15. HAPPY BIRTHDAY

86 5 1
                                    

Sawadi kha, jadik aku syedang tydak myud hary1 iny tafik tak afa aqU ak4n tet4P meNul1S 💅

.
.
.

-HAPPY READING-

Hidupnya sudah cukup menyediakan, ditambah lagi hari kelahirannya tiba. Hari yang tidak akan membuatnya menangisi hidupnya ini, berharap disetiap hari ulangtahunnya akan hadir dua orang yang paling dia sayang untuk merayakan ulangtahunnya. Tahun demi tahun berganti, tapi semunya hanya khayal semata. Tidak akan ada kedua orangtuanya dihari ini, tidak akan ada rasa bahagia yang datang untuknya.

Hari ini, Kafka hanya berdiam diri di rumah. Menatap aktivitas kehidupan diluar sana melalu balkonnya

"KAFKA! BUKA PINTUNYA DONG, AWAN GANTENG MAU MASUK! EH ADA AYAH BEB JUGA NIH." Suara siapa lagi? Awan lah, bagaimana Awan bisa masuk kerumahnya? Apakah dia lupa mengunci pintu?

Ceklek....

"Apa?" Tanya Kafka datar

"Ikut kita kebawah yu Kaf?" Ajak Salma dengan begitu lembut, selembut apa ya gitu.

Kafka mengangguk, menuruti pawangnya awokawok. Kafka menggandeng tangan Salma menuruni anak tangga, kaciwww romantisss amattt.

"Happy birthday, Kafka!" Ujar mereka semua, disana ada Abisma, Galih, Awan, Salma, dan satu lagi ada Nasya disana. Itu loh pacar Awan

"Kafka, maafkan papah ya? Papah gak maksud bohongin kamu." Kagak mengangguk diiringi dengan airmatanya yang lolos begitu saja, bertahun-tahun hanya papah galih dan awan yang merayakan ulangtahunnya. Dan itu tidak pernah terlewat, Kafka pikir hari ini papah Galih tidak databg untuk merayakan ulangtahunnya.

Tapi Kafka salah besar, Galis justru datang. Bersama orang-orang yang baru saja Kafka kenal. Tak apa meski dunianya sudah hancur, tapi Tuhan mengirimkan orang-orang baik disekitarnya.

"Ternyata, kado dari ayah sama ibu. Kado yang gak pernah Kafka duga ya om?" Ujar Kafka, dia menatap sendu kue ulangtahun yang dipegang Abisma. Dan dengan bodohnya Awan bertanya

"Emang kado apa yang mereka kasih? Liat dong, sampe Lo gak nyangka kaya gitu." Galih melototi anaknya gemas, anak anjing emang. Maki Galih, Kafka terkekeh ringan, ngerusak suasana banget nih temen satu.

"Perceraian" Awan melongo sendiri, astaga ternyata salah ngomong dia. Aduh bagaimana ini? Sementara papah Galis sudah menirukan gaya akan menghabisinya. Apakah dia akan habis hari ini? Ah ayolah.

"Sudah-sudah mending kamu tiup lilinya, saya mau makan kuenya laper." Siapa coba? Abisma lah, dia memang selalu pandai mengalihkan topik pembicaraan.

"Jangan sedih-sedih, hari ini kita party!" Ucap galih sambil menembakan tembakan ulangtahun kelangit, suara ledakannya begitu nyaring ditelinga, membuat yang ada disana menutup telinga.

Setelah Kafka meniup lilinya, mereka sibuk sendiri, seperti Awan dan Nasya yang tengah asik berpacaran. Mengapa mereka berani? Ya biar lah orang papah galih sudah merestui mereka. Abisma dan galih yang tampak berbincang serius, entahlah Kafka tidak tau mereka membicarakan apa dia juga tidak kepo!

Sekarang hanya tersisa Kafka dan Salma, Salma mengelus puncak kepala Kafka, sang empu yang merasa nyaman, merubah posisinya jadi tiduran dan menjadikan paha Salma sebagai bantalan.

"Kamu, jangan kebanyakan pikiran. Kamu juga harus bahagia, mereka aja bahagia. Masa kamu harus nangis terus." Salma berujar sambil terus mengelus Surai rambut Kafka. Salma mengamati pahatan Tuhan yang begitu sempurna menurutnya.

