Siapa yang tidak takut dengan kata 'kehilangan'? Hewan yang tidak berakal pun merasa sedih perihal kehilangan. Karena hal itu adalah sebuah takdir mahkluk hidup yang pasti datang dan tidak bisa diubah.
Setelah menemukan Nalendra dalam keadaan tidak sadar Alandra memekik terkejut. Kakinya langsung melemas melihat darah yang merembet sampai ke air kolam. Saat itu juga Alandra menyesali segalanya, mengapa dirinya bertingkah sangat nakal dan membuat Abangnya terluka. Sesampainya di rumah sakit pun Alandra masih menangis tersedu.
Minggu malam sudah tiba akan tetapi Nalendra tidak kunjung bangun dari tidurnya. Sementara Alandra terus menerus menangis di samping ranjang Nalendra, menyalahkan diri sendiri atas semua yang terjadi.
Di sisi lain, sebagai seorang ibu, Karin sudah tidak tega hati jika harus mengomeli putra bungsunya. Apalagi sekarang ia kesulitan membujuk si bungsu untuk makan, nafsu makan anak itu langsung hilang. Katanya, "Mau makan kalau disuapi Abang."
Pemeriksaan menunjukkan hasil yang baik. Tidak ada cidera serius di bagian tengkorak kepala Nalendra yang menghantam batu tempo hari. Tapi sudah terhitung sudah 24 jam lebih Nalendra terlelap dan selama itu pun Alandra tidak tidur untuk menunggu Abangnya bangun.
"Adek udah makan?" tanya Surya seraya menaruh kantung plastik di atas laci dekat ranjang. Dia baru saja sampai setelah pulang bekerja. Harusnya ini hari libur, tapi Surya sengaja mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan.
Alandra menggeleng pelan sangat lemah. Kemudian menidurkan kepalanya di sisi ranjang. Tangannya memainkan pelan selang infus yang melekat di tangan Sang Abang. Tidak bernafsu dengan makanan apapun yang di bawa dan di tawarkan oleh Ayah dan Bundanya.
"Makan dulu, sayang," bujuk Surya. Dia belai lembut surai legam putra bungsunya.
Sayangnya Surya tidak mendapat respon yang bagus. Kotak makanan berisi bubur ayam pun dibuka, niat hati ingin menggugah selera makan putranya. Aromanya selalu berhasil membuat anak bungsunya makan dengan lahap. Perjuangan Surya untuk bujur ayam ini pun panjang. Dia harus sampai ke perumahan sebelah demi bubur ayam ini.
"Ini bubur ayamnya Pak Sopan, lho. Yang rambutnya botak tengah itu. Tadi dia nanyain kamu kenapa akhir-akhir ini gak beli," ucapnya basa-basi. "Ayah gak tahu biasanya kamu beli yang kaya gimana, tapi Pak Sopan ternyata udah hafal sama pesanan kamu. Ini dibuatin spesial buat kamu, nih dikasih ucapan juga sama Pak Sopan."
Melihat putranya sedikit melirik ke arahnya, Surya segera mengeluarkan kertas kecil dari plastik makanan. Lalu di letakkan di hadapan putranya.
'Aden harus makan buburnya, Pak Opan udah bentuk kepala rubah sesuai rikuesan terakhir Aden. Pak Opan doain kalo buburnya Aden habisin nanti Abang langsung sembuh.'
Alih-alih tersenyum senang, Alandra malah kembali menangis. Dia sembunyikan wajahnya di atas lipatan tangan agar suara isakannya teredam.
"Kok malah nangis, Dek? Gak suka sama buburnya? Atau gak mau makan bubur?" Surya langsung kelabakan. Dia segera menaruh sterofoam di atas nakas kembali.
Karin lekas berdiri dari duduknya. Mengalihkan sementara perhatiannya dari pekerjaannya. Dia hampiri Sang suami yang tengah kebingungan untuk menenangkan si bungsu yang terus menangis.
Karin mengusap-usap punggung putranya lebih dulu, sebelum menariknya pelan ke dalam pelukannya. "Adek kenapa nangis terus? Kalo Abang denger nanti Abang sedih." Kursi yang di duduki putranya ia geser pelan. Sedikit menjauh dari ranjang.
"Kenapa, Dek? Ayo ngomong sama Bunda." Karin usap perlahan air mata yang membasahi kedua pipi anaknya.
"Itu ... bubur ... buburnya bukan buat Adek, Bunda," jawab Alandra tersekat-sekat lalu mengusap sisa-sisa air matanya sendiri. "Ini buat Abang, karena minggu kemarin Adek tumpahin buburnya Abang. Jadi, Abang gak makan sampai pulang sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Faded Harmony
Ficción GeneralKeluarga harmonis, selalu berada di dalam kehangatan, meski hujan badai menerjang dari luar. Ketika seseorang mendapatkannya terkadang mereka tidak sekalipun berpikir bahwa itu bisa saja menghilang. Lantas, bagaimana jika suatu hari mereka dihadapka...