Epilog

120 4 0
                                    

Saat ini Gavin sedang berada di keramaian seperti di pameran, Gavin sangat asing dengan wajah orang orang disana namun dia salah fokus dengan salah satu perempuan berbadan kecil dengan rambut sepundak.

"Zurra?" Perempuan itu menoleh saat di panggil nama nya, ntah mengapa tempat yang tadi nya ramai langsung terasa sepi.

"Kak Gavin? Kak lo kemana aja sih gue nungguin lo tau gak!!" Celotehan itu sudah lama tidak Gavin dengar.

"Kangen, Ra." Mata Gavin berkaca kaca memandangi kedua bola mata Zurra, dia langsung memeluk erat tubuh mungil Zurra.

"Makasih ya kak udah jadi obat buat gue, sekarang gue udah sembuh kak, makasih udah jadi obat buat semua luka luka gue."

"Apapun buat lo Ra, gue rela lakuin semuanya, bahkan gue mau Ra ambil bunga mawar tanpa sarung tangan, demi lo." Berkali kali Gavin menciumi pucuk kepala Zurra dan mengelus punggung Zurra.

Zurra pun melepaskan pelukannya dan memegang erat kedua tangan Gavin lalu menatap kedua mata Gavin.

"Kak, bahagia terus ya? Gue mohon sama lo buat terus bahagia."

"Pasti Ra, asalkan lo sama gue." Dengan cepat Zurra menggelengkan kepalanya.

"Ga bisa kak, gue ga bisa buat terus sama lo, tapi gue ada di sini kak," tangan Zurra tertuju pada dada Gavin dan mengelus nya.

"Di hati lo, selalu."

"Ngga Ra, lo ga boleh kemana mana lo bakal terus sama gue. Tolong jangan pergi lagi Ra, tolong ajak gue kemanapun lo pergi."

"Ga bisa kak, gue udah bahagia di sini," ucap Zurra dengan seulas senyum yang manis.

"Ra.."

"Ngga kak, ga bisa."

Gavin kembali memeluk tubuh Zurra, lalu menangis.

"Jangan nangis kak, gue minta maaf." Zurra melepaskan pelukannya dan mulai mengusap air mata Gavin.

Perlahan Zurra menjauh dari hadapan Gavin, dan tempat yang sepi kembali ramai Gavin berlari mengejar Zurra namun Zurra semakin jauh untuk di kejar karena tertutup oleh orang ramai.

Gavin terlalu sibuk mengejar Zurra hingga tak fokus dengan sekitar, akhirnya Gavin bertubrukan dengan orang dengan kencang hingga membuat Gavin pingsan.

***

Gavin terbangun dengan nafas yang memburu, ia pun segera duduk dan mengatur nafasnya dadanya terasa sesak matanya terasa berat.

Dia sudah berada di Bandung dan berada di apartemen nya.

Gavin mengacak rambutnya frustasi, air matanya jatuh di sertai dengan pilu yang mendalam.

"Ra..." dia melirik ke seluruh penjuru ruangan berharap ada Zurra nya di sana, namun nihil dia tidak mendapatkan kasih nya.

"Zurraaa," suara Gavin mulai meninggi dia berharap bahwa Zurra masih ada.

"Azzurra!!!" Gavin mulai teriak dan terus menerus memanggil nama Zurra. Dia segera bangkit dari duduk nya dan mencari Zurra ke seluruh kamar nya, sambil menyebut nama Zurra berulang kali.

Awan yang mendengar dari ruang tengah segera berlari kekamar Gavin dengan terburu buru, dia mendapatkan Gavin sedang memukuli dirinya sendiri dan seperti mencari sesuatu.

"Gav, stop Gav." Gavin tak menghiraukan temannya dia semakin jadi memukuli dirinya sendiri mata nya tak lepas melirik ke seluruh ruangan.

"Azzurra mana Wan? Tadi dia ada sama gue."

"Lo cuma mimpi Gavin, Zurra udah ngga ada." Saat mendengat kalimat itu Gavin terduduk lemas di atas kasur, dia memandangi dirinya di cermin.

"Lo boong pasti, ga mungkin Zurra gaada." Gavin terus menerus menyangkal ucapan Awan tanpa menoleh ke awan sedikit pun.

Tangan Awan terulur dan menyodorkan obat kepada Gavin.
"Minum, Gav," awalnya Gavin menolak karena di paksa terus oleh Awan akhirnya Gavin menerima obatnya dan segera minum.

"Mau sampe kapan Gav?" Gavin pun menoleh ke Awan lalu menjawab.

"Apa nya?"

"Mau sampe kapan lo terus terusan begini, nyiksa diri lo sendiri."

"Sampe gue dapet ganti nya Zurra."

"Tinggalin gue sendiri Wan, tolong..." Awan yang mengerti dia pun langsung meninggalkan Gavin sendiri di kamar nya.

Lalu Gavin kembali berbaring di atas kasur, sambil menatap langit langit dengan mata yang memerah dan air mata yang mengalir.

***

Obat Untuk Luka | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang