💐1💐

2.4K 189 29
                                    

Haii everyone. Selamat pagi menjelang siang.

Selamat membacaa💃📖

💐💐💐💐

Mayora memejamkan mata saat ikat pinggang Hamdan melekat di punggung nya. Bunyi pecutan itu sangat keras menggema dalam ruangan empat kali empat tersebut.

Mayora memejamkan mata dan menggigit bibir nya kuat-kuat meredam suara pekikan kesakitan yang di rasakan nya.

Prang

Yora membuka mata. Ia melihat ikat pinggang yang terbuat dari kulit itu sudah tergeletak di atas lantai.

"Sudah berapa kali Papa bilang. Jangan pernah berteman dengan anak jalanan tersebut. Tetapi tampak nya kamu tidak pernah mendengar ucapan Papa Yora. Kamu selalu membangkang. Mau jadi apa kamu hah? Apa yang kamu dapat dari berteman dengan mereka yang tidak punya masa depan itu."

Mayora mengangkat kepala nya menatap Hamdan dengan berani.

"Tidak ada yang salah berteman dengan mereka. Aku menyukai nya. Mereka ikhlas berteman denganku tanpa memandang siapa aku. Papa perlu tahu tidak ada yang tahu masa depan seseorang, Pa. Bisa jadi di masa depan nanti mereka berhasil dan sukses. Papa tidak bisa menilai rendah mereka seperti itu."

Hamdan semakin berang. Wajahnya mengeras. Ia menatap nyalang anak nya yang semakin berani.

"Berani kamu melawan papa, Yora? Lihat! Sekarang kamu berani menjawab perkataan Papa. Ini! Ini yang tidak Papa suka. Mereka membawa pengaruh buruk untuk kamu. Kamu suka melawan sekarang."

Hamdan menunjuk muka anak nya marah. Mayora menggeleng.

"Justru mereka memberi pengaruh baik untukku. Papa lah yang memberi pengaruh buruk untukku."

Deg

Hamdan terdiam mendengar ucapan lirih Mayora barusan. Mayora tersenyum tipis.

"Apa papa sudah selesai menghukumku. Aku mau ke kamar."

Hamdan terdiam. Merasa tidak ada tanggapan dari Hamdan, Mayora keluar dari ruang kerja tersebut.

Hamdan menghela nafas gusar dan menengadahkan wajah nya ke atas sembari berkacak pinggang.

"Benar-benar anak pembangkang."

Di luar Mayora berpapasan dengan Sadjiwa. Mayora bahkan enggan untuk menatap Sadjiwa sedetik pun. Ia berjalan lurus dan berbelok menaiki tangga menuju kamar nya.

Sedangkan Sadjiwa menatap punggung rapuh milik Mayora.

Sadjiwa mengetuk pintu ruang kerja Hamdan.

"Masuk!"

Djiwa langsung membuka pintu dan masuk ke dalam.

"Maaf, permisi Pak. Saya datang membawa dokumen yang Bapak butuhkan." Djiwa meletakkan dokumen tersebut di atas meja.

Hamdan mengangguk.

"Terima kasih Djiwa."

Djiwa menatap Atasan sekaligus orang yang telah banyak berjasa untuk nya. Hamdan tampak lelah.

"Apa masih ada yang di butuhkan, Pak?"

Hamdan menggeleng. "Tidak ada. Sudah cukup ini saja. Kamu bisa kembali beristirahat, Djiwa."

"Baik, Pak. Kalau begitu saya pamit undur diri."

Hamdan hanya mengangguk. Djiwa keluar dari ruangan tersebut. Sesaat ia kembali mendongak ke lantai dua.

"Djiwa,"

"Ah iya, Buk." Djiwa menatap nyonya rumah tersebut yang tersenyum lembut.

"Habis ketemu Bapak?"

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang