14. Derita Kesekian

60 10 4
                                    

Biasakan vote dulu yuk sebelum baca, jangan lupa komennya juga. Enjoy reading!

***

Memasuki hari terakhir perjamuan tamu negara KTT ASEAN, aku belum merasa lega sepenuhnya. Persiapan saat menjelang breakfast tadi nampak amat berantakan. Sebab banyaknya para tamu yang sudah mengantre sejak pagi. Mereka tak sabar ingin mencicipi beberapa menu AsianFave Resto yang pernah disajikan kemarin. Seluruh makanan yang disajikan mendapat respons positif dari para tamu. Alhasil sebagian dari mereka ingin menyantapnya untuk terakhir kali sebelum melanjutkan agenda di Bali.

Dan untuk kali ini aku benar-benar kewalahan. Aku sudah berada di ambang batas ingin menyerah. Kalau saja nyaliku besar, mungkin sudah kulepas sarung tangan karet yang menyelimutiku penuh siksa karena panas dan gerah. Apron lateks kutaruh sembarang lalu bergegas ke loker untuk berganti pakaian dan kabur pulang.

Tapi karena tak mau dianggap menjilat ludah sendiri, aku memilih bertahan.

Sungguh, sebetulnya pekerjaan yang sering diremehkan orang-orang ini makin lama kian memberatkan. Seperti apa yang tengah kuhadapi sekarang, puluhan hingga ratusan piring kotor terus berdatangan dan bergiliran minta segera dibersihkan. Sementara kedua tanganku yang diselimuti rasa nyeri pegal tak mampu lagi memegang piring tiap piring yang harus cepat kuusapi sabun.

Raut wajahku berantakan sudah, tak ada ekspresi senang ataupun bahagia yang kutunjukkan. Aku terlalu larut memandangi piring kotor dan piring bersih secara bergantian.

Hampir seluruh piring di tiap-tiap lemari penyimpanan dikeluarkan supaya kebutuhan piring di setiap area dapur tetap tercukupi. Piring-piring antik sudah berada di luar jangkauanku. Aku tak sempat lagi menghitung ada berapa jumlah piring yang digunakan hari ini.

"Mangkuk salad udah ready bersih belum?"

"Piring khusus sandwich dan pastry tolong cepat direfil kembali!"

"Mangkuk sup dan bubur sudah selesai dicuci berapa banyak?"

"Kami butuh dua lusin piring lebar untuk Nasi Goreng!"

"Mangkuk khusus Sop Iga dan Sop Buntut tolong segera diantar! Kami butuh lima belas!"

"Piring oval untuk sajian Ikan Gurame sudah beres berapa? Bisa antar sekarang?"

"Piringnya retak! Si tamu ngotot minta ganti, tolong cepat diantar piring baru ke dapur dessert sekarang!"

"Mangkuk bubur kenapa nggak cepat diantar? Sudah beres belum, sih?"

"Piring antik khusus menu pastry Chef Wafa ada berapa yang sudah kelar dibersihkan?"

"Ada tamu yang nggak suka warna piringnya dan mendadak minta ganti. Dishwasher pinjam piring lain selain warna putih, bisa tidak?"

"Dishwasher ini lama ya?! Ya ampun! Ini tamunya semua pada komplain kelamaan nunggu. Kita udah kehabisan piring dari dua puluh menit yang lalu. Piringnya beneran dicuci nggak, sih?! Mereka ini pada kemana?"

"DISHWASHER LELET! Makanan yang harusnya udah ready diantar malah jadi overcook gara-gara mereka! Kita nggak bisa kasih makanan dingin ke pelanggan kalo nunggu piringnya kelamaan! Chef Sabit tolong beri evaluasi besar-besaran untuk mereka!"

"ADA PIRING KOTOR NUMPUK DEPAN AREA DAPUR. TOLONG CEPAT DI PICK-UP!"

"INI PIRINGNYA KENAPA MASIH BASAH?! KERJAAN SIAPA INI KOK BELUM DIKERINGIN?"

"PIRING BASAH BEGINI SIAPA YANG MAU PAKE ANJING! TOLOL BANGET KALIAN?! DI MANA OTAK KALIAN?!"

Tiga kalimat terakhir itu ucapannya Sabit. Yang setingannya selalu bersuara nada tinggi, raut dahi mengkerut, kedua alis tertaut, bibir tebalnya yang menyungut serta gebrakan atau bahkan tendangan kaki pada meja stainless steel yang terdengar amat berisik. Stok energi marahnya seakan-akan tak pernah habis.

Traces of Missing PlatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang