Ini Sangat Canggung!

23 13 12
                                    

Setelah mengetahui cerita yang sesungguhnya dari Ibu Panti, Yuji sama sekali tidak merasa kecewa atau tertekan, logikanya bermain amat cepat. Semua hal yang telah terjadi dan mengubah seluruh kehidupannya, disadari Yuji sebagai jalan takdir dari Tuhan.

Sehebat-hebatnya manusia tidak dapat melawan yang telah Tuhan tentukan sebagai garis hidupnya. Yuji pun mulai dapat mengerti perasaan terintimidasi macam apa yang menaungi Tuan Sakamoto di masa lalu, kehilangan sebuah cinta sejati dalam hidupnya, tak dapat bersatu meskipun masih saling mencintai.

Ibu Panti menjelaskan pada Yuji betapa Tuan Sakamoto sesungguhnya teramat menyayangi Yuji, ia selalu memantau pertumbuhan, kesehatan dan perkembangan karate Yuji, Tuan Sakamoto selalu tersenyum ketika memandangi Yuji dari jauh. Ia tak berani muncul di hadapan Yuji karena tak ingin tambah melukai hati Yuji. Tuan Sakamoto bersyukur bahwa Yuji ... ia tinggakan bersama kekasihnya di masa lalu. Satu-satunya wanita yang teramat ia cintai sepanjang hidupnya.

Yuji tak mengelak pada apa pun yang dikatakan Ibu Panti, ia mencoba untuk menerima hal-hal di luar prasangkanya selama ini. Bagaimanapun selama ini ia berasumsi jika ayah Ryuchi --yang ternyata ayahnya juga-- sebagai pria kejam yang menyeret anak lelakinya karena kalah dalam pertandingan karate.

Hmm, aku harus mencari tahu hal ini, mengapa dulu Ryuchi nampak begitu tertekan dalam pengasuhan ayahnya?

Lantas bagaimana kabar Nyonya Aibara sekarang? Bagaimanapun dia adalah wanita yang melahirkanku, Ryuchi saudara kembarku dan Hana yang sempat mengajakku berkencan adalah kakak perempuanku sendiri ..!?

Isi hati Yuji membisikkan pertemuan dengan Ryuchi supaya segera mungkin terlaksana.

***

Bulan Januari belum menemukan ujungnya. Sekolah mulai dibuka kembali setelah berakhirnya liburan musim dingin. Salju masih menebal, seakan jalanan Osaka masih berselimut gumpalan kapas putih di setiap sisinya. Yuji tertawa sendiri jika mengingat saat Harumi lapar maka gumpalan salju akan terlihat bagai gumpalan permen kapas yang ingin dilahapnya.

Kapan pun teringat Harumi maka bibir Yuji akan menyungging senyuman.

"Tahun 1978 , taihen desu ne .." Sebuah tepukan mendarat di punggung Yuji.

Nakamoto menyapa Yuji, pandangannya aneh, senyum sumringahnya terkesan ragu dan ambigu.

"Kurasa kau sudah tahu!" ucap Yuji tanpa berbasa-basi.

"Semua orang sudah tahu Yuji, tapi kujamin mereka semua tak akan ada yang menyakitimu, justru mereka berempati terhadapmu."

Yuji terdiam, pikirannya kacau belakangan ini. Lalu ia segera menyadari sesuatu.

"Maafkan aku Nakamoto-san, aku tidak datang ke Tamatsukuri."

" Umm, tidak apa." Nakamoto menatap Yuji penuh selidik.

"Hmm, kau baik-baik saja Yuji?" Ada nada khawatir dalam suara Nakamoto.

Yuji mengangguk, lalu pandangannya menyapu seluruh halaman sekolah yang berwarna putih. Bagaimana jika sekarang dirinya berjumpa dengan Ryuchi atau Hana. Ada rasa aneh menjalari sel-sel darahnya, membuat tubuh Yuji meremang. Mengingat kenyataan bahwa mereka saudara kandung yang baru diketahui sekarang, itu sangat canggung.

Bagaimana mereka memandang diriku saat ini? Mengapa setelah ramai berita di televisi tak satu pun orang-orang yang sedarah denganku datang menemui. Tidak dengan saudara atau pun ayah kandung. Apakah mereka mengabaikan perasaanku?

Sekali lagi perasaan tersingkir merajalela dalam benak Yuji.

Beberapa hari ini Yuji terus mengawasi televisi, sayangnya tak ada lagi rumor mengenai Tuan Sakamoto. Semudah inikah Nona Keiko Arai menyerah. Bukankah sepertinya ia menyimpan dendam yang teramat besar pada Tuan Sakamoto, selayaknya orang yang pernah terluka sedemikian hebat dan akan menuntut balas.

Tidak ada pergerakan sama sekali tentang skandal ini, media mendadak senyap, bahkan ibu Harumi tak lagi membahasnya, sungguh aneh.

"Yuji!" pekik Harumi, badannya yang bertambah tebal karena mantel bulu kuning yang dikenakan membuatnya susah memeluk Yuji. Harumi sangat tidak malu memeluknya di depan umum. Yuji tersenyum pasrah menanggapi kegilaan Harumi.

"Sepertinya Harumi ingin mengumumkan ke banyak orang bahwa kau miliknya, Yuji!" seru Nakamoto cengengesan.

"Tentu saja," ucap Harumi sambil menggandeng Yuji menuju lorong kelas. Mereka meninggalkan Nakamoto yang menuju ke arah berbeda.

Yuji sedikitpun tidak melawan karena ia pikir percuma saja membuat Harumi ngambek, bisa-bisa seharian Yuji juga yang akan repot.

Yamazaki yang terlebih dahulu berada di kelas melambaikan tangan.

"Untuk apa kau ada di kelas kami?" tanya Harumi cepat.

"Tentu saja, aku merindukan kalian,"kekeh Yamazaki.

Yuji melihat ruangan kelas yang baru terisi beberapa anak, masih terlalu pagi rupanya.

"Tumben kau datang lebih awal Harumi?" Yamazaki meledek Harumi.

"Aah, aku belum mengerjakan tugas liburan musim dingin," ujar Harumi santai.

Mata Yuji melotot pada Harumi, bukankah banyak waktu mereka bersama, mengapa tak sekalipun Harumi bertanya padanya.

"Lalu apa yang kau kerjakan selama liburan!?" Yamazaki menggelengkan kepala, tak tahu lagi bagaimana membuat Harumi jera dihukum karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah.

"Begini Yamazaki-san, begini Yuji ..," Harumi mencoba menjelaskan.

"Ada banyak sekali tugas 'kan? Aku tak tahu mana yang harus kukerjakan lebih dulu, karena terlalu banyak tugas yang harus kukerjakan maka kuputuskan untuk tidak mengerjakan sama sekali, hehe .." Harumi masih tertawa ketika sebuah benda panjang mengenai kepalanya.

PLAAAK

"Yamazaki-san, kenapa kau pukul aku dengan penggaris!?" tanya Harumi sewot.

Yamazaki bukannya menjawab justru segera berlari ke kelasnya sendiri. Harumi masih menggerutu sambil memegangi kepalanya yang dipukul penggaris.

"Apa sakit?" Yuji mengelus lembut pucuk kepala Harumi.

"Umm, sakit Yuji." Harumi merengek manja. Yuji hanya tertawa, sementara beberapa murid lain mulai banyak yang memasuki ruangan kelas. Beberapa ada yang berbisik tapi ada banyak yang mengingatkan untuk sopan di depan Yuji.

Aku merasa ada yang berbeda, sikap mereka terhadapku, lebih menjaga jarak dan terlihat cemas.

Tiba-tiba sebuah ketukan sekaligus seruan seseorang memanggil.

"Yuji!"

Yuji menoleh diikuti tatapan murid lain yang salah tingkah setelah melihat sosok yang berada di depan pintu kelas.

Atmosfir kecanggungan hadir menebarkan aroma penasaran pada diri orang yang melihat antara Yuji dan Ryuchi.

Ryuchi masih berdiri dekat pintu, ia mengangguk pada Yuji sekilas, memberi kode agar Yuji mendekat.

Entah mengapa Yuji mematuhinya, kasak-kusuk mulai terdengar. Ryuchi tidak peduli, tatap matanya fokus memperhatikan pada raut wajah Yuji.

"Temui aku di perpustakaan jam istirahat nanti, sendirian!" ujarnya sedikit memerintah.

Yuji mengangguk, ia tak ingin lebih lama lagi menjadi tontonan seisi kelas. Bertepatan dengan itu bel masuk berbunyi.

Yuji berkali-kali mengingatkan agar Harumi tidak mengikutinya atau pun bermain salju di halaman sekolah.

"Cuaca amat dingin, lebih baik kau makan bersama Yamazaki dan Nakamoto di kantin sekolah. Buatlah dirimu hangat dan tidak bersin." ucap Yuji tanpa basa-basi dan segera berlalu meninggalkan Harumi bersama Yamazaki dan Nakamoto.

Yuji menemui Ryuchi yang duduk terdiam, berpangku tangan dan terlihat memijit keningnya di sebuah meja perpustakaan yang mudah terlihat oleh Yuji. Bukankah ini akan memancing perhatian, gumam Yuji.

Ryuchi memberi respon melihat kehadiran Yuji, ia terlihat tenang sekaligus senang . Yuji sungguh tak mengerti, mengapa Ryuchi seolah tenang dan tidak terlihat kaget dengan berita itu, apakah sebenarnya Ryuchi telah mengetahui sebelumnya bahwa mereka berdua saudara kembar?

Bersambung

Note:

Taihen desu ne: berat banget dah ( situasi sulit/berat)

1977  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang