Bab 13

77 10 1
                                    

Haidar meraih tangan adiknya yang tertancap infus, ia menatap wajah adiknya yang tertutup masker oksigen.

Jenan collapse parah sampai hampir semua pihak medis bertindak. Jantung Jenan semakin memburuk bahkan Jenan alami syok entah karena apa. Tanpa Haidar ketahui, Jenan selalu di bentak dan diteriaki mungkin itu salah satu penyebabnya.

Jenan kemungkinan masih bisa beraktivitas normal jikalau ada pendonor jantung. Haidar lemas seketika saat mendengar hal itu.

Haidar butuh Mia dan Jovan. Haidar butuh kehadiran orang tuanya untuk menjadi sandarannya. Haidar butuh seseorang.

Bagaimana rasanya menjaga seorang adik sendirian yang biasanya kita banyak menghabiskan waktu bersama teman tapi kini harus mengutamakan adik dan menggantikan peran orang tua? Haidar merasa ini menyakitkan, tapi Haidar tak mau adiknya terluka.

Haidar menunduk, air matanya menetes begitu saja melihat keadaan Jenan. Apalagi, dokter mengatakan kalau kondisi Jenan cukup lemah, jadi mungkin akan lama untuk Jenan sadar.

Haidar memeluk adiknya. Tangisnya pecah begitu saja di iringi Isakan membuat siapapun yang mendengar ikut menangis bahkan Haidar merasakan sakit nya sekarang.

Tanpa Haidar sadari, ada Samudra yang mengintip di pintu dimana pintu tersebut ada sedikit kaca untuk melihat ke dalam.

Samudra juga ikut meneteskan air matanya.

"Lo berhak nangis sepuasnya, dar. Lo juga manusia."

Hari ini di rumah sakit penuh tangis, hingga langit yang tadinya cerah kini berganti menjadi gelap bahkan suara tangis Haidar sudah tak terdengar. Samudra lantas kembali mengintip, melihat Haidar yang tengah melamun.

Samudra menghela nafas panjang, ia membuka pintu lalu menghampiri Haidar. Haidar yang melihat menatap nanar Samudra.

Samudra tersenyum, ia merentangkan tangannya membuat Haidar paham dan langsung memeluk sahabatnya sementara Samudra menepuk nepuk punggung Haidar.

Dimana Laura dan Arga? Entah dimana dua manusia brengsek itu Haidar tak peduli.

"Udah puas nangis?" Tanya Samudra.

Haidar mengangguk. "Adek gue butuh pendonor. Gue harus cari kemana?" Tanya Haidar lirih.

"Dar. Sikap Lo yang gue kenal itu enggak gampang nyerah. Jadi, ayo berusaha. Gue bakal jalan bareng Lo."

Haidar terdiam. Ia menatap Samudra dengan wajah seolah tak percaya dengan apa yang Samudra ucapkan.

"Jalan bareng gue?"

Samudra mengangguk. "Kita jalan bareng sampe harus finish dan kita bakal ada di tahap bahagia."

Haidar tersenyum. "Thanks. Thanks karena udah selalu ada buat gue, Sa. Thanks udah selalu baik sama adek gue. Gue, gue bakal inget semua kebaikan Lo."

"Santai kali, lagian adek Lo adek gue juga. Dah jangan nangis lagi, udah malem tidur lah kita besok sekolah" ucap Samudra membuat Haidar mengangguk.

"Iya."

-o0o-

PRANG!

"SIAL!"

Arga melempar barang barang di meja kamarnya dan mengacak acak rambutnya sendiri.

"Kenapa Haidar bisa tau?!" Bentak Arga pada Laura.

"Kamu pikir aku tau kalo Haidar ngikutin kita? Anak itu ngehalangin mas!" Balas Laura.

Arga menghela nafas panjang, namun sesaat senyum mengerikan terpampang jelas dari sudut bibirnya.

"Kita harus singkirin dulu bocah itu terus baru ke Jenan."

Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang