Dewa mematikan AC ruangan. Beberapa saat yang lalu dia melihat gelagat Alandra yang seperti kedinginan. Padahal tubuh anak itu masih berkeringat. Setelah itu dia berpamitan pada Alandra untuk ke kamar mandi sebentar. Alandra belum bangun, tapi dia yakin temannya sudah sadar hanya sulit untuk membuka mata saja.
Tujuannya ke kamar mandi karena saat menggendong Alandra tiba-tiba anak itu mimisan dan mengotori seragam putihnya. Sesampainya di kamar mandi dia malah bertemu dengan Bastian yang tengah merokok.
"Bahu lo kenapa itu?"
"Mimisan."
Bastian tersedak asap rokoknya. "Darah mimisan lo naik gitu?"
"Bukan gue, Alandra. Kan tadi gue gendong dia di punggung, terus tiba-tiba mimisan."
"Ck, gue kalo jadi lo minta uang loundry sama Bang Nalen sih."
Dewa menghentikan kegiatannya sejenak. "Lo udah kasih tahu Bang Nalen belum?"
"Lo pikir gue bawa hp ke sekolah?"
"Ya lo jalan lah anjir! Jaraknya juga gak sejauh Jakarta-Papua!"
"Males, ah. Paling juga kecapekan aja itu bocah. Lagian ngapain lari-lari? Bu Ani, 'kan, cuma bilang tunggu diluar kelas aja."
"Alandra bukan anak segabut itu sampe lari keliling sekolah. Pasti dia punya alasan, dia juga baru aja sembuh, 'kan? Ck, lo jadi temen gak ada khawatir-khawatirnya."
"Ngapain? Gue, 'kan, cowo dia juga cowo."
"Maksut lo kalo cowo berarti gak punya rasa empati gitu? Gak bisa khawatir gitu? Satu lagi Alandra itu cuma cowo, bukan Ironman yang kuat luar dalem!"
"Kok lo nyolot sih!" Bastian membuang puntung rokoknya ke dada Dewa.
Dewa berdecak. "Lo aja kali yang ngerasa. Udah deh gak ada gunanya gue disini, buang-buang waktu ngomong sama lon!"
Bastian sudah siap melempar gayung di tangannya tapi Dewa lebih dulu menutup pintu kamar mandi. Lalu temannya itu tertawa dengan keras dari luar.
Sebenarnya Dewa tak langsung kembali ke UKS. Karena sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai dia memilih untuk memanggil Nalendra yang berada di gedung sebelah. Dewa mengambil rute bolosnya kemarin dan memanjat dinding yang sedikit berlumut. Gedung SMA tampak lebih megah dari gedung SMP nya. Dewa jadi tak sabar menempati gedung itu.
Lpangan utama gedung SMA sangat luas, Dewa pun harus berlari agar tidak terlambat memasuki kelas. Tapi kemudian dia sedikit bingung dengan jadwal kelas Nalendra. Dia pun tidak tahu dimana kelas Kakak temannya itu berada.
Pikiran Dewa sudah buntu. Akhirnya dia menghentikan secara paksa seorang gadis tinggi berambut hitam panjang. Wajahnya sedikit judes, matanya tajam, lipstik di bibirnya juga sangat tebal.
"Permisi Kak, mau numpang tanya," ucap Dewa sedikit gugup.
"Apa?" jawab gadis itu sedikit ketus.
"Kakak kenal sama cowo kelas 10 yang namanya Nalendra, gak? Dia anak IPA, cakep, tapi bibirnya kaya monyong bebek."
Siswi itu mengerutkan keningnya. Setelah beberapa saat dia terlihat sedang menahan tawa. "Kenal, kenapa nyari dia?"
"Itu, mau bilang ------ BANG NALEN!" seru Dewa ketika melihat Nalendra berjalan hendak masuk ke dalam lift.
Mengabaikan siswi di hadapannya, dengan tidak sopan Dewa pergi mengejar Nalendra yang tak mendengar panggilannya. Pemuda itu menyumbat kedua telinganya menggunakan earphone. Pantas tidak mendengar teriakan Dewa. Tangannya menarik paksa lengan seragam Nalendra tepat sebelum pintu lift tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faded Harmony
Ficção GeralKeluarga harmonis, selalu berada di dalam kehangatan, meski hujan badai menerjang dari luar. Ketika seseorang mendapatkannya terkadang mereka tidak sekalipun berpikir bahwa itu bisa saja menghilang. Lantas, bagaimana jika suatu hari mereka dihadapka...