Chapter 20
Shanin anak orang kaya, makanya dia punya rumah yang besar dan mewah. Apalagi kamarnya, aku merasa seperti sedang berada di kamar putri dari kerajaan. Kasurnya besar dan empuk, furniturnya tampak mahal, desainnya mewah dengan dominasi warna pink dan putih.
Aku tiduran tengkurap di atas kasur dengan laptop yang menyala di depanku. Tugas kami yaitu mencari beberapa kasus tentang Hak Asasi Manusia yang terjadi selama dua tahun belakangan dan menelaah kasusnya.
"Sini, Rish, gantian ngetiknya, lo makan dulu sana," kata Shanin berbaik hati. Aku bergeser dari posisiku. Shanin langsung menggantikan tugasku.
Kakiku melangkah turun dari kasur dan mendekati meja belajarnya yang terdapat sepiring french fries dan roti-rotian. Aku mencomot french fries seraya memperhatikan pintu kaca balkon kamar Shanin yang tertutup.
"Gue ke balkon, boleh nggak?" tanyaku pada Shanin.
"Ya, boleh, lah, kayak nggak pernah main ke rumah gue aja sebelumnya," dengus Shanin.
Aku berjalan mendekati balkon. Kubuka pintu kacanya dan melangkah ke luar. Sore ini, cuaca agak mendung dengan angin sepoi-sepoi, suasana yang cukup menyenangkan untuk bersantai menikmati pemandangan dari atas sini.
Sambil melakukan peregangan, mataku tertuju pada rumah yang berdiri kokoh dengan gaya minimalis modern bertingkat dua yang berhadapan dengan rumah Shanin. Rumah Rakata.
Aku pernah main ke rumahnya dua kali. Pertama saat masa PDKT, aku diundangnya mampir karena dia tahu aku sedang main ke rumah Shanin. Yang kedua, setelah kami resmi berpacaran. Dia mengajakku bertemu mamanya yang baru pulang liburan dari Singapura, mamanya memberikanku oleh-oleh berupa kaus dan tas. Satu-satunya anggota keluarganya yang pernah kutemui secara langsung hanyalah mamanya.
Rumah Rakata tampak sepi. Kayaknya cowok itu juga belum pulang karena motornya nggak ada di garasi.
"Di samping rumah Rakata itu rumah Rinjani," ucap Shanin tiba-tiba dari dalam kamar.
"Eh?"
Secara otomatis pandanganku beralih ke rumah di sebelahnya. Rumah dengan nuansa asri yang banyak ditumbuhi tanaman.
"Tapi Rinjani biasanya nggak ada di jam segini, dia kuliah," lanjut Shanin.
Padahal aku nggak bertanya, tapi dia memberikanku informasi secara cuma-cuma.
"Lo akrab nggak sih sama Rinjani? Rumah kalian kan deketan banget nih," sahutku.
"Pas kecil sih lumayan akrab. Tapi semenjak gue mau lulus SMP, nggak lagi. Udah sibuk masing-masing."
"Kalau lo sama Rakata? Kalian tuh kalau di sekolah kayak bukan orang yang hidup bertetangga. Malah pura-pura nggak kenal."
Itulah yang kulihat dari Shanin dan Rakata bahkan saat pertama masuk SMA. Kalau ada Shanin, Rakata cuma menyapa sekadarnya. Sedangkan Shanin lebih parah lagi, dia kadang pura-pura nggak lihat. Kalau pun terpaksa bertatap muka, Shanin lebih banyak diamnya. Walaupun Shanin basicnya emang pendiam, sih, tapi tetap saja, interaksinya tidak wajar.
"Males aja sih sama Rakata. Player. Dari awal masuk sekolah dia deketin lo, padahal gue tahu dengan jelas kalau dia itu naksir berat sama Rinjani sejak dulu. Gue nggak mau sahabat gue jadi pelarian aja."
Aku tersenyum masam lalu mendekati Shanin. "Sorry gue awalnya nggak percaya sama omongan lo. Untungnya gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri di Licious Romance Rakata lagi sama Rinjani. Ternyata lo bener."
Shanin bangkit dari duduknya dan menepuk lenganku. "Yang penting lo nggak deket-deket cowok player macam Rakata lagi sekarang."
Aku tersenyum tulus. Walaupun sekarang aku masih sering dihadapi perang batin ketika menghadapi Rakata, tapi aku harap, akan ada saatnya dimana dengan hanya menatap wajah Rakata, aku nggak merasakan apa-apa lagi. Tak ada debaran, atau kenangan yang menari-nari di kepala. Aku harap hari itu akan segera tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Know You Miss Me
Novela JuvenilKebahagiaan Derish karena dapat berpacaran dengan Rakata Mahesa, cowok most wanted di SMA Alpha Plus luntur seketika saat ia mengetahui bahwa di hati Rakata tersimpan nama cewek lain, yaitu Rinjani. Derish langsung memutuskan hubungan mereka tanpa m...