Bersyukur sekali Salma memiliki Kafka, Kafka benar-benar menepati janjinya untuk membuka hati, Salma merasa dicintai begitu hebat oleh Kafka.

"Hhh, iya. Aku juga gak mau lagi peduli sama mereka!"

"Eh, gak boleh gitu. Mau gimanapun mereka tetep orang tua kamu." Nasehatnya, ya Salma tau seberapa kecewa Kafka saat ini. Tapi membenci mereka juga bukan hal yang baik!

"Yaudah gimana kalo dibalik, mau gimanapun aku anak mereka. Harusnya mereka ngasih tau aku, buat keputusan mereka.... "

"Sayang.... " Salma memanggilnya pelan, Kafka yang merasa terpanggil membuka matanya yang sempat terpejam.

"Mungkin mereka punya alasan tersendiri, untuk gak ngasih tau kamu."

"Coba deh kamu bayangin, kalo aku kemarin gak kerumah ayah. Mau sampe kapan aku dibodoh-bodohi sama mereka! Mau sampe kapan aku, bermimpi yang kenyataannya mustahil lagi terjadi.... "

"Liat, suprise yang mereka siapkan untuk hari ulang tahun aku. Sangat mengejutkan." Lanjutnya, matanya mulai memanas dan berkaca-kaca

"Sini peluk" Kafka langsung berhambur kepelukan Salma, pelukan yang sudah menjadi candunya saat ini. Menopang dagunya di bahu Salma, sedari tadi menahan menangis susah payah. Setelah masuk kedalam pelukan pecah juga tangisnya.

Tangis yang begitu pilu, bahkan seluruh atensi mata kini sudah tertuju kepada Salma dan Kafka, padahal dari tadi mereka sibuk masing masing.

Galih mendekat ke arah Kafka, mengelus punggung bergetar itu. "Anak papah kenapa, hm? Udah jangan nangis terus, jangan terus berlarut. Udah, ya?" Kafka masih terisak kecil, dan tak sekencang tadi menangisnya.

.
.
.

Sejak hari itu, kedua orang tua Kafka tidak pernah menghubunginya lagi, mungkin mereka lupa punya anak lain selain anak dari keluarga barunya? Hari demi hari kagak lalui, hingga tidak terasa sudah terhitung enam bulan setelah kejadian itu, Kafka tidak pernah bisa move on dari kejadian itu, itu sangat Ter amat sakit baginya!

"Sayang.... " Panggil Kafka, ke siapa lagi kalo bukan bebeb darling Salma? Mereka sedang berada di kantin sekolah menghabiskan uang untuk mengisi perutnya yang lapar.

"Apa? Kamu mau apa?" Tanya Salma, pasalnya tatapan Kafka seperti menginginkan sesuatu.

"Mau hug!" Percayalah, Kafka semakin hari semakin bucin. Tiada hari tanpa bucin, bahkan mengalahkan kebucinan Nasya dan Awan. Tak ayal mereka berpasangan tapi ketika melihat Kafka dan Salma bermanja-manja, mereka seperti nyamuk! Entah kenapa jadi mengamati mereka berpacaran, bukannya ikut mesra-mesraan!

"Diem deh, ini masih di sekolah, jangan macem-macem!" Omel Salma, Salma juga makin hari makin cerewet. Kafka salah dikit aja langsung kena semprot hadehhh

"Ahh, sayang.... Mau hug!"

"Hug, sama tambok sana. Udah ah aku mau ke toilet dulu!" Salma meninggalkan Mereka bertiga disana, Salma sangat kebelet!

Sekarang giliran awan yang balas dendam, dia mau hug-hug manaja sama bebeb Nasya, biar Kafka irwi.

"Kaf, Salma gak balik-balik dari toilet. Telpon gih, takut kenapa-napa." Ucap Awan, pasalnya sudah 10 menit lebih Salma meninggalkan kantin, masa iya pergi ke kelas gak bilang-bilang?

"Hpnya gak aktif!" Nada Kafka terdengar khawatir, sebenarnya sedari tadi dia sudah gelisah, kekasihnya tidak kembali-kembali.

"Gue khawatir, ayo susul. Ayo yang" ujarnya sambil menggandeng Nasya untuk ikut bersamanya.

.
.
.

Haloooooo, sebenarnya aku ini nulis apa sih? Bingung sendiri, maaf jika ada typo berlebih aku malas mengecek wkkwkam

Garis Takdir [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang