Bab 6

90 12 2
                                    

Suara decitan dorongan brankar terdengar sangat berisik ke seluruh penjuru lorong rumah sakit membuat para pengunjung atau pasien lainnya sedikit terganggu.

Dorongan yang begitu cepat atau bahkan para dokter dan perawat yang tampak menangani pasien nya di perjalanan tersebut.

Jenan. Pasien tersebut adalah Jenan.

Sore tadi setelah di pasangkan nassal canulla dan di periksa oleh Pipto Jenan terlelap. Namun malamnya Haidar menghubungi Pipto bahwa adiknya drop parah bahkan suara nafasnya sudah seperti suara Mengi yang memenuhi seisi kamar.

Itu sebabnya Jenan di larikan ke rumah sakit karena memang sudah lama Jenan tidak control ke rumah sakit dan hanya melakukan pemeriksaan biasa dengan Pipto. Jadi mungkin ini alasan Jenan drop parah sampai membuatnya harus di larikan ke rumah sakit.

Jenan di larikan ke UGD untuk mendapatkan penanganan yang lebih membuat Mia khawatir sampai meneteskan air mata.

Jovan memeluk sang istri yang menangis di depan UGD dan menenangkannya. Sementara Haidar, ia duduk dengan kepala di angkat ke atas khawatir akan keadaan adiknya.

Mereka terus merapalkan doa doa agar Jenan baik baik saja.

Haidar berdiri, ia berjalan ke samping tuang UGD dimana disana kaca nya bening dan tidak di tutup otomatis akan memperlihatkan keadaan sang adik yang tengah di tangani.

Haidar meringis melihat beberapa alat yang di tempelkan pada tubuh adiknya. Separah itu? Ini ketiga kalinya Haidar melihat adiknya drop dan di larikan ke rumah sakit setelah bertahun tahun ia tak melihat adiknya seperti ini lagi.

Terakhir Jenan drop seperti ini mungkin saat Jenan usia 7 atau 8 tahunan itu pun kalau Jenan ingat. Tapi sekarang, ini adalah ketiga kalinya Haidar melihat adiknya di kelilingi para pihak medis.

Haidar menempelkan telapak tangannya di kaca, menatap nanar adiknya.

"Abang enggak mau liat adek kayak gini.."

Haidar menunduk. Sifat Jenan yang sempat berubah itu seketika membuat Haidar berfikir. Apa Jenan melakukan sesuatu saat sifatnya berubah waktu itu? Atau ada yang membentak Jenan atau bahkan melakukan hal jahat pada adiknya?

Ah tidak-tidak! Ayo Haidar, berpikir positif.

Ceklek.

Mendengar suara pintu terbuka, Haidar langsung menghampiri orang tuanya dan dokter Pipto.

"Gimana, mas?" Tanya Jovan.

"Seperti biasa semakin kesini semakin buruk. Saya waktu itu pernah bilang kan kalo tetep dipaksa buat lahir, kedepannya bakal susah buat Jenan beraktivitas banyak" jelas Pipto.

"Mungkin hari ini, atau pagi tadi Jenan beraktivitas terlalu banyak sampe bikin Jenan drop kayak gini. Atau ada sesuatu yang bikin Jenan banyak pikiran?" Lanjutnya membuat Mia menutup mulutnya dengan air mata yang kembali mengalir.

"Saran saja, Van. Kamu sebaiknya jujur sama Jenan biar Jenan juga bisa mengontrol kegiatan yang berlebihan. Biar Jenan juga tau kalau dia itu spesial, biar Jenan bisa menjaga diri dan kesehatannya" jelas Pipto lagi.

"Buat sekarang, Jenan masih cukup lemah. Saya udah kasih obat, tinggal nunggu Jenan sadar aja"

Mia memeluk Jovan membuat Jovan terdiam. Keduanya belum siap memberitahu Jenan. Tapi, Haidar tersenyum tipis.

"Kalo mama sama papa enggak siap, Abang siap buat bantu kasih tau adek" ucap Haidar membuat Mia menatap si sulung.

"Abang yakin?" Tanya Jovan.

Haidar mengangguk. "Apapun. Jenan itu adek nya Abang, jadi Abang harus siap apapun resikonya" jawabnya Haidar membuat orang tuanya menatap bangga.

"Abang makasih ya, makasih karena Abang selalu siap dan selalu ada buat adek" ucap Mia.

Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang