02. Sapaan Pertama Setelah Putus

1K 148 27
                                    

Chapter 2

Shanin adalah sahabatku yang tinggal di dekat rumah Rakata. Mereka sudah berteman sejak kecil. Makanya, Shanin lebih tau banyak mengenai Rakata ketimbang aku.

Aku ingat sekali, saat awal pacaran dengan Rakata, Shanin kaget bukan main. Katanya, Rakata itu nggak mungkin tulus memacariku. Rakata kan cowok nyaris sempurna yang bisa memacari cewek mana pun. Ganteng, pintar Biologi, jago main gitar, dan populer. Jadi mana mungkin dia memilihku yang biasa-biasa saja. Awalnya aku sempat nggak percaya diri, tapi melihat perlakuan Rakata yang baik, dan sikapnya yang sangat menyenangkan, aku jadi nggak menghiraukan Shanin.

Shanin pun mulai menyerah. Dia membiarkanku menjalin hubungan dengan tetangganya satu itu. Hingga akhirnya, di bulan ke empat berpacaran dengan Rakata, Shanin kembali merecoki hubungan kami. Shanin seakan mati-matian memperingatiku untuk membuka mata lebar-lebar dan melihat lebih jelas sosok Rakata yang sebenarnya sebelum aku menyesal. Aku yang jengah akhirnya memaksa Shanin untuk memberitahuku alasan yang sebenarnya kenapa dia di matanya Rakata bukan cowok yang tepat untukku.

Shanin bilang, sejak kecil, Rakata sudah punya pujaan hatinya sendiri. Namanya Rinjani. Yep! Rakata dan Rinjani. Si anak gunung Krakatau dan si gunung sejuta pesona. Serasi sekali, kan? Mendengarnya saja sudah membuatku seolah dipaksa berendam di kawah gunung meletus yang berisi lahar panas.

Rakata sudah naksir Rinjani sejak kecil. Mereka tinggal bersebelahan. Mereka tumbuh bersama dan menghabiskan banyak waktu yang menyenangkan. Mustahil bagi Rakata untuk tidak mencintai wanita cantik dengan senyum menawan itu. Namun, perasaan Rakata harus bertepuk sebelah tangan karena Rinjani yang usianya lebih tua dua tahun darinya itu, hanya menganggap Rakata sebagai adiknya.

Rakata tentu patah hati. Hingga akhirnya, dia bertemu denganku saat awal masuk SMA. Kata Shanin, aku sedikit mirip dengan Rinjani. Kami sama-sama punya eye smile, dan katanya, gaya bicaraku sama dengan gaya bicara Rinjani. Cenderung blak-blakan, dan spontan.

Awalnya aku kira itu terlalu klise. Tapi kejadian di Licious Romance membuktikan kebenaran perkataan Shanin. Dan aku bersumpah, aku dapat melihat tatapan lembut Rakata ketika menatap cewek yang sedang dinyanyikannya lagu Happy Birthday itu. Kalau bukan tatapan memuja, aku tidak bisa mendefinisikan arti lain tatapannya cowok itu.

Ternyata, Shanin benar. Di hati Rakata, masih tersimpan nama lain. Aku hanyalah pelarian Rakata saja selama ini. Cowok itu menganggapku sebagai bayang-bayang Rinjani yang tak bisa ia miliki itu.

Ini kenyataan yang sangat menampar. Aku jadi mempertanyakan kemana perginya harga diriku kalau aku masih saja mau memaafkan cowok sialan itu.

Dan sekarang, aku sedang memasukkan semua barang-barang yang mengingatkanku akan kenanganku bersama Rakata dalam box berukuran kecil. Ada anting-anting dan gelang tali dengan charm mahkota, pick gitar, dan semua barang yang sempat diberikannya kepadaku dulu. Aku juga memasukkan puluhan foto kami berdua yang pernah kucetak untuk kusimpan rapat-rapat di sebuah tempat yang seharusnya tak pernah aku jamah lagi. Segala yang menyangkut tentang Rakata memanglah harus kulupakan.

Kini, saatnya aku memulai sesuatu yang baru. Menjalani kehidupan dimana tidak ada Rakata di dalamnya.

Well, kurasa itu akan mudah, mengingat betapa besarnya rasa benciku kepadanya sekarang.

***

Sebulan sudah berlalu. Lambat laun nama Rakata tidak lagi memberi pengaruh besar kepadaku. Mungkin ini karena faktor kami yang jarang bertatap muka dan sama sekali tak saling menyapa lagi. Singkatnya, kami kembali menjadi orang asing.

Selasa pagi ini, Shanin memberitahuku kabar yang tak terlalu mengejutkan. Masih tentang Rakata.

"Dia ikutan olimpiade Biologi nasional ngewakilin sekolah. Sama Redo dan Anisa," ucap cewek berkacamata itu sambil mengunyah batagornya.

I Know You Miss MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang