Berteman

146 73 63
                                    

Sakura tak lagi berguguran. Cuaca mulai dingin dan dedaunan mulai menguning. Beberapa bulan setelah perkenalan tersebut mereka menjadi akrab, setelah Harumi benar-benar menawarkan menraktir dango pada Yamazaki dan Yuji sepulang sekolah, kebetulan Yuji dan Harumi sekelas. Namun, Yamazaki yang berbeda kelas sering mengunjungi kelas mereka. Membuat Harumi tidak canggung untuk mengakrabkan diri kepada Yuji.

"Ohayou gozaimasu .." Yuji memasuki kelas dengan menyapa beberapa teman. Yamazaki mengikuti dari belakang dan langsung menimpuk kepala Harumi dengan sebuah gulungan kertas tipis.

"Auww," Harumi sedikit mengaduh, hanya akting, pastinya sama sekali tidak sakit.

"Kenapa kemari weeh.., Yamazaki-san?" tanya Harumi sambil menggerutu.

Yamazaki cengengesan lalu menepuk Yuji santai.

"Temanku ini butuh pengawal," ujarnya terkekeh.

Harumi melihat jendela kaca pada lorong kelas yang berjubel murid perempuan yang masih penasaran pada Yuji. Hmm, dua bulan berlalu . Tetapi, masih saja penasaran dengan sosok Yuji. Harumi bertanya-tanya dalam hatinya, apakah aku juga akan begitu kalau tidak di perkenalkan oleh Yamazaki-san? Apakah mungkin untuk menjadi teman Yuji saat ini?

"Bacalah Harumi!" Yuji mengangsurkan sebuah buku lumayan tebal dengan cover bergambar seorang gadis kecil yang memangku biola.

"Apa ini?"

"Novel yang kuceritakan kemarin, kau seperti antusias mendengarku bercerita. Jadi, kubawakan saja novelnya."

Harumi bersungut dalam hati, sebenarnya bukan novel yang membuatnya antusias, bahkan bibir Yuji yang mengeluarkan kalimat lebih menyita perhatiannya. Ia hanya merasa bangga tatkala murid perempuan lain melihatnya berjalan berdua bersama Yuji di taman sekolah sambil terus menceritakan banyak hal, mungkin saja jika Yuji menanyakan kembali apa isi cerita dari novel tersebut, Harumi sedikitpun tak bisa menjelaskan.

"Oooh." Harumi menerima novel itu malas.

"Nanti kita makan siang bersama ya .." ajakan Yamazaki menyela pembicaraan.

"Okey, terima kasih ya." Yuji memberikan jempol untuk Yamazaki yang telah membantunya berjalan melewati beberapa murid perempuan yang menunggunya di lorong kelas.

"Harumi.., kau dengarkan?" Yamazaki menepuk Harumi yang dikira melamun.

"Tenang saja, aku akan menyeretnya ke rooftop ." Yuji mengatakan itu sembari menarik sedikit ujung rambut Harumi yang di kucir kuda. Hal kecil seperti ini membuat dada Harumi berdesir, sel-sel darahnya seperti kesemutan.

Harumi menganggukan kepala pada Yamazaki, ia masih sibuk menata hati yang tiba-tiba tak karuan.

Setelah Yamazaki kembali ke kelasnya, Yuji langsung menuju meja kesayangannya yang berada di pojok belakang. Harumi masih memperhatikan, sampai akhirnya Yuji menyadari dan melemparkan senyuman manis untuknya. Hmm, senyum yang menenangkan. Entah bagaimana sebuah senyuman dapat begitu menenangkan. Ujar Harumi dalam hatinya.

Yuji selalu duduk dekat jendela, sebuah pemandangan yang cukup membuat Harumi dan anak perempuan di kelasnya silau akibat visual yang luar biasa, kolaborasi mentari pagi dan wajah rupawan seorang bocah lelaki melamun, bersangga dagu sementara kedua netra memandangi luar jendela di mana angin musim gugur menerbangkan dedaunan kering. Bisa dibayangkan Yuji itu seperti aktor yang muncul dari layar televisi. Sulit bagi para gadis mengalihkan pandang berpura-pura untuk tidak peduli.

***

Lonceng bel istirahat berdenting. Benar saja, Yuji masih menuggu Harumi di dekat tangga menuju Rooftop. Berdiri santai, menyandarkan pinggang pada pegangan tangga yang terbuat dari besi. Tadi Harumi harus terlebih dulu ke ruangan wali kelas karena lupa mengerjakan PR. Ada hukuman yang harus ia kerjakan.

1977  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang