8. waktunya putus asa?

51 36 3
                                    

Dalam hiruk pikuk malam di rumah sakit, lampu-lampu terang menyala menerangi lorong-lorong yang steril dan dingin. Suara langkah cepat para petugas medis dan perawat terdengar bergema di koridor yang panjang, menciptakan atmosfer yang tegang namun terorganisir. Di ruang gawat darurat, pintu-pintu bergeming saat tim medis menerima kedatangan korban kecelakaan tunggal. Suara deru ambulans yang datang bersamaan dengan suara gesekan ban yang terdengar melalui lorong rumah sakit, memberi tanda kedatangan korban yang mendesak untuk mendapatkan pertolongan.

Saat pintu ambulans terbuka, cahaya lampu ambulans memancar, menerangi sosok korban yang segera diturunkan dari tandu. Tim medis dengan sigap menanggapi, membawa korban menuju Unit Gawat Darurat (UGD) dengan penuh kehati-hatian. Suasana di sekitar menjadi tegang, dengan perawat dan dokter yang bersiap-siap melakukan evaluasi cepat terhadap kondisi korban. 

dua pasien korban kecelakaan tunggal terlihat mengalami luka yang begitu fatal, sebuah mobil dengan kecepatan diatas 100 km/ jam itu menabrak bahu jalan sehingga terpental tak terkendali, korban ketiga masih sesekali mengerang dengan kesadaran yang mulai meredup. tenaga medis dengan sigap menangani korban kecelakaan dengan sebaik mungkin. 

beberapa aparat dan pihak yang bertanggung jawab mencoba melacak keluarga ketiga korban, sebuah ponsel yang berhasil diamankan menjadi kunci utama untuk menghubungi keluarga korban. 

...

Di sebuah ruang ICU yang penuh dengan peralatan medis, suasana terasa penuh haru dan kepedihan. Di bawah sinar redup lampu neon, tiga tempat tidur rumah sakit berjajar, masing-masing ditempati oleh seorang ibu dan dua anak lelaki kembar yang baru saja mengalami kecelakaan tragis.

Di tempat tidur pertama, sang ibu terbaring dengan tubuh dipenuhi perban dan alat bantu pernapasan. Napasnya lemah dan teratur, seolah-olah sedang berada di ambang batas antara hidup dan mati. Di wajahnya yang lelah, masih terlihat sisa-sisa kecantikan dan kasih sayang yang begitu tulus. Perawat dengan hati-hati memantau kondisinya, sadar bahwa setiap detik begitu berharga.

Di tempat tidur kedua, salah satu anak kembar mulai menunjukkan tanda-tanda siuman. Matanya perlahan terbuka, dan ia tampak bingung melihat langit-langit ruangan yang asing. Saat pandangannya mulai fokus, ia melihat sekeliling dan menyadari situasi tragis yang mereka alami. Luka-luka di tubuhnya masih terasa sakit, namun yang lebih menyakitkan adalah perasaan kehilangan yang tiba-tiba menyeruak dalam hatinya.

Di tempat tidur ketiga, tubuh saudara kembarnya tertutup kain putih. Di sampingnya, seorang wanita muda berdiri dengan wajah penuh duka. Tunangan dari saudara yang meninggal, ia memegang tangan dingin itu dengan penuh kasih, air mata mengalir tanpa henti tersekat cadar yang ia kenakan. Ia terisak pelan, berusaha menerima kenyataan pahit bahwa pria yang ia cintai telah pergi untuk selamanya.

Alvarez dengan mata terbelalak melihat sekeliling, wanita bercadar pada hari itu kini tengah duduk rapuh disamping seseorang yang sudah tertutup kain putih, Alvarez menelan ludah namun tercekat di kerongkongan, perasaannya tersentak.

'kak, kakak' batin Alvarez hendak berteriak namun suara itu berhenti di sela-sela mulut, Alvarez tergagu. rasa shock dan pilu yang bersarang di beberapa bagian tubuh membuat Alvarez begitu sulit untuk berbicara.

...

"kak, serius mau lanjut? mendingan kita istirahat dulu di rest area nanti pagi kita lanjut." usul Alvarez meminta sang kakak untuk istirahat.

"gapapa, kakak masih seger ko, kamu temenin kakak ya" jawab Alfarabi sembari mengemudi dengan santai.

"iyya ka, Alva masih seger ko, kalo ketiduran bangunin yaaa"

...

Alvarez masih tidak menyangka baru saja beberapa waktu ia dan keluarga kecilnya tertawa riang dan bahkan bercanda puas tapi detik ini.

seorang pria mendekati Alvarez, pria tua dengan kopiah putih serta sarung membantu Alvarez untuk duduk. Alvarez dengan tertatih mulai duduk ia masih menundukkan kepalanya.

'coba tadi gua ga ketiduran, coba tadi gua maksa kakak buat ke rest area, kenapa, kenapa.... ada apa semua ini? kakak harus secepat ini pergi, kenapaaaaaaaaaaaaa' Alvarez terus menyalahkan dirinya, semua pilu ini kesalahannya. 

air mata setetes demi setetes mengalir deras, pria paruh baya itu tak mengerti apa yang dipikirkan Alvarez namun. "Nak, allah tidak akan membebani seorang hamba dengan beban yang melebihi kapasitas hambanya, abi ikut terpukul dengan kecelakaan ini" sebuah lirih semangat mencoba menarik Alvarez dari dalamnya jurang putus asa dan rasa bersalah.

Alvarez terdiam ia menelengkupkan kedua tangannya menahan air mata yang terus mengalir. perih itu terus bersarang dalam hati, rasa sakit itu seperti bahagia menari diatas luka yang sudah terkoyak penuh darah. Alvarez mencoba tenang namun nafasnya terus memburu membuat ia pecah dalam tangisan yang lebih dalam.

(Zahratunnisa)

perjalanan cukup panjang menuju rumah sakit. air mata itu tidak lagi terbendung sesak dalam dada terus memburu wanita itu memeluk sang kakak begitu erat bahkan dengan segenap tenaga yang mulai melemah.

"Zahra, Zahra, kenapa begini kakkkk?" lirih wanita yang menenggelamkan wajahnya dalam pelukan sang kakak.

wanita dengan panggilan kakak itu tidak bisa berkata apa-apa atas pertanyaan sang adik, bagaimana menjawab sebuah ucapan yang berasal dari dalamnya luka di hati, bagaimana menjawab perasaan seseorang yang bahkan baru mengenal hangat namun harus tergeletak di kutub dengan hawa dingin yang meretakkan kulit hingga berdarah, membekukan kaki sehingga harus diamputasi. 

perih air mata Zahra bisa dirasakan oleh semua orang di dalam mobil malam itu. Abi, Ummi, Kak Ulya semua terdiam. Kak Ulya hanya terus mengusap punggung Zahra.

"De, Allah punya takdir lain untukmu... kakak tidak tau harus berucap apa, tapi tolong de, sertakan allah dalam tangismu itu." lirih Kak Ulya disusul air mata yang membasahi pipi. tak ada kata-kata yang bisa menenangkan hati yang bahkan baru mengenal bahagia namun harus diasingkan oleh luka. 

Setelah perjalanan panjang yang dipenuhi kegelisahan dan air mata yang tak terbendung, akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Wanita itu, dengan mata merah dan bengkak, keluar dari mobil sambil memeluk sang kakak erat-erat, seolah takut kehilangan pegangan pada kenyataan yang pahit ini. Dada mereka terasa sesak, dipenuhi oleh kepedihan dan ketakutan yang mencekam. Mereka berjalan cepat melalui lorong-lorong rumah sakit yang berbau antiseptik, langkah mereka terburu-buru namun terasa berat. Sesekali wanita itu terisak, menggenggam tangan sang kakak lebih erat, berharap mendapatkan kekuatan dari sentuhan itu. 

seorang dokter mengarahkan mereka menuju ruang ICU dimana tiga kasur berjajar, sosok pria tertutup kain putih di sudut ruangan menjadi menjadi luka terdalam. Zahra, wanita bercadar itu berhambur disisi jasad tunangannya yang bahkan sudah tidak bernafas, Alfarabi.

"mas janjikan ga akan ceroboh, mas..." suara Zahra tercekat oleh isak tangis yang membeludak. sesak itu makin menjadi-jadi, Kak Ulya mendampingi Zahra mencoba untuk menenangkan Zahra yang sudah terduduk lemas disisi sang kekasih.

...

Zahra dengan luka kehilangannya, Alvarez dengan luka kecerobohan dirinya, kehilangannya, keluarganya. Garis takdir seperti apa yang tengah allah tulis untuk mereka berdua. adakah bahagia yang akan menyambut mereka di hari esok?. semakin gelap suatu malam seakan berbisik bahwa fajar segera terbit.

Bersambung...

...

halo penyintas ku.

wiii selamat membaca lohhhhh buat yang ikutin ceritaku

vote dan komen

jangan lupa jangan lupa

!!!

AM I YOUR ALI || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang