15. Libur Fiktif

54 10 0
                                    

Biasakan vote dulu yuk sebelum baca, jangan lupa komennya juga. Enjoy reading!

***

Akhirnya aku bisa merentangkan seluruh badan di kasur setelah dua minggu tak bisa tidur dengan nyenyak. Sampai-sampai aku belum sempat membersihkan seisi kamar yang mulai bersarang debu. Kamar tidurku memang jarang sekali ditengok Ibu. Aku sengaja melarangnya masuk, agar tak kena omelan jika kondisi ruangan berukuran 3x3 meter itu sedang kutinggal dalam kondisi berantakan.

Kamarku tak terlalu luas dan tak terlalu sempit juga, cukuplah untuk ukuran anak perempuan sepertiku yang lebih suka sendirian. Ruangan ini jadi saksi bisu seorang Nuridana Dilla senang berjingkrakan, menangis sesenggukkan, tertawa terbahak-bahak, kecewa penuh amarah, bahkan.. hampir menyerah.

Di seberang pintu kamar, ada dua jendela besar yang tertutupi tralis bergaya klasik supaya aman. Aku senang sekali berdiam diri dan melamun saat pagi hari. Sudah selama beberapa bulan terakhir aku sudah jarang sekali membuka jendelanya kecuali saat ingin dibersihkan. Namun ventilasi udaranya masih tercukupi sebab arah kamarku sendiri menghadap ke teras depan rumah.

Rencananya hari ini aku hanya ingin menghabiskan liburku di rumah saja. Libur yang rasanya amat langka sekali untuk didapatkan, dengan tidur berleha-leha seharian tanpa memikirkan pekerjaan. Aku tak ingin melakukan apa-apa selain menikmati waktu istirahat, ini bagai kesempatan jackpot yang harus aku manfaatkan.

Bagi orang-orang dewasa yang selalu sibuk dihantam tuntutan pekerjaan, meluangkan waktu untuk beristirahat jadi terasa mahal dan mewah. Tak semua orang bisa merasakannya setiap saat.

Tubuhku masih betah berselimut bed cover meski sudah terbangun sejak dua jam yang lalu. Tak ada suara penghuni rumah yang selalu berisik setiap pagi, besar kemungkinan mereka sudah pergi keluar. Keluargaku sibuk semua. Ayahku bekerja, Ibuku ke pasar, dan adikku yang sedang kuliah. Beginilah kehidupan rumah setiap pagi, tampak sepi tak ada siapa-siapa selain aku seorang.

Kalau biasanya aku secepat kilat bangun untuk bergegas mandi, sekarang aku malah asyik memainkan ujung kaki yang saling bergesekkan. Hawanya terasa dingin akibat tersentuh udara pagi yang sejuk.

Kegiatan kecil yang kulakukan barusan semuanya sirna saat aku teringat, kalau pakaian-pakaianku belum dicuci setelah dibiarkan menumpuk seminggu. Aku terpaksa beranjak bangun lalu membawa cucian kotor ke ruang belakang. Begitu melewati dapur, aku tak sengaja melirik wastafel yang rupanya dipenuhi tumpukan piring, sendok, garpu dan gelas kotor.

Oh, shit. Seketika aku jadi frustrasi sendiri melihatnya.

'Jangan, Rida. Jangan sentuh mereka. Bukankah kamu benci melakukannya? Selama ini kamu terpaksa hanya karena pekerjaan, bukan? Lagipula, kamu ini lagi libur! Bisa tidak untuk libur mencuci piring sehari saja? Haram hukumnya kamu menyentuh spons, menuang sabun, apalagi mengusap piring! Jangan kamu lakukan itu di hari libur! Kamu harus tahan menolak!'

Akhirnya aku mencoba acuh dan tidak peduli dengan situasi dapur, bergegas membuka penutup tabung mesin cuci lalu memasukkan seluruh pakaian kotor. Ah, bahkan apa yang kulakukan sekarang juga tak ada bedanya dengan cuci piring.

'Cuci, cuci, cuci, cuci, cuci, cuci, cuci, cuci...'

Aku terus lanjut menuangkan sabun deterjen cair meski pikiranku mulai dikerubungi satu kata yang cukup mendistraksi. Mau sejauh aku berlari kabur dan menghindar, tetap saja kata itu terus menerus muncul bagai sedang mengejarku. Apa mungkin efek dua hari kemarin, ya? Yang mana ada banyak sekali kejadian yang tak sadar telah merubah hidupku dalam sekejap.

Okta marah padaku, Kak Abas yang tiba-tiba merangkulku, melihat Pria Tantrum melempar piring sampai pecah, dan aku yang memutus pertemanan dengan Kak Wafa. Tampaknya aku terlalu sibuk memikirkan pekerjaan sampai hampir lupa, bahwa seharusnya aku merenungi atas segala hal yang terjadi kemarin. Biasanya otakku dengan cepat sanggup mengingat lagi secara detail situasi yang tak mengenakkan dan membuatku overthinking. Tapi semalam saja aku langsung terlelap saking lelahnya.

Traces of Missing PlatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang