Harsa terbangun dengan keadaan leher yang pegal. Iya, Harsa tidur dengan meletakkan kepalanya di brankar sedangkan posisi ia duduk di kursi. Samudra sudah memindahkannya ke sofa tapi Harsa bangun lagi untuk kembali duduk disana.
Harsa bilang, ia ingin tetap disisi saudara kembarnya dan menemani saudaranya setidaknya seharian penuh.
Harsa menatap nanar Jenan. Air matanya mengalir begitu saja seolah ada yang menusuk hatinya. Melihat Jenan yang benar benar lemah membuat hatinya sakit. Bagaimana sebuah selang oksigen yang masuk ke mulut Jenan, punggung tangan yang tertancap infus, alat monitor yang terus berbunyi bahkan beberapa alat lainnