10

763 155 40
                                    

Ambar menatap layar handphone nya dengan sedih. Anak sulung nya belum mau pulang. Ini semua salah diri nya dan suaminya.

"Mama," Keyla datang ke rumah sakit. Di belakang nya ada Djiwa yang menyusul.

Ambar tersentak dan segera menghapus air mata nya.

"Mama menangis?" Keyla menyipitkan mata.

Ambar menggeleng. "Nggak kok
Ini kelilipan tadi." Ambar berusaha tersenyum namun mata nya tidak bisa berbohong kalau ia baru saja habis menangis.

Djiwa diam mendengar percakapan ibu dan anak tersebut.

"Mama habis hubungi Siapa? Jangan bilang Mama menghubungi Mayora."

Tidak ada riak wajah yang terkejut dari Djiwa ketika mendengar nama Mayora di sebut. Tetapi tidak ada yang tahu bagaimana hati nya ketika mendengar nama kekasih nya di sebut.

"Udah ku bilang jangan pernah menghubungi dia lagi, Ma. Anak durhaka itu nggak bakal pulang. Sekalipun Papa udah nggak ada."

Plak!

"Keyla jaga ucapan kamu!" Ambar langsung menatap tangan nya begitu ia baru saja menampar pipi Keyla. Keyla memegang pipi nya dan menatap Ambar dengan kecewa.

Ambar tergugu ia menatap Keyla dengan perasaan bersalah.

"Mama menampar aku hanya karena anak sulung Mama itu yang nggak pernah pulang." Bisikan lirih Keyla membuat Ambar menggeleng.

"Maafkan Mama, Key. Mama---," Keyla langsung berbalik pergi. Padahal Ambar belum selesai bicara.

Ambar menatap punggung Keyla dengan sedih. Ia terduduk di bangku ruang tunggu.

Djiwa menatap Ambar dengan kasihan. Ia tidak peduli terhadap Keyla yang pergi.

Djiwa duduk di samping Ambar tanpa bersuara.

"Ibu harus bagaimana Djiwa. Rasa nya sangat berat sekali menjalani hari-hari ini. Ibu baru saja menghubungi Mayora. Dia tidak mau pulang. Padahal sudah Ibu katakan Bapak masuk rumah sakit. Tetapi, hati Mayora tidak terketuk untuk pulang. Apa yang harus Ibu lakukan Djiwa. Ibu bingung."

Djiwa menatap Ambar yang kembali menghapus air mata nya.

"Semua butuh waktu, Bu."

"Enam tahun Djiwa. Enam tahun Mayora belum bisa memaafkan kami. Ibu tidak tahu seberapa sakit hati Mayora sampai detik ini."

Djiwa kembali diam. Ambar tampak menarik nafas. Ia berusaha tampak baik-baik saja.

"Kamu mau ketemu Bapak?"

Djiwa mengangguk. "Kamu bisa langsung masuk saja."

Djiwa berdiri. "Saya masuk sebentar, Bu." Ambar mengangguk.

Djiwa kemudian membuka pintu ruang inap Hamdan. Tampak Hamdan sedang duduk termenung. Televisi di depan nya hidup namun mata nya tampak kosong.

"Selamat siang, Pak!"

Hamdan kemudian menoleh. Ia tersenyum tipis dan mengangguk.

"Kamu datang Djiwa."

Djiwa mengangguk kemudian duduk di kursi yang sudah di sediakan.

"Bagaimana keadaan Bapak sekarang?"

"Sudah sedikit membaik. Saya sudah lelah berada di rumah sakit. Saya mau pulang saja rasa nya. Di rumah lebih enak dari pada di sini."

"Kalau Bapak sudah sembuh total, dokter bakal memperbolehkan Bapak pulang."

Hamdan mengangguk.

"Mungkin sakit saya ini karma buat saya, Djiwa."

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang