67/Tamat

826 165 15
                                    

Djiwa segera terbang ke malang begitu tahu dan dapat kabar kalau istri nya pingsan. Meeting proyek besar pun di tinggalkan nya begitu saja. Dalam pikiran nya hanya tentang istri nya.

Begitu sampai di kediaman Ibuk. Djiwa langsung menemui Mayora.

"Baru tidur istrimu. Sepulang dari klinik langsung istirahat."

Djiwa menoleh menatap Ibuk. "Kenapa nggak di rawat saja buk. Kata dokter Mayora kenapa? Sampai pingsan."

"Kata dokter nya tidak perlu di rawat. Perbanyak istirahat. Nanti deh kamu tanya sendiri Mas. Ibu ke bawah dulu ya. Kamu temani istrimu di sini." ujar Ibuk menatap dalam pada anak laki-laki nya.

"Iya, Buk."

Djiwa kembali menatap wajah pucat istri nya. Tangan Mayora berada dalam genggaman Djiwa. Sesekali tangan itu di bawa ke bibir nya dan di kecup.

Djiwa mengusap rambut Mayora dengan sayang.

"Jangan buat Mas khawatir sayang." bisik Djiwa pelan. Ia sangat mencintai istri nya. Ia tidak mau terjadi apa-apa terhadap Mayora. Cukup mereka berpisah enam tahun tanpa komunikasi apapun. Djiwa tidak bisa hidup tanpa Mayora.

Setengah jam menatap wajah perempuan nya tidur. Djiwa memutuskan untuk mandi dan berganti pakaian. Di badan nya masih melekat pakaian kerja.

"Mas mandi sebentar ya sayang." Sebelum bangkit dari duduk nya. Djiwa mengecup kening Mayora.

Dalam kamar mandi Djiwa memutuskan untuk menyiram kepala nya dengan air dingin. Sedangkan di dalam kamar Mayora masih tidur.

Djiwa keluar dari kamar mandi dengan handuk sebatas pinggang. Ia segera mengambil pakaian dalam lemari. Baju baju nya masih banyak dalam lemari dan masih muat.

"Mas..." Djiwa langsung berbalik mendengar panggilan dengan nada lemah barusan.

"Sayang." Djiwa segera menghampiri Mayora yang sudah bangun.

Mayora tersenyum melihat keberadaan suami nya.

"Mau apa sayang?" Djiwa membantu Mayora duduk dan bersandar di kepala ranjang.

"Haus."

Djiwa segera mengambil gelas yang sudah berisi air minum di meja nakas samping tempat tidur. Biasanya memang air minum selalu tersedia di sana.

Djiwa kembali meletakkan gelas ke tempat awalnya. Mayora masih tersenyum dengan wajah pucat nya.

"Mas kapan sampai?" Mayora minta di peluk dengan manja. Djiwa segera membawa tubuh istri nya ke dalam dekapan nya.

"Belum lama sayang." Mereka berpelukan seperti orang yang sudah lama tidak bertemu. Mereka melepas rindu.

Pelukan terlepas. Djiwa menatap wajah istrinya. Ia usap pipi Mayora.

"Dua hari berjauhan kenapa bisa sampai sakit begini, hm?"

Mayora menggeleng. "Nggak sakit kok."

"Kalau nggak sakit kenapa bisa pingsan? Mas khawatir sekali loh sayang. Mas langsung berangkat dari kantor loh tadi."

Mayora masih tersenyum. "Jangan senyum senyum, Mas lagi khawatirin kamu."

"Duh suamiku. Aku nggak papa kok. Cuma kecapekan aja kata dokter nya." sahut Mayora mencoba menenangkan Djiwa.

"Kecapekan?"

Mayora mengangguk.

"Memang ngapain aja selama di sini sampai kecapekan. Kamu kerja?"

Lagi lagi Mayora menggeleng. "Terus makan nya nggak teratur atau bagaimana? Kalau kayak gini Mas nggak izinkan kamu jauh jauh dari Mas. Apalagi pisah pisah begini."

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang