💐24💐

908 192 43
                                    

Djiwa menyugar rambut nya kasar dengan dada yang sesak seolah di himpit batu besar. Ia kesulitan bernafas. Ia marah. Ia benci. Ia terluka.

Andai saja!

Andai saja Mayora mengubungi nya selama enam tahun ini. Ia tidak akan membenci perempuan itu sampai begini rasa nya. Mungkin ia akan mengalah dan menganggap dan melupakan kepergian Mayora. Namun enam tahun menunggu Djiwa tidak pernah mendapat kabar apapun dari Mayora sendiri. Itu berarti memang Mayora sengaja untuk melupakan nya. Tidak adil rasanya Mayora ikut melupakan nya karena dia ingin melupakan keluarga dan kesakitan yang dia rasakan.

Djiwa tahu bagaimana terpuruk, kesedihan, kesepian yang di rasakan Mayora dulu. Namun di sini, ia pun merasa sakit saat melihat wajah Mayora yang berlinang air mata. Ia juga merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Mayora. Harus nya Djiwa dobrak saja benteng dan mengakui kalau dia berhubungan dengan Mayora di depan Hamdan. Banyak kata seharus nya dan seandainya yang ia pikir kan sekarang ini.

Djiwa menghirup nafas pelan dan menghembuskan nya perlahan lewat mulut. Ia mengusap wajah nya. Kenapa ia tidak bisa melupakan Mayora. Banyak perempuan di luar sana yang sengaja mendekati nya namun pikiran nya tetap kepada Mayora. Lagi lagi Djiwa menghela nafas lelah. Hati nya sangat lelah. Ia ingin istirahat sejenak tanpa memikirkan Mayora. Apakah bisa?

****

Mayora menggigil di atas ranjang. Badan nya panas. Ia kesakitan. Kepala nya pusing. Ac masih hidup. Mayora membiarkan.

Ia tidak sanggup untuk sekedar membuka mata. Dada nya terasa perih dan berdenyut. Sakit sekali rasa nya.

Pintu terbuka. Djiwa berniat ingin mengambil baju. Ia belum mengganti pakaian kerja nya.

Namun mata nya menatap Mayora yang tampam meringkuk di atas ranjang.

Djiwa bersikap abai dan cuek. Apalagi melihat punggung mulus Mayora. Tubuhnya langsung bereaksi.

Djiwa berbalik setelah mengambil pakaian nya. Ia kembali menatap ke ranjang. Kali ini ada yang aneh. Tubuh Mayora bergetar.

Djiwa mendadak panik. Ia melempar pakaian nya begitu saja dan mendekati Mayora.

Bibir Mayora bergetar. Djiwa menyentuh lengan Mayora dan berjengit saat merasakan kulit Mayora yang panas.

Djiwa mengecek suhu kening Mayora panas. Namun kenapa Mayora malah menggigil.

"Sakit," Mayora bergumam dengan mata tertutup.

"Bangun!"

Djiwa membangunkan Mayora. Jantung nya berdetak kencang. Ia khawatir

"Mayora bangun!" Djiwa bersuara lebih keras. Mayora pun membuka mata sedikit.

"Sakit." ulang Mayora kembali menutup mata. Djiwa segera ke luar mengambil obat dan air putih.

Djiwa memaksa Mayora bangun dan membantu minum obat.

"Kita ke rumah sakit!"

Mayora menggeleng. Djiwa mendesah keras. Djiwa segera mematikan AC. Ia segera membuka seluruh pakaian nya menyisakan bokser saja.

Ia segera naik ke atas ranjang dan memeluk tubuh Mayora dari belakang. Ia berhati-hati supaya tangan nya tidak mengenai dada Mayora.

Djiwa menyamankan posisi Mayora dan dirinya. Dari jarak sedekat ini Djiwa haris bisa berfikir jernih. Jangan sampai nafsu hewan binatang nya lebih berkuasa saat ini. Bagaimana tidak harum tubuh Mayora tidak bisa membuat nya fokus. Jangan lupakan tubuh dan kulit mereka saling bersentuhan.

Djiwa menyibak rambut Mayora dan membenamkan wajah nya di leher Mayora.

Hawa yang keluar dari tubuh Mayora sangat panas. Mayora masih menggigil. Djiwa semakin mendekap tubuh Mayora. Ia memeluk perut Mayora dan membelitkan kaki mereka.

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang