19. Mempertanyakan Isi Hati

885 123 9
                                    

Chapter 19

First, you think the worst is a broken heart
What's gonna kill you is the second part
And the third, is when your world splits down the middle
And fourth, you're gonna think that you fixed yourself
Fifth, you see them out with someone else
And the sixth, is when you admit that you may have messed up a little

Mataku menatap satu titik di langit-langit kamar. Suara Danny O'Donoghue mengalun indah di ruang kamarku, menemani pikiranku yang mulai menerawang jauh.

Latar belakang aku memutar lagu ini di jam sepuluh malam tak lain dan tak bukan adalah Rakata. Ucapannya di perpustakaan waktu itu dan kejadian yang kualami siang tadi begitu kontradiktif. Aku mendengus kesal. Aku hampir saja percaya dia mengalami Six Degrees of Separation seperti yang dikatakan The Script dalam lagunya. Nyatanya, itu semua hanyalah kebohongan.

"Goblok, Rish! Rakata cuma suka sama Rinjani sejak dulu!" gerutuku di tengah kesendirian ini. Aku meringis, mengasihani hatiku yang diajak jungkir balik hanya karena cowok seperti Rakata.

Tapi, sejujurnya, kejadian siang tadi menyadarkanku akan satu hal. Ada sakit yang menjalar di dadaku tatkala melihat sosok Rinjani, gadis pujaan Rakata. Rasa sakit itu seolah mengingatkanku bahwa aku belum sepenuhnya melupakan Rakata. Seperti kata orang, it hurts because it matters. Kukira aku sudah baik-baik saja, namun semua perlakuannya masih memberikan efek untukku.

Lagu Six Degrees of Separation masih berputar berkali-kali tanpa henti. Mataku belum mengantuk karena semakin malam pikiranku makin bercabang.

Wajah Rakata seolah muncul di langit-langit kamarku yang berwarna putih. Potongan rambut comma hair yang agak berantakan, mata teduhnya, hidung mancungnya, semua fitur wajahnya masih kuingat dengan jelas. Mataku terpejam, bersamaan dengan sosok Rakata yang terbayang, momen-momen yang kami lalui bersama pun kembali menari-nari di benakku.

Ada sebagian dari diriku yang menginginkan momen indah bersamanya terulang lagi, sebagian dari diriku yang dikendalikan oleh hatiku. Mungkin otakku tahu bagaimana caranya membenci orang yang sudah menyakitiku, tapi hatiku tidak.

Suara dering ponsel yang menyatakan ada pesan yang masuk menyentakku kembali ke realita. Aku meraih ponsel yang terletak di samping bantalku itu. Mataku menyipit ketika melihat nama Rakata lah yang muncul di layar.

Rakata : udah tidur?

Secara otomatis mataku melirik jam yang bergantung di dinding kamarku. Masih pukul sembilan malam. Terlalu kentara bohongnya kalau aku nggak membalas pesan ini karena pura-pura tidur.

Setelah menghela napas panjang, kubalas pesan cowok itu.

Derish : belum, kenapa?

Aku heran kenapa sekarang Rakata seperti ada dimana-mana.

Balasan dari Rakata kembali masuk.

Rakata : ada yang mau gue omongin sama lo. Ketemuan nanti di sekolah, bisa?

Emang hal apa yang mesti dia sampaikan? Apakah dia mau menjelaskan ke depan mukaku langsung kalau yang kulihat di Licious Romance tadi memanglah Rinjani? Terus, dia bakal menegaskan dengan senyum sok kalau dia sudah bahagia setengah mati? Atau, justru kebalikannya, dia bakal membela diri dan bilang Rinjani bukanlah siapa-siapa jadi aku nggak perlu memikirkan tentang itu?

Aku berdecih dalam hati. Aku mana mempan disodorin pembelaan kacangan macam itu.

Lalu, kalau memang dia dan Rinjani benar-benar bahagia, ya udah, nggak usah pakai ditegasin ke aku juga sih. Kan sakit.

I Know You Miss MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang