10. LEMBAH KEJUJURAN

5 3 0
                                    


Berhentilah mengikuti arus, berhentilah ingin terlihat sama dan setara dengan yang lainnya. Lawanlah arus, karena yang mengikutinya hanyalah benda mati dan tak berarti, milikilah mindset tersendiri sebagai pemulai bukan pengikut. ✨
°

°

°

°

Terlihat remang-remang tapi pasti tulisan aksara bulan terukir di tugu perbatasan, terlihat ramai setiap orang hilir mudik bekerja penuh dengan semangat.

Chorp lelaki paruh baya yang berstatus ayah dan kakek bergotong-royong membangun sebuah perayaan, serta jembatan dari dermaga menuju gerbang berikutnya.

Chorp pemuda pria menjadi sandaran utama karena yang paling banyak tenaganya dan masih muda. Chorp wanita tersenyum senang menuai padi lalu menumbuknya, sebagian mulai menanak nasi dan sebagian meracik bumbu untuk lauk pauk para pekerja dan masyarakat lainnya.

Chorp anak-anak tentu saja bagian meramaikan suasana, menangis, tertawa juga melompat serta berlari.

"Hai Omeir! Ayo akan ku ajak kau berkeliling, besok adalah perayaan penyambutan raja Daniel dan ratu Shiraan serta putrinya Defilla" sorak Riessa girang.

Karena penasaran, Omeir langsung mengikuti langkah kaki Riessa dan membersamai nya. sudah menjadi adat istiadat dari tanah angkasa pura, setiap raja dan ratunya kembali berkelana selalu mengadakan perayaan dan perjamuan atas rasa syukur yang mereka panjatkan tak henti-henti.

Jembatan yang baru saja dibangun dari dermaga menuju sebuah gerbang adalah gerbang dari lembah kejujuran yang menjulang tinggi ke atas lalu terjun ke bawah.

Sekilas nampak seperti dahan, namun setelah dilihat lebih jeli, baru nampaklah jembatan kayu berkonsep dahan dan ranting.

Omeir berdecak kagum dengan segala arsitektur tanah Angkasa Pura. Tak pernah ada yang mengecewakan setiap inci, apalagi Omeir adalah ahlinya dalam sejarah perkembangan budaya, baginya sudah menjadi makanan sehari-hari untuk memberi pengetahuan baru untuk rohaninya dalam setiap jam.

Lagi pula pemandangan di angkasa pura berbeda dari desanya sendiri, pemandangan yang sama sekali tak pernah ia ragukan untuk mengaguminya.

Sudah banyak buku yang ia baca tentang segala negri, dari Sabang sampai Merauke. Tapi negri yang raib baru ia temui dan baru ia pijaki. Tak heran jika Omeir sangat bersemangat untuk banyak mengetahui asal usul juga seluk beluk setiap lekuk tanah Pandora maupun angkasa pura.

"Riessa!, tempat apakah itu?" Tunjuk omeir ke atas, langkah mereka terhenti menyaksikan jembatan kayu tadi tiba-tiba berputar seperti melilitkan diri, burung-burung terbang di sekitarnya secara bersamaan.

Beberapa warga tiba-tiba terdiam senyap, tatapan matanya kosong. Dan berjalan ke arah yang sama seolah otak mereka sudah tersetir untuk mendengarkan perintah yang sama.

Beberapa warga lagi terdiam menyaksikan keadaan tanpa berkomentar. Seorang pak kusir kuda pun acuh saja melewati rombongan warga dengan tatapan kosong itu. Tetap di jalankan kereta yang ia tunggangi.

Seorang bibi berkulit putih mendekat kepada seorang anak gadis yang ikut serta dalam rombongan warga dengan tatapan kosong, lalu tiba-tiba tersenyum mengangguk,

"pergilah nak, ibu tau kamu anak yang kuat" ucapnya dengan tatapan mata yang tulus memancarkan sorot mata keibuan.

"Ada apa Riessa?" Omeir mengarahkan pandangan kepada anak gadis itu.

Riessa terdiam kemudian menitihkan air mata. Lalu tertunduk lesu seperti sedang teringat akan suatu kejadian yang membuatnya patah.

"Mereka sepertinya berusaha membelot" ucap Riessa dengan nada ringkih.

Adanu MaitriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang