💐9💐

785 153 39
                                    

Siapkan tisyu. Adegan mengandung kesedihan

Enam tahun kemudian

Bunyi suara kilatan jepretan kamera itu memenuhi sebuah ruangan yang penuh di isi oleh para penggemar mode & fashion.

Seorang wanita berjalan dengan anggun dan tatapan fokus ke depan memutari panggung.

Pakaian yang di kenakan nya pun tampak sangat pas dan cocok berada di tubuh nya.

Ia bergaya saat lampu sorot itu mengarah kepada nya. Beberapa pose di peragakan nya sebelum berbalik ke belakang panggung. Wajah nya datar. Tidak ada senyum sama sekali. Tampak sangat misterius. Tapi itu lah yang menjadi daya pikat nya selama ini. Karena ekspresi wajah yang khas tersebut ia bisa menjadi seorang model terkenal yang melalang buana di kancah internasional.

"Good job, Mayo."

"Thanks Miss."

"Oke, kamu bisa istirahat."

Mayora mengangguk. Ia segera ke dalam bilik yang di sediakan untuk setiap model untuk berganti kostum.

"Mayo,"

Seorang perempuan dengan rambut pirang masuk ke dalam bilik Mayo.

Steffy, perempuan asal indonesia yang menjadi manager Mayora selama dua tahun ini.

"Abis ini lo ada pemotretan sama Joy."

Mayora mengangguk. "Lo udah siapin barang-barang gue?"

Steffy mengangguk. "Udah beres. Tinggal berangkat aja." jawab Steffy sembari mengotak atik ponsel nya.

"Oke. Gue ganti baju sama bersihkan make up dulu."

Steffy mengangguk. Mayora menatap wajah nya dalam cermin. Wajah yang nyaris sempurna namun tidak mempunyai aura bahagia. Mayora menghela nafas sembari menunduk.

Ponsel nya bergetar. Ia terdiam lama menatap layar ponsel nya sampai panggilan itu berhenti dan kembali bergetar.

Mayora menggeser panggilan dan menempelkan ponsel ke telinga.

"Mayora," suara parau Ambar menyapa gendang telinga nya.

"Ya," Mayora menatap pantulan dirinya dalam cermin.

"Papa Sakit. Sudah seminggu. Kamu nggak mau pulang?"

Sudah seminggu dan baru menghubungi nya. Mayora tersenyum miris.

"Sudah enam tahun berlalu Mayora. Kamu nggak kangen pulang?" Lagi suara Ambar terdengar.

"Pulang kemana? Aku sudah di usir."

Bayangan masa lalu kembali hadir di pelupuk mata Mayora.

"Mayora," nada suara Ambar terdengar pilu. Mayora menguatkan hati nya.

"Maafkan Papa kamu, Nak. Mama juga minta maaf. Kamu pulang ya! Kami rindu."

"Aku tidak bisa."

Suara tangis Ambar pecah. Ia sangat menyesal sekarang. Ia kehilangan anak sulung nya.

Mayora menggigit bibir nya dengan mata yang berkaca-kaca. Ia segera mematikan panggilan tidak mau mendengar suara tangisan Ambar. Lebih tepat nya ia takut rapuh dan lemah. Ia sudah berusaha tampak kuat tanpa keluarga nya selama enam tahun ini.

Mayora memejamkan mata nya. Ingatan enam tahun lalu kembali berputar di ingatan nya.

Flashback

"Pergi kamu dari rumah ini. Saya tidak punya anak seperti kamu. Bikin malu saja."

"Pa, aku cuma mau menjemput temanku. Dia mabuk Pa. Aku nggak ngelakuin apa-apa. Aku nggak mabuk."

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang