Bab 2

129 16 0
                                    

Jenan sudah di periksa dan katanya demam biasa jadi tidak perlu khawatir. Kalo rewel nya, itu mah Jenan nya aja yang lebay.

Sore ini Haidar sedang duduk berdua bersama papa nya di sofa.

"Abang di marahin enggak karena enggak ikut presentasi?" Tanya Jovan.

Haidar menghela nafas panjang. "Sebenernya di marahin karena apa apa adek, apa apa adek. Dan yang selalu di utamain itu adek terus" jawab Haidar menjelaskan membuat Jovan mengangguk paham.

"Terus, Abang maunya gimana sekarang?" Tanya Jovan lagi.

"Boleh enggak, kita bikin adek mandiri?" Tanya Haidar membuat Jovan mengernyit.

Mia yang baru datang dari dapur selesai membuat teh saja langsung ikut bergabung.

"Abang yakin?" Tanya Mia.

Haidar mengangguk. "Yakin enggak yakin, tergantung kitanya rela ngelepas adek buat mandiri atau enggak nya" jelas Haidar.

Memang benar. Jenan terbiasa tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya bahkan Abangnya. Sejak dulu niatnya memang akan di ajarkan untuk mandiri, tetapi mereka terlalu takut melepas di bungsu terlalu jauh. Takut akan pergaulan sampai membuat Jenan terbiasa tumbuh dengan kasih sayang hingga sekarang.

"Boleh ya, ma, pa?" Tanya Haidar meminta izin.

Mia menatap Jovan, melihat tatapan sang istri yang tampak setuju, Jovan mengangguk.

"Iya, papa dan mama setuju. Rencana nya apa?"

Haidar tampak berfikir. "Suruh adek ngelakuin semuanya sendiri kalo dia minta tolong. Terus, biasain adek buat ngerjain semua tentang sekolah nya sendiri dan ngatasin masalahnya sendiri. Gimana?" Tanya Haidar meminta pendapat.

"Iya. Papa sama mama setuju."

-o0o-

Malam ini, Jenan terbangun dengan keadaan Haus. Jenan melirik ke arah jam Beker dimana jam tersebut menunjukkan pukul tujuh malam.

"Mama? Papa?"

Jenan memanggil orang tuanya namun tak ada respon. Jenan lantas turun dari kasur, ia berjalan keluar dari kamar dan menuruni tangga dengan perlahan meski kepalanya terasa masih sangat pusing.

"Abang?"

Masih tak ada respon, Jenan lanjut turun. Tanpa Jenan sadari, orang tua dan abangnya sebenarnya mendengarnya, tapi mereka hanya memantau.

Jenan berjalan sembari berpegangan pada tembok hingga tiba di dapur.

"Shh.."

Jenan meringis saat pusing kembali datang. Jenan tak memikirkan hal itu, ia mengambil gelas dan air untuk ia minum.

Prang!

Tapi sayangnya, baru memegang gelas saja Jenan tiba tiba kehilangan keseimbangan membuat Haidar yang tak tega ingin membantu tapi di halangi oleh Jovan karena ini adalah rencana Haidar jadi tanggung jawab juga milik Haidar.

"Abang.. mama.. papa.. adek pusing" keluh nya lirih.

"Adek haus.."

Jenan tak jadi minum, ia berniat kembali ke kamar dan pergi tidur saja tapi entah kenapa tubuhnya kembali limbung ke depan.

Bruk!

Dengan sigap, Haidar menangkap tubuh adiknya.

"Adek?"

Haidar memastikan adiknya karena takut terjadi sesuatu. Tapi nyatanya, Jenan kembali pingsan membuat Haidar merasa bersalah.

"Gendong ke kamar, bang. Mama ambil kain sama air dulu"

Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang