6. BILIK RAIB

5 5 3
                                    

° writer_lombok island🌶️

°

°

°
Pagi ini terlihat mendung seperti biasanya, gerimis masih setia membersamai, siluet mentari hanya terlihat beberapa kali.

Tanah Pandora ini memang bercuaca hujan sejak dulu, datangnya musim semi hanya satu tahun sekali selama 7 hari.

Dalam satu pekan itu warga biasa melakukan aktivitas lebih pagi pergi ke taman kota Pandora sekedar melihat kupu-kupu sebagai pemandangan yang langka.

Di Tanah ini lebih banyak hewan melata, seperti ular dan kadal. Ada banyak lagi hewan seperti katak atau kura-kura yang menjadi hewan liar di pulau ini.

Tak pernah banjir meski air menimpa setiap hari, tanahnya tak becek meski sering dilewati, seperti sudah tercipta untuk tempat lewatnya air secara terus-menerus dan setiap hari.

Di pagi itu omeir, Defilla, Peron dan Rubin duduk di kursi taman tepat di hadapan bilik kosong tak berpenghuni.

Tiba-tiba saja Bilik yang terkunci itu terbuka dengan lebarnya. Omier terbelalak melihat seorang wanita baru bangun dari tidurnya, menyapa setiap tetangga dengan asyiknya mesti wajahnya kusut tak berupa.

Para tetangga yang disapapun tersenyum dengan tulus nya, bahkan ada satu dua yang memberikan sebuah camilan kepada gadis itu. Nampak seorang nenek tua mendekati si gadis dengan mantelnya yang basah memberikan sebuah buah-buahan, dirasa itu adalah hasil panen dari kebun si nenek dan ingin jika si gadis ikut mencicipi.

Ada seekor kucing berwarna putih dengan bulu hitam setengah badan yang mengikuti langkah gadis itu, mereka sama-sama baru bangun dan sama-sama merenggangkan otot.

"arghh...! Kucing dan pemiliknya sama saja" batin Omeir menghembuskan nafas kasar.

"Kupikir bilik itu memang tak berpenghuni" omeir mengutarakan pendapat.

"Entahlah, aku tak tahu apa yang kalian bicarakan, tapi aku mencium bau-bau orang penasaran" sambung peron menggosokkan kedua tangannya menahan dingin.

Rubin meringkik lagi, dia paham dengan pembicaraan kawannya Omeir, Defilla dan Peron.

"Hei kau sudah bisa mencium peron?" Ucap Defilla membuyarkan lamunan.

"Begitulah, kurasa ini karena anugerah hujan. Benar-benar sangat membantu" ucap peron mencubit hidungnya sendiri tanpa disadarinya.

Laksamana datang dengan wajah garang menemui gadis di depan bilik kosong tersebut.

Terlihat Laksamana marah sekali, dan gadis di bilik kosong hanya meringis tertawa menanggapi ocehan laksamana. Sesekali ia melirik kanan kiri lalu mencoba menghibur laksamana di depannya.

Omeir terlihat tertarik, Defilla mendengus kesal melihat ekspresi Omeir yang tidak terlalu memperhatikan ucapan Defilla.

Selang beberapa waktu Omeir menghampiri Laksamana dengan santai dan menyapa.

"Selamat pagi Laksamana, hari yang mendung" Omeir meringis menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Laksamana balik menyapa, "oh selamat pagi juga nak" ucapnya ramah dengan kumis tebalnya beringsut ke atas mengikuti gerak bibirnya.

Ekspresi Laksamana berubah terlihat sekali kalau dipaksakan. Omeir terkejut menanggapi Laksamana yang ternyata mengerti bahasanya.

"Siapa dia Paman?" Gadis urak-urakan itu mengamati Omeir. Dan gadis itu juga berbicara dengan bahasa yang sama. Defilla, peron dan Rubin menyusul dari belakang.

"Ini tamu dari semenanjung Timur, bersikaplah sopan kepada mereka" ujar laksamana

"Maafkan sikap keponakanku Tuan, dia memang seperti ini" tutur Laksamana menutupi kecacatan upacara penyambutan. Maksud kecacatan itu tersendiri ialah salah satu masyarakat nya ada yang tidak mengikuti upacara penyambutan tersebut.

"Tak apa Laksamana kamu sudah sangat merasa tersambut dengan baik" Defilla ikut tersenyum mencoba menghibur. Karena Laksamana sendiri adalah typikal yang menyukai kesempurnaan. Laksamana terlihat sedikit terhibur dengan ucapan Defilla.

Omeir berdecak kagum dengan Defilla yang sekarang, sudah banyak perubahan darinya terlihat semenjak singgah di Pandora Kartika, berbeda sekali saat pertama kali Omeir berjumpa dengannya selama 2 bulan 10 hari Defilla tak pernah berbicara sepatah katapun.

_____------_____----_______---______

Malam itu di persinggahan Omeir terbaring di tempat tidur. Matanya tertutup dengan pemikiran yang masih terbuka sadarkan diri. Fikirannya terbuka karena matanya berubah saat melihat bilik kosong itu. "Pasti ada sesuatu" ujarnya sesekali ia membuka mata. tak tahan juga rasa penasaran dengan wanita di bilik petang itu.

Karena pasalnya mata Omeir hanya akan menyala jika dikehendakinya atau karena ada sesuatu yang raib tak terlihat.

Malam itu juga Omeir pergi tanpa mengajak Rubin untuk pertama kalinya. Mengendap-endap berjalan menyusuri taman dan menuju bilik kosong yang saat ini lampunya sudah menyala.

"Dia berbeda sendiri"
"Bahkan mataku saja bereaksi dengan cepat"
batin omeir.

Tanpa pikir panjang dengan segala resiko nya diketok pintu bilik dengan berani. Tak ada jawaban, diketuknya lagi untuk kedua kalinya tetap sama saja hening kali ketiga Omeir mengetuk pintu terbuka dengan kasarnya, tanpa disadarinya, pintu terbuka dengan kasarnya lalu menghantam hidung Omeir dan dahinya.

BAAAK!!!!

"Aduhhhh...!" pekik Omeir menggosok dahi dan hidungnya yang mulai memerah.

Wanita itu kaget melihat pria pagi tadi yang katanya tamu sudah mengaduh di depan rumahnya.

"Eh, ngapain cak?" Ucapnya ringan dengan tawa renyahnya.

Sekilas informasi, 'CAK' adalah panggilan khusus untuk sobat laki-laki di dunia aslanto ini.

berbeda dengan pagi tadi, kali ini wanita itu terlihat bersih dengan jas navy, rambut terikat rapi, poninya menepi ke sebelah kiri ada payung tergenggam di tangan kanannya, kali ini pakaiannya terlihat kasual dan rapi.

Siapapun yang melihat pasti akan berkata dan bertanya "hendak ke mana?".

Omeir bangkit, sambil mengusap-usap dahi dan hidungnya, "maaf lancang" tutur Omeir malu tapi tertutup rasa penasarannya.

Wanita itu terdiam menatap omeir, lalu tertawa kecil dengan gigi gingsul di sebelah kanannya yang terlihat jelas.

"Kamu orang kesekian yang mampir kemari"
"Perkenalkan aku Riessa Olieq, maaf dengan sambutan kemarin aku tidak bisa hadir" uluran tangan menghampiri Omeir.

Dengan sopan Omeir menjawab "Omeir jackot"

"Tak apa, memang di mana kamu kemarin?" Omeir memburu dengan pertanyaan yang bolak-balik dipikirkan.

Lagi-lagi si gadis yang diketahui bernama Riessa itu meringis, "ane bobo" jawabnya sembari mengambil sepatu boot navy dihentaknya lalu dipakai keluar bilik.

"Mau ikut?" Riessa menaikkan kedua alisnya menghadap Omeir yang masih juga kesakitan tanpa ekspresi.

"Tak mau ikut pun tak apa, sudah banyak yang mampir kemari menanyakan, memarahi atau kadang hanya sekedar jahil mengetok pintu"

"jadi maafkan aku kalau tidak menyahuti ketukan pintumu"

"Atau jangan-jangan kau juga hanya mengetuk jahil?" Ujar wanita itu panjang kali lebar. Omeir Hanya terdiam mematung mendengarkan.

"Bukan, aku ingin menjadi temanmu!" Ucap Omeir mantap.

"Ikutlah!" Riessa hanya mengedikkan bahu,

Adanu MaitriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang