannya." Lanjut Marx. Disusul anggukan oleh semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Salahnya Menjadi Semut?!!
Fantasíanote : Cerita ini memiliki alur yang sangat lambat, jika sabar silahkan baca. "Kekuatannya tak lebih seperti semut di matanya". Kalimat ini pasti selalu diucapkan oleh para kultivator. Memang apa salahnya menjadi semut?? Mengapa semut selalu menjad...