Kaitan Masa Lalu

21 10 6
                                    

Bermula dari mengantar Harumi, tapi Harumi menyeret Yuji masuk ke dalam rumah. Alasannya ingin belajar bersama. Kenyataannya satu jam berlalu, belum ada satu pun kegiatan belajar yang Harumi lakukan. Ia masih asyik menyantap ramen dengan kuah pedas.

Yuji merawatnya seperti anak kecil, mengelap mulut Harumi yang selalu belepotan ketika makan.

"Jam brapa ibumu pulang Harumi?"

"Eeeh, bisa sampai tengah malam," jawab Harumi malas.

Yuji berpikir sejenak , ada yang mengganggu pikirannya, ini mengenai ibu Harumi. Sepertinya aku harus bicara dengannya.

Hampir tengah malam, denting jam dinding menggema, malam ini sangat sepi. Yuji melihat pada sekeliling, malam senyap hampir tanpa suara, televisi atau radio tak ada yang menyala. Yuji baru tahu bila Harumi tidak menyukai menonton televisi.

Inikah hari-hari yang dilaluinya tiap hari? Membandingkan dengan hidupnya sendiri yang meskipun tinggal di panti asuhan tetapi lebih banyak mengobrol dengan teman panti, Yuji merasa bersyukur.

Dipandanginya wajah Harumi yang tertidur di atas tumpukan buku, anak ini memang tak suka belajar, bagaimana bisa berkeinginan ke Tokyo Daigaku?

Yuji mengusap pipi Harumi, memainkan jemarinya pada pipi halus itu, ada keinginan kuat pada diri Yuji untuk mendekatkan wajahnya pada pipi Harumi, sedikit kecupan tidak masalah bukan? Pikirnya nakal.

Yuji mendekatkan bibirnya, terus mendekat, terus mendekat ... sampai akhirnya sebuah suara membisik di telinga.

"Yuji, kenapa lama sekali, weeeh!"

Sontak Yuji terkejut.

"Kau tidak tidur Harumi?" Yuji menggoyang-goyangkan bahu Harumi.

Harumi membuka sebelah matanya, ia menatap Yuji sambil tersenyum, jahil.

"Kau terlalu lama Yuji ...!"

Kemudian Harumi menarik leher Yuji untuk cepat mendekat ke wajahnya.

***

Keiko Arai Turun dari mobil taxi dengan langkah terhuyung. Sepatu high heels yang dikenakan membuatnya sulit berjalan. Tepat saat itu Yuji muncul dari balik gerbang. Nona Keiko melihat Yuji dan tertawa terbahak sambil menunjuk muka Yuji.

"Kau mabuk?" tanya Yuji dingin.

Nona Keiko mengelak ia terus merapikan anak rambutnya dan berkata bahwa ia dalam kondisi sadar. Katanya ia hanya minum-minum sedikit dengan teman-teman kantornya karena ada yang mendapat promosi jabatan.

"Apa kau dulu juga seperti ini? Ketika menggunakanku sebagai berita untuk promosi jabatanmu?"

Nona Keiko berhenti tertawa. Ia melihat Yuji dengan sebuah sinar mata misterius. Kedua tangan dimasukkan ke dalam saku mantel berbulu, matanya sibuk mencari-cari bintang di atas langit.

"Kau benar, aku menggunakanmu dan saudara kembarmu untuk kepentinganku, tapi itu wajar setelah apa yang dilakukan ayahmu pada hidupku!"

"Sebenarnya apa yang dilakukan Tuan Sakamoto padamu? Apa hubungannya denganku?"

"Kau anaknya, Yuji!" Nona Keiko mengatakan itu sambil memiringkan kepalanya. Ia menatap sorot mata Yuji yang tak berubah sama sekali dengan setahun lalu.

"Ciih, kau memang berbeda Yuji, tak seperti saudaramu yang langsung gemetar atau berlari pada ayahmu."

"Aku tidak punya ayah!"

"Terserah kau mengakui atau tidak, dia tetap ayahmu!"

"Aku lebih bahagia sebagai anak panti," ujar Yuji.

1977  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang