Keluarga Yuji

15 10 5
                                    

"Apa ini tidak terlalu mencolok?" tanya Yuji pada Ryuchi, dilihatnya sekeliling ruang perpustakaan yang cukup luas, ada banyak meja dan kursi berjejer rapi.

"Ada banyak meja yang posisinya lebih tersembunyi, kenapa kau pilih di sini?" Yuji masih protes pilihan tempat bicara mereka yang terlalu mencolok. Yuji menunjuk sisi sebelah kanan dirinya, di ujung rak-rak buku yang berbaris membentuk lorong, terdapat meja kecil dan dua kursi berhadapan.

"Di sana saja!" tanpa menunggu reaksi Ryuchi, Yuji langsung melangkah menuju meja yang dimaksud.

Ryuchi menuruti saja, senyum-senyum sendiri sambil berpikir sesuatu.

"Kurasa kaulah yang menempati posisis kakak, Yuji." Ryuchi berkelakar, terlihat santai mengucapkan hal-hal sensitif bagi Yuji saat ini.

Yuji terdiam, matanya tajam menatap Ryuchi. Ia baru meneliti dengan cermat ternyata memang ada banyak kemiripan antara dirinya dan Ryuchi. Memang tidak identik, tapi tetap saja sulit untuk merasa tidak takjub melihat keduanya di waktu bersamaan.

"Seberapa banyak kau tahu, Ryuchi?" Yuji langsung bertanya setelah menduduki kursinya.

" Se-setahun lalu eh .. mm," ungkap Ryuchi sedikit ragu.

"A-apa maksudmu saat pertandingan nasional?"

"Hu-um, tidak disengaja. Pembaca berita yang mulanya terlihat mendukungku dalam narasi beritanya datang menemuiku, aku masih ingat ... saat ia menatap sinis dan berkata bahwa aku akan melawan saudara kandungku sendiri."

"Pembaca berita? Apakah Keiko Arai?"

"Oh ya, tentu saja. Dia yang membuat pertandingan kita terkenal di Osaka."

Yuji tercenung, isi pikirannya seperti bola liar yang memantul kesana kemari, selalu ada namanya .. hmm, Keiko Arai.

Yuji mencoba merunut kejadiannya, jadi semula Keiko Arai memberitakan bahwa anak dari panti asuhan tak mungkin menang dari anak konglomerat, berita itu melukai hati Yuji, sehingga tak ingin diwawancara, namun Keiko Arai yang mendapat tugas meliput untuk kesuksesan promosi jabatannya, pantang mundur mendatangi panti untuk menemui Yuji, lantas ia memergoki sebuah skandal besar, menyimpannya dengan licik dan mengeluarkan satu-persatu. Ada apa sebenarnya antara Keiko Arai dan Tuan Sakamoto?

"Dulu aku membuat kesalahan, apa yang baru saja kudengar langsung kutanyakan pada Ayah, itu sebelum pertandingan final kita Yuji. Reaksi Ayah yang berlebihan membuatku semakin yakin kebenarannya, apalagi aku memergoki wanita yang dulu kukira adalah ibumu itu berbicara sangat akrab dengan ayahku." Mata Ryuchi menerawang, kembali hatinya berdenyut seperti ada luka yang kembali timbul.

"Wanita itu ... ibu panti asuhan yang merawatku," sela Yuji.

"Hmm ya, akhirnya aku tahu. Setelah kemenanganmu, aku melempar sabuk dan tak sengaja mengenai wanita itu, kebetulan Ayah yang melihat itu marah karena mengira aku tak terima dengan kekalahanku serta melampiaskan pada ibu dari lawanku."

"Oh, ada kejadian seperti itu?" Yuji heran Ibu Panti sama sekali tak pernah menyinggung masalah ini.

"Sejak saat itu aku terobsesi dengamu,Yuji!" Ryuchi sedang tidak berbohong, Yuji memang merasakan tekat yang kuat dalam kalimat Ryuchi barusan.

"Aku mencari tahu tentangmu, berlatih begitu keras agar aku terpilih mengikuti turnamen karate saat festival olah raga bulan Oktober lalu."

"Pantas saja kau sangat marah pada Harumi dan Yamazaki ... pasti kau sangat kecewa tak berhasil mengalahkanku di hadapan orang banyak."

"Nyatanya kemampuanku memang masih di bawahmu Yuji, lagi pula yang membuatku marah pada Harumi dan Yamazaki bukanlah gagalnya pertandingan, aku cemburu Yuji, kau saudara kandungku tanpa ada yang tahu, tetapi hubunganmu dengan mereka melebihi saudara dengan pertalian darah."

Yuji cukup terkejut dengan pengakuan Rychi, itu berarti Ryuchi tak pernah membencinya, ia bahkan langsung mengakui memiliki saudara kembar.

"Bagaimana ibu kita ..? Apa ia tahu bahwa anaknya yang lain masih hidup?" Akhirnya Yuji menanyakan bagian yang paling ingin ia tanyakan, perihal wanita yang melahirkannya.

Ryuchi tak langsung menjawab. Ada beban berat jika mengungkapkan soal ibu mereka. Yuji mengerti gelagat aneh tersebut, ia tidak memaksa. Mereka berdua sama-sama terdiam sampai akhirnya Ryuchi kembali membuka suara.

"Nyonya Aibara terganggu kesehatan mentalnya, ia membenci ayah kita, satu-satunya anak yang ia sayangi hanyalah Hana."

"Apa ia membenci kita, yang terlahir dari rahimnya? Bukankah Hana pernah mengatakan kini kau tinggal dengan ibumu?" napas Yuji memburu, ada sesak yang tak terungkap.

"Maafkan aku Yuji, lebih baik jika kau tidak tahu bahwa kau memiliki keluarga bukan? Dulu pasti kau lebih damai hidup sebagai anak panti asuhan saja."

"Yeah, memang." Yuji membuang muka, lalu kemudian disesalinya, ini semua bukanlah salah Ryuchi, ia sama seperti diriku sebagai korban akibat peristiwa masa lalu.

"Aku tinggal dengan keluarga ibu kita, bersama Hana, tujuanku hanyalah ingin dekat dengan ibu kita, tapi rasanya terlalu sulit."

Ryuchi menunduk, hampir menangis. Yuji dapat merasakan kepedihan itu, lalu secara tiba-tiba seorang gadis muncul menyeringai dan menepuk bahu mereka berbarengan.

"Hallo, dua adikku yang tampan!" serunya jenaka.

Yuji melongo melihat sikap Hana yang memanggilnya adik.

"Hana pun sudah lama tahu,"ucap Ryuchi tenang.

"Hu-um." Anggukan Hana membenarkan.

"Jadi saat kau mengajakku ken-" pertanyaan Yuji terputus, kini Hana tertawa dengan menutupi mulutnya.

"Bisa dibilang aku ingin menyelidikimu, aku mengenal Ryuchi sejak kecil tapi tidak denganmu, aku penasaran ketika akhirnya tahu dan ternyata kembaran Ryuchi salah satu dari murid di sekolahku."

"Sejak kecil? Jadi kau melihat Nyonya Aibara sedari kecil Ryuchi?" ada nada iri dalam tanya Yuji pada Ryuchi.

"Ah iya, wanita itu tidak tersenyum tapi ia memperhatikanku bermain di taman dari kaca jendela kamarnya di lantai dua." getir suara Ryuchi, ia pun membuang muka seolah muak.

"Hei, kembar! Yang kalian bicarakan itu ibu kalian!" seru Hana kesal.

Ryuchi dan Yuji terkekeh, rasanya sulit untuk menerima kondisi keluarga yang berantakan seperti ini.

"Kau tahu Yuji, siapa yang mencegahku lekas memberitahumu bahwa kau adik kembarku?"

Yuji menggeleng, Ryuchi kembali membuang muka tak ingin dengar dan melihat jendela perpustakaan.

"Tuan Sakamoto yang galak itu, dia bilang 'jangan mencampuri urusan keluargaku!' aaaah hampir saja jantungku copot pada saat itu." gerutu Hana.

"Tuan kejam itu ayah kami Onee-chan," Ryuchi terkekeh

"Aaaah, sungguh keluarga kita luar biasa ya, keluarga yang tidak berperan selayaknya keluarga." Hana juga tertawa.

Mereka saling tertawa namun hati mereka perih. Merindukan sebuah keluarga biasa yang normal, sepertinya hanyalah angan saja. Tanpa disadari Ryuchi dan Hana, Yuji justru terpikirkan hal lain, rasa terabaikan, rasa tersisih sedemikian kuat, ia tak sanggup untuk menaggungnya lagi. Yuji merasa lebih nyaman bersembunyi, biarlah tak akan ada yang berubah dengan dirinya.

"Aku bukan bagian dari ini, lebih baik aku menjadi Yuji anak yatim piatu," ucap Yuji ketus.

"Bicara apa kau Yuji, bagaimanapun kau menolak kau tak bisa memilih dari mana kelahiranmu berasal!" sontak Ryuchi mengingatkan Yuji dengan cepat.

Hana terpaku, ada sisi lain yang baru ia ketahui mengenai Yuji, mungkin inilah sebabnya Tuan Sakamoto enggan membuka tabir asal-usul Yuji sebenarnya, ayah kejam itu tak mau anaknya lebih terluka.

"Ryuchi, kau satu-satunya anak dan pewaris Sakamoto, aku tidak ada hubungannya dengan itu. Aku cukup tahu saja siapa orang tuaku sesungguhnya, setelah ini aku tetaplah Yuji anak yatim dari panti asuhan. Apa kau mengerti Ryuchi, Hana?" Yuji memandangi saudara dan saudarinya satu persatu. Tanpa menunggu anggukan keduanya , Yuji beranjak pergi dan meninggalkan Rychi yang masih termangu.

Ryuchi hampir menahan tangan Yuji, tapi Hana menggeleng mencegahnya.

"Dia butuh waktu Ryuchi," ucap Hana bijak.

Bersambung

1977  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang