💐2💐

986 143 6
                                    

Djiwa membuka pintu apartemen nya dengan wajah sedikit lelah. Ia baru saja pulang sehabis bertemu dengan Sergio dan Sultan.

Djiwa menghidupkan lampu sehingga ruangan menjadi terang benderang. Namun bukan itu fokus nya sekarang melainkan pada sosok gadis yang sedang meringkuk di sofa.

Djiwa segera menghampiri sosok gadis tersebut.

Mayora bangun dan mengerjapkan mata nya menyesuaikan pencahayaan yang silau.

Djiwa berjongkok di dengan lutut menyentuh lantai di hadapan  Yora.

"Kenapa nggak bilang dulu kalau mau ke sini, hm?"

Yora menggeleng. "Nggak sempat."

Yora menarik tangan Djiwa. Seolah paham Djiwa langsung bangkit dan duduk bersandar di sofa.

Yora langsung pindah dan duduk di pangkuan Djiwa. Ia menyembunyikan wajah nya di leher Djiwa seraya menghirup wangi pria nya yang mampu menenangkan gundah gulana yang sedang bersarang di tubuh dan pikiran nya.

Djiwa langsung paham apa yang di rasakan oleh Mayora. Ia mengusap punggung gadis yang berada di pangkuan nya saat ini.

"Jangan di usap."

Gerakan tangan Djiwa terhenti. Ia langsung menjauh bahu Yora sedikit agar bisa menatap wajah gadisnya.

"Sini, Mas mau lihat."

Yora menggeleng. "Jangan. Nanti Abang tergoda melihat punggung mulusku."

Djiwa menatap mata Yora. Di saat seperti ini masih saja gadisnya ini melawak.

"Sudah di kasih Obat?"

Yora mengangguk. "Bibi yang bantu ngolesin nya."

"Masih sakit?" Djiwa mengusap pipi Yora dengan sayang.

"Sedikit sih." Yora tertawa pelan. Djiwa mengangguk. Padahal ia tahu kalau Mayora hanya pura-pura terlihat baik-baik saja di hadapan nya. Yora akan selalu terlihat kuat dalam keadaan apapun.

Di satu sisi Djiwa senang dengan sifat Yora yang satu ini di sisi lain hati nya ikut sakit dan sedih melihat penderitaan yang di alami Mayora.

"Tadi aku ke sini niat nya cuma mau numpang makan. Terus nggak tahu ketiduran habis makan."

Djiwa melirik arloji nya. Sudah jam sebelas lewat.

"Pulang ya, Mas antar!"

"Nggak mau. Aku mau di sini." Yora menggelengkan kepala nya dan kembali memeluk leher Djiwa.

"Sudah mau tengah malam, sayang." ujar Djiwa pelan dan lembut sembari tangan nya mengusap rambut halus Yora.

"Biarkan saja."

"Nanti ketahuan di hukum lagi. Mas nggak mau kamu kena hukum lagi."

Yora mengerucutkan bibirnya manyun.

"Sini cerita tadi di hukum kenapa sama Papa?"

"Seperti biasa. Papa nggak suka aku berteman sama Dian dan yang lainnya."

Djiwa menghela nafas pelan. "Mas nggak boleh marah." Ujar Mayora cepat sebelum Djiwa mengeluarkan kata-kata nya.

"Kamu tahu kan kalau Mas juga nggak suka kamu sering menghabiskan waktu bersama mereka. Mas kurang percaya sama mereka."

"Itu karena Mas nggak mengenal mereka. Coba kalau sudah kenal dan dekat mereka semua baik Mas. Maka nya aku betah temenan sama mereka. Dan itu bukan waktu yang sebentar. Udah hampir dua tahun aku berteman sama mereka."

Djiwa mengangguk. "Terus kenapa di hukum?"

"Karena membantah dan melawan perkataan Papa,"

Djiwa kembali diam. Jujur saja ia sudah pernah melihat bagaimana Mayora mendapat hukuman dari Hamdan. Mulai dari hukuman ringan sampai yang terberat sekali pun pernah Djiwa lihat dengan mata kepala nya sendiri saat ia belum sedekat ini dengan Mayora.

IT'S ME MAYORA [EBOOK DI PLAYSTORE/KARYAKARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang