Rahasia Ibu Panti

28 13 12
                                    

Harumi melihat sekali lagi foto tersebut dengan saksama.

"Jadi benar Yuji? Yang mengambil foto ini adalah ibuku?"

"Huum ya, setahun yang lalu. Ketika ia terus menerus memintaku untuk wawancara. Katanya secara tak sengaja ia memergoki Tuan Sakamoto dalam ruangan ibu panti, tangan ibu panti menerima sebuah amplop mirip seperti ini, dan saat Tuan Sakamoto berpamitan, mereka saling berpelukan erat. Begitulah cerita ibumu Harumi."

"Kapan ia mengatakan dan memberikan foto ini Yuji? Aku tak melihat semalam."

"Hmm ya, saat aku membuka gerbang setelah pamit pulang, ia memanggilku kembali. Kalau tak salah saat itu ibumu sengaja menyuruhmu masuk ke kamar."

"Hufft, memangnya kenapa aku tak boleh tahu ya Yuji?" Harumi mendengus kesal.

"Pastinya karena tak ingin kau berisik." Yamazaki menimpali. Lalu pandangannya beralih kepada Yuji.

"Kau pasti sangat terkejut Yuji." Yamazaki mengatakan itu dengan prihatin.

"Hmm, aku tidak terlalu memusingkan berita itu, bahwa aku anak yang dihilangkan atau apalah ... aku hanya kecewa."

Yuji menunduk, ditariknya napas dalam-dalam. Tangan Harumi mencoba meraih tangannya dan mengenggam erat. Harumi ingin memberikan perlindungan pada Yuji tapi ia tak tahu perlindungan macam apa yang pantas untuk Yuji.

"Sebaiknya kau segera temui ibu pantimu itu Yuji," ucap Yamazaki serius.

"Betul sih, menunda-nunda bicara hanya mengulur masalah lebih lama selesai." ucapan dari Harumi membuat Yamazaki terkesima.

"Tumben kau bisa pintar," ujarnya meledek.

Harumi memonyongkan bibirnya, tangannya telah bersiap memukul kepala Yamazaki menggunakan sumpit.

Yuji yang ada di samping Harumi sigap menangkap tangan Harumi dan lalu meletakkan di atas pangkuannya. Wajah Harumi berubah merah jambu kembali, ia senang sekali dengan perlakuan manis Yuji yang terlihat sepele namun berarti bagi Harumi.

"Malam nanti, aku akan menemui ibu panti!" seru Yuji memutuskan.

Yamazaki dan Harumi mengangguk setuju.

***

Air itu masih utuh, tidak dapat diteguknya, beberapa menit berlalu dan mereka berdua hanya terdiam. Selembar foto telah berada di tangan ibu panti, jemarinya bergetar. Matanya berkaca-kaca, Yuji mengambilkan tisue dan memberikannya.

Menerimanya dengan sedikit canggung ibu panti tak juga berani menatap Yuji.

"Apa yang ingin kau dengar Yuji?" pertanyaan ibu panti itu lebih seperti cambukan bagi Yuji.

"Semuanya, jangan ada yang kau tutupi."

Ibu panti menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan.

"Maka aku harus menceritakan ini dari awal Yuji, apa kau mau mendengarkan kisahku?"

Yuji mengangguk mengiyakan, kini di hadapannya hanyalah wanita yang akan membuka tabir masa lalunya dan ini berhubungan dengan keberadaan Yuji yang tinggal dan dirawat olehnya selama ini.

"Dulu sekali, sekitar dua puluh tahun yang lalu, aku memiliki seorang kekasih yang berasal dari kalangan berada. Ayahnya memiliki pabrik susu dan rutin melakukan kunjungan untuk mendonasikan susu setiap minggu pada panti asuhan tempatku tinggal, seperti kau tahu Yuji aku ini yatim piatu."

Ibu panti menghentikan sejenak ceritanya, kedua matanya menerawang seolah menggali kembali ingatan yang lama terkubur.

"Singkat cerita hubungan kami terendus oleh orang tuanya, dan hubungan kami dipaksa berakhir setelah berjalan dua tahun lamanya. Berbagai macam cara keluarga kaya itu mencoba menghancurkan panti asuhan yang tak bersalah. Pada akhirnya kami digunakan sebagai ancaman agar anak mereka menuruti kemauan mereka untuk menikahkan putranya dengan keluarga kaya."

Tiba-tiba ibu panti terisak, linang air mata mengucur deras. Yuji membiarkan saja emosi wanita di hadapannya ini menguar. Lebih baik begitu, bila luka masa lalu itu tersimpan sedemikian rapat dan membuat raganya menjadi rapuh.

Ibu panti melanjutkan kembali cerita yang terhenti.

"Tragedi kebakaran itu terjadi, aku masih ingat di malam itu, kekasihku datang dengan tergopoh-gopoh, menyelamatkan kami tepat sebelum rumah panti hangus terbakar. Ada seorang pria tua mengenakan jas dan menggunakan tongkat yang membantunya berjalan, di malam tragedi kebakaran itu ia mengawasi kami yag berhamburan keluar dengan berteriak. Kekasihku itu bersimpuh di kakinya dan memohon padanya agar mau melepaskan kami. Kekasihku itu memohon agar kami malam itu juga di selamatkan dan di pindahkan ke rumah yang lebih nyaman, dan Yuji .. rumah inilah tempat nyaman itu, pemberian pria tua itu pada kami penghuni panti dengan menukarkan kebebasan kekasihku untuk menuruti keinginannya. Esok hari kudengar kabar, kekasihku itu melangsungkan pernikahan dengan seorang artis bernama Aibara. Dialah ibumu Yuji."

Jantung Yuji seakan berhenti berdetak. Baru kali ini ia mendengar ibu panti menyebut nama ibu kandungnya. Sebelumnya ibu panti tak pernah menggubris keinginan Yuji untuk menyelidiki siapa orang tuanya.

"Nona Aibara adalah seorang janda beranak satu, putrinya masih balita pada saat itu. Suaminya seorang komposer tewas dalam kecelakaan sejak anak mereka masih di dalam kandungan. Lalu saat mengandung bayi kembar setelah menikahi kekasihku, nona Aibara mengetahui bahwa mendiang suaminya itu tewas akibat kecelakaan yang di sengaja, yang melakukan adalah ayah dari kekasihku itu, kakekmu Yuji."

Bulu kuduk Yuji meremang, mulai menyesali mencari tahu asal-usul keluarganya, dan Yuji bergidik mengetahui ia merupakan keturunan dari orang yang kejam.

""Lalu mengapa aku berada di sini? Sedangkan kembaranku tidak?" tanya Yuji tajam.

"Malam itu di hari hujan, kekasih yang lama tak kujumpai datang menemuiku, ia membawa seorang bayi tampan, katanya ... istrinya yang baru melahirkan ingin membunuh bayinya sendiri setelah mengetahui kenyataan pahit bahwa mendiang suaminya dulu tertabrak dengan sengaja. Istrinya histeris dan tak mau mengasuh bayi mereka. Mereka berdua tak pernah saling mencintai. Sejak itu pula istrinya kembali ke rumah orang tuanya dan tak mau meneruskan pernikahan, ia hanya membawa putri satu-satunya dan meninggalkan putra tampan mereka yang terlahir kembar. Saat itu yang ia tahu bayi satunya bertubuh lemah, kemungkinan akan mengalami kebutaan sejak dini. Bayi itu kau Yuji, ayahmu takut kau yang lemah dan kemungkinan cacat akan dibunuh oleh kakekmu. Karena itu ia menyelamatkanmu dengan membiarkanku merawatmu. Ini bukanlah rumah panti asuhan bagimu Yuji, karena seluruh tanah dan bangunan luas ini adalah harta keluargamu. Aku merawatmu dan memberikan semua cintaku padamu. Setelah aku dewasa dan pengurus panti meninggal, aku menggantikan mereka untuk mengurus panti dan aku melupakan urusanku sendiri untuk menikah, demikian pula ayahmu. Ia tak bisa menikahiku kendati kakekmu telah meninggal karena perasaan bersalah yang besar pada ibumu, nona Aibara sejak saat itu sedikit terganggu mentalnya. Ia mengundurkan diri dari dunia keartisan, walaupun begitu kehidupannya dijamin oleh keluarganya yang kaya. Meskipun berpisah, namun ayahmu dan nona Aibara tak benar-benar bercerai, bisnis dua keluarga menjadi alasannya."

Yuji menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sungguh cerita hidup yang rumit.

"Jadi apakah Ryuchi diinginkan Tuan Sakamoto untuk tinggal bersamanya karena dulu ia bayi yang sehat?"

Ibu panti mengangguk.

"Ryuchi dididik dengan begitu keras, sedangkan kau Yuji aku mendidikmu dengan kasih sayang yang penuh. Ayahmu mengatakan bayi yang sakit hanya bisa bertahan jika diberi cinta. Sebab itu dia memberikanmu padaku."

Yuji menunduk, kini jelas sudah dan ia tak bisa merasa iri pada Ryuchi, sepanjang hidupnya Ryuchi pastilah mengetahui ibu kandung mereka yang terganggu kesehatan mental dan tak menginginkannya. Sementara ayah mereka bersikap begitu keras padanya, Yuji teringat kembali luapan kemarahan Tuan Sakamoto pada Ryuchi setahun lalu, pada saat itu apakah Tuan Sakamoto telah mengetahui bahwa yang mengalahkan Ryuchi adalah anaknya yang lain?

Bersambung

1977  (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang