18. MENANGIS

8.2K 270 0
                                    

JANGAN LUPA FOLLOW,
VOTE, KOMEN GUYS BIAR
AKU SEMANGAT UPDATE NYA.
HAPPY READING!

Vincent menurunkan Caramel di bangku taman, yang berada di belakang sekolah.

Tapi gadis itu masih menutup matanya, malu.

"Ada orang gak?" tanya Caramel, dengan kedua matanya yang masih terpejam.

"Nggak."

Caramel membuka matanya, dia terkejut, kala tahu dia bukan duduk di sebuah bangku, melainkan di pangkuan Vincent.

"Vincent!" ucap Caramel, kemudian mencubit paha lelaki itu. Vincent diam saja, dengan kedua tangan yang melingkar di pinggang Caramel.

Gadis itu berusaha melepas lilitan tangan Vincent dari pinggangnya, tetapi terus gagal.

"Lepas, nanti ada yang liat gimana?!" kata Caramel, menatap tajam Vincent.

"Kalo nggak ada yang ngeliat, boleh dong?" tanya Vincent, membuat kedua mata Caramel melebar.

"Ngomong sekali lagi, gue sobek mulut lo!" peringat Caramel garang.

Lelaki itu terkekeh gemas, mendengar perkataan Caramel. Apalagi saat melihat ekspresi wajah gadis itu.

Caramel menatap tidak percaya pada Vincent. Dia berkacak pinggang, menatap tidak suka kepada lelaki di depannya ini.

Vincent menyenderkan punggungnya di bangku, dengan kedua tangannya yang masih setia berada di pinggang Caramel.

Lelaki itu lagi-lagi terkekeh, membuat Caramel jengkel setengah mati.

Gadis itu mengangkat jari tengahnya, mengarah pada Vincent.

Vincent menggenggam tangan Caramel, tapi sebelah tangannya masih melingkar di pinggang gadis itu.

"Di ajarin siapa?" tanya Vincent.

Caramel tidak menjawab, dia justru mengulanginya, menggunakan sebelah tangannya.

Tatapan Vincent berubah menjadi datar. Ia menatap dalam gadis yang berada di pangkuannya ini.

Caramel menatap balik Vincent dalam, "Apa?!" tanya gadis itu ngegas.

Alih-alih menjawab pertanyaan Caramel, Vincent justru memiringkan kepalanya, sambil menatap gadis yang berada di pangkuannya ini.

Caramel berusaha tetap tenang, saat melihat tatapan datar dari Vincent.

Dia menatap balik lelaki itu, dengan tatapannya yang sok datar, seperti Vincent.

Vincent menahan senyumannya, melihat ekspresi wajah Caramel. Ia tadinya ingin marah pada gadisnya, tapi saat melihat tingkah laku gadis itu, Vincent jadi luluh.

Lelaki itu mengkondisikan mimik wajahnya, berusaha tetap menatap Caramel datar.

Perlahan-lahan, Vincent mulai menajamkan tatapannya, membuat Caramel meringis ngeri dalam hatinya.

"Nggak usah ngeliat gue kayak gitu!" peringat Caramel, dengan bibir bawahnya yang maju ke depan.

Vincent tidak mendengarkan peringatan dari Caramel, ia terus menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya.

Caramel mulai takut dengan tatapan Vincent, dia menarik pelan ujung seragam milik Vincent.

Lelaki itu menoleh, ke arah seragamnya yang sedang di tarik oleh Caramel, kemudian menatap gadis itu lagi.

Caramel melengkungkan bibirnya ke bawah, "Nggak usah gitu liatnya." ucap gadis itu pelan, sambil menundukkan kepalanya.

Vincent menggigit bibir bawahnya, agar tidak tertawa. Pasalnya, ekspresi wajah Caramel sangat amat lucu. Seperti anak kecil yang sedang di marahi oleh orang tuanya.

"Liat gua." perintah Vincent, tapi Caramel masih setia menundukkan kepalanya.

"Look at me, Angel." ulang lelaki itu, membuat Caramel mendongak, untuk melihat Vincent.

Vincent melebarkan matanya, kala melihat pipi dan mata Caramel yang basah. Gadis itu menangis.

Vincent panik, ia mengelap air mata gadisnya, menggunakan jarinya. "Hey, why are you crying, baby?" tanya Vincent, sambil tertawa kecil. Jujur saja, ia tidak kuat melihat mimik wajah Caramel yang sangat amat lucu di matanya itu.

Caramel mengerucutkan bibirnya ke depan. Dia menatap Vincent, dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

Ingat, Caramel berhati lembut, sangat amat lembut. Bahkan jika gadis itu di bentak, dia akan menangis.

Lihat sekarang, Vincent hanya menatap gadis itu tajam saja, dia sudah menangis.

"Kok ketawa?" tanya Caramel, dengan bibirnya yang masih melengkung kebawah.

Vincent dengan cepat menetralkan mimik wajahnya, takut gadis itu akan meneteskan air matanya lagi.

"Nggak, sayang." elak lelaki tampan itu.

Caramel mengedipkan kedua matanya berkali-kali, "Bohong."

"Sialan!" umpat Vincent, merasa gemas dengan ekspresi wajah Caramel.

"Tuhkan bohong." ucap Caramel. Kedua mata gadis itu sudah berkaca-kaca, ingin menangis.

Vincent menarik tubuh Caramel, kedalam pelukannya.

Lelaki itu terkekeh gemas terlebih dahulu, kemudian mengelus rambut gadisnya lembut.

"Vincent ketawa?" tanya Caramel, sambil mengelap air matanya.

"Nggak." jawab Vincent santai.

"Kok badannya geter?" tanya Caramel lagi, membuat Vincent susah menjawab.

"Batuk." alasan lelaki itu.

Caramel menarik tubuhnya, menatap Vincent curiga. Yang di tatap hanya diam saja.

"Bentar ya." ucap Caramel, lalu turun dari pangkuan Vincent. Lelaki itu memperhatikan gadisnya lamat-lamat.

Tak lama kemudian, Caramel berlari kecil, menjauh dari Vincent.

Gadis itu berbalik badan, untuk melihat Vincent, kemudian menjulurkan lidahnya mengejek, lalu berlari kembali ke arah kelasnya.

Vincent terkekeh. Bisa-bisanya ia di bodoh-bodohin oleh seorang gadis kecil? Tapi tak apa, yang penting itu adalah gadisnya.

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya, kemudian dengan tiba-tiba mencium harum seragamnya.

Vincent tersenyum tipis. Ini adalah harum dari parfum favorite Caramel, buah-buahan.

Lelaki itu bangun dari bangku, kemudian berjalan ke arah markas, dengan kedua tangannya berada di dalam saku celana.

♡♡♡♡♡

Caramel duduk di bangku samping Ayara dengan lemas, membuat Ayara yang sedang memperbaiki make up nya menoleh.

Gadis itu tiba-tiba saja memegang wajah Caramel dan melihatnya dengan seksama.

"LO ABIS NANGIS?!" tanya Ayara, dengan suara yang keras. Untung saja ini masih jam istirahat, jadinya yang berada di dalam kelas hanya sedikit.

"Woah, kurang gede Ay." ucap Caramel menyindir.

Ayara menyengir. "Ya abisnya lo dateng-dateng mukanya begini." kata gadis itu, membuat Caramel merebahkan kepalanya di meja, lesu.

"Vincent ya?!" tanya Ayara ngegas, membuat Caramel menatap gadis itu dengan kedua matanya yang melotot.

"Benerkan?" tanya gadis itu lagi, memastikan.

Tidak ada jawaban dari Caramel, membuat Ayara menyimpulkan bahwa Vincent adalah dalangnya.

"Wah wah, minta di hajar Vincent ini!" ucap Ayara.

"Emang berani?" tanya Caramel, menatap malas Ayara.

"Nggak."

Caramel is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang