Bab 15

75 6 3
                                    

"LEPASS!! ABANG JANGAN BOBO! ABANG! LEPASIN ADEK! ADEK MAU KE ABANG, ABANG NYA BOBO! BANGUNIN TANTE! BANGUNIN!"

Jenan berteriak histeris saat melihat setubuh Haidar di tutup oleh kain membuatnya menjerit. Samudra hanya bisa menahan tubuh itu karena Haidar akan di kain kafani.

Saat Samudra bertanya apalah Jenan benar benar sudah pulih atau belum, itu karena Samudra tak bisa menunda kebohongan jadi Samudra mengajak Jenan pulang dengan pengawasan dari Pipto.

Tubuh Jenan meluruh ke lantai saat Haidar mulai di kafani. Samudra memeluk tubuh bergetar itu membuat dirinya ikut menangis.

"Abang janji sama adek bakal terus jagain adek sampe adek sukses.. TAPI MANA JANJI ABANG SAMA ADEK!!" Teriak nya lagi dengan suara serak dan sedikit bergetar.

Jenan menatap Samudra dengan tatapan memohon. "Abang kan cuman bobo.. Abang kenapa di bungkus pake itu?" Tanya Jenan lirih.

Samudra kembali memeluk tubuh itu. "Abang Hai udah tidur. Tidur untuk selamanya dan enggak akan pernah bangun lagi.." jawab Samudra perlahan dengan suara tertahan takut akan respon Jenan.

"Abang.."

-o0o-

Pemakaman sudah di lakukan dan Jenan hanya bisa menatap kosong pada jasad Haidar yang mulai di masukkan ke liang lahat. Semuanya hadir dalam pemakaman Haidar. Rakeal dan Juavel bahkan ada ditemani orang tuanya. Keduanya terdiam menatap Jenan yang pastinya benar benar kehilangan.

Samudra menatap Rosa membuat sang bunda mengangguk dan mengambil alih Jenan.

Samudra berjalan ke arah makam, masuk ke liang lahat dan membantu untuk menguburkan jasad Haidar. Sebelum di kuburkan, Samudra menatap nanar sahabatnya yang kini telah pergi dengan cepat.

"Silahkan perwakilan ingin mengadzani?" Tanya salah satu bapak bapak.

Samudra melirik ke arah Jenan. Samudra naik kembali dan menghampiri Jenan, memegang kedua bahu anak itu.

"Mau adzan?" Tawar Samudra.

Jenan menatap polos ke arah Samudra, kemudian mengangguk membuat Samudra tersenyum dan membawa Jenan mendekat ke makam bersama Rosa dan Bagas.

Jenan sudah berdiri di samping liang lahat sembari menatap kosong jasad kakak nya.

"Izinin adek nya, pak.." ucap Samudra lirih.

Bapak tersebut mengangguk dan membiarkan Jenan melantunkan adzan untuk terakhir kali untuk Haidar. Meski tak kuat dan tak mampu berucap, Jenan melakukannya depan perlahan walau suaranya bergetar membuat sekitarnya menangis mendengarnya.

Kenapa? Karena sosok yang Jenan punya satu satunya kini sudah berpulang dan Jenan lah yang mengadzani untuk terakhir kali.

Setelah selesai di adzan ni. Makam mulai di tutup dengan kayu kayu kemudian dengan tanah membuat Jenan kembali menjerit.

"ENGGAK! JANGAN DI TUTUP! ABANG PENGAP NANTI!"

Laura menahan tubuh keponakannya sembari menangis dan memeluknya. "Ikhlas sayang.. ikhlas.." tutur Laura berbisik.

Jenan menggeleng. Hingga selesai di makamkan dan di taburi bunga, tubuh Jenan jatuh pada tumpukan tanah tersebut dan memeluk batu nisan tersebut.

"Abang jahat.. Abang tinggalin adek. Abang bilang mau kalo adek mandiri, adek bakal mandiri demi Abang. Ayo, ayo bangun.."

Samudra berjongkok, membawa Jenan ke dalam pelukannya. "Kalo adek capek, adek sedih, adek kangen Abang Hai. Adek pulang ke Abang Sam ya?" Tutur Samudra.

"Pintu rumah Abang akan selalu terbuka buat adek" lanjutnya.

Jenan terdiam, ia meremat kuat tanah merah tersebut. "Abang udah sama mama sama papa ya?" Tanya Jenan lirih.

Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang