Mobil Samudra terparkir di area rumah Haidar. Samudra mengernyit saat melihat mobil Haidar yang terparkir di tengah tengah.
Samudra lantas keluar dari mobil, bergegas masuk ke dalam rumah namun tak ada siapapun.
"Dar? Lo dimana?" Tanya Samudra memastikan.
Tak ada yang menyaut sama sekali. Samudra lantas berlari menaiki tangga, memasuki kamar Haidar tapi tak ada sang empu disana.
Samudra kembali turun, namun seketika matanya tertuju pada pintu gudang yang terbuka bahkan lampunya menyala. Haidar bilang, gudang di rumah sudah tak pernah di pakai bahkan sudah jarang di nyalakan lampunya.
Samudra lantas berlari menuju gudang. Tiba di pintu, ia celingukan mencari Haidar dan—
Deg.
Samudra terpaku melihat tubuh pucat dan banyak lebam bahkan darah yang terbaring di lantai. Jenjang kaki samudra perlahan menghampiri tubuh itu. Samudra berjongkok, mencoba memegang tubuh itu dan melihat wajahnya lebih jelas.
"Haidar!"
Samudra memekik tertahan saat tau siapa itu. Samudra mengangkat tubuh Haidar, memangku tubuh itu.
"Dar? Dar bangun gue mohon dar. Dar Lo kenapa anjing?!" Teriak Samudra.
Samudra mengusap kepala Haidar, dan saat tangannya ia tarik kembali sebuah darah menempel di tangannya.
"H-hai.."
Mata terpejam itu kini perlahan terbuka. Meski lemah, tapi Haidar mencoba untuk tersenyum.
"T-to-long.. tt-tun-tun g-gu-e.."
Samudra menggeleng. "Enggak. Lo ngomong apa hah? Sadar ya? Kita ke rumah sakit terus obatin luka lo—"
"T-tol-ong.."
Samudra meneteskan air matanya. Ia terdiam sejenak menatap sahabatnya kemudian mengangguk perlahan.
"Asyhadu.."
"A-asy-had-u.."
"An laa"
"A-an la-a.."
"Ilaaha"
"I-ilaa-ha—ugh.."
Samudra menggeleng. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga sahabatnya, kemudian berbisik.
"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah.."
Samudra menangis. Menangis melihat tatapan sayu Haidar yang dengan perlahan kini mata itu kembali tertutup rapat. Deru nafas yang tersendat sudah tak terdengar lagi membuat Samudra menggeleng.
"Enggak.. Dar jangan gini Dar.."
Samudra segera mengecek denyut nadi Haidar.
Deg.
Samudra menggeleng, ia menggeleng tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Hai? Hai jawab kalo ini enggak mungkin..." Lirih Samudra.
"Hai.. Hai Lo kenapa? LO KENAPA ANJENG! BANGUN BANGSAT!"
Samudra menangis histeris sembari mengguncangkan tubuh sahabatnya yang tak kunjung merespon.
Percuma samudra. Haidar sudah tak akan merespon lagi. Mata itu sudah terpejam sangat rapat dan tak akan pernah terbuka lagi. Setidaknya.. Samudra sudah membantu Haidar untuk mengucapkan syahadat kan?
"Hai.. gimana sama Jenan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓
Novela JuvenilJenan yang hidup dengan cukup kasih sayang, namun kehilangan peran orang tua pasca kecelakaan tragis itu. Kecelakaan yang membuat Jenan harus hidup berdua dengan abangnya. Awalnya baik baik saja. Tapi datangnya dua orang jahat yang mengaku paman bi...