Chapter 01.
The moment like a shit is when you see your ex and they act like you don't even exist.
Ketika berpapasan dengan Rakata di koridor sekolah pagi ini, kutipan itulah yang pertama kali muncul di benakku.
Harus kuakui, aku lah yang mengajak putus Rakata kemarin. Aku memang tidak mau mendengar penjelasan apapun dari mulutnya. Aku juga nggak mengharapkan dia mengejar-ngejarku untuk minta balikan. Tapi, bisa nggak, ya, dia bersikap sedikit lebih manusiawi? Maksudku, dia menampilkan tampang bersalah, kek. Atau menunjukkan sedikit kegalauannya karena ditinggalkan orang yang sudah memenuhi hari-harinya selama enam bulan belakangan. Tapi nyatanya, tidak sama sekali. Rakata tampak sehat, bugar, bersinar. Berbanding terbalik denganku yang sudah menjelma bagai monster karena wajahku sembab bukan main akibat menangis semalaman.
Dan sialnya, ketika kami berpapasan di pagi hari yang mendung ini. Dia menganggapku sebagai tanaman hias sekolah yang kehadirannya nggak begitu penting-penting amat untuk ditengok. Atau lebih parahnya, aku menjelma menjadi makhluk tak kasat mata.
Bagus! Perempuan yang pernah dilemparinya kata 'I love you' dengan begitu manis ini ternyata memang nggak memberi pengaruh penting dalam hidupnya. Seperti katanya kemarin, putus ya putus aja. Aku baru sadar selama enam bulan ini aku sudah memacari laki-laki paling kurang ajar sedunia.
Ini nggak adil! Kenapa cuma aku yang galau karena putusnya hubungan kemarin? Ini pasti faktor perempuan di kafe kemarin. Rinjani. Rakata lebih mencintai perempuan cantik itu sehingga melepaskanku bukanlah perkara yang harus dibesar-besarkan.
Dengan kesal, aku melanjutkan perjalananku menuju kelas. Aku nggak memedulikan teman-temanku yang menyapa di koridor dengan ramah. Aku pura-pura nggak mendengar karena suara hujan yang deras terdengar cukup keras. Sejauh ini, belum ada pengumuman resmi kalau aku dan Rakata udah putus. Bukannya sok penting, tapi aku tahu pengumuman itu akan segera muncul, baik dari bibirku maupun bibir Rakata dan pengumuman itu akan menjadi sesuatu yang disambut kegembiraan terutama oleh cewek-cewek di sekolah ini. Faktanya, status single dari laki-laki bernama Rakata sudah dinantikan sejak dulu.
Setiba di kelas, aku langsung duduk di kursiku. Wajah oriental Shanin menyapaku dengan heran.
"Asli, sebel banget gue sama Rakata!" decakku. Aku melepas kacamata Shanin yang kupinjam dari tadi dan menyerahkannya kembali ke sohibku sejak SMP itu.
"Ketemu dia?" tebak Shanin.
Aku mengangguk. "Dia pura-pura buta. Nganggep gue bagian dari udara yang nggak kelihatan!"
Shanin tersenyum geli. "Namanya juga udah jadi mantan, Rish."
"Iya, sih! Tapi yang bikin gue tambah sebel itu, dia keliatan baik-baik aja. Heran gue! Tuh hati terbuat dari apa, sih? Masa nggak ada sedih-sedihnya putus setelah enam bulan pacaran?! Langit aja ikutan sedih pagi ini!" omelku sambil bersidekap.
Pagi ini hujan memang turun dengan derasnya. Suara gemuruh sesekali terdengar. Semesta sepertinya sedang berusaha merefleksikan perasaanku sekarang. Entahlah aku harus menganggap semesta sedang mendukungku atau malah mengejekku.
"Mungkin baginya lo nggak sepenting itu," kata Shanin enteng yang langsung memancing pelototan dariku. Namun sialnya, mulutku tak bisa membantah kata-kata nyelekitnya. Shanin mungkin ada benarnya.
Ucapan Shanin itu bagai air perasan jeruk nipis yang sengaja disiram ke luka yang masih terbuka. Perih!
Meskipun ulu hatiku terasa sakit sekarang. Mataku pun kembali terasa panas. Sekuat mungkin aku menahan diri untuk nggak menangis. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri semalam, nggak ada lagi air mata yang keluar untuk cowok sialan macam Rakata.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Know You Miss Me
Teen FictionKebahagiaan Derish karena dapat berpacaran dengan Rakata Mahesa, cowok most wanted di SMA Alpha Plus luntur seketika saat ia mengetahui bahwa di hati Rakata tersimpan nama cewek lain, yaitu Rinjani. Derish langsung memutuskan hubungan mereka tanpa m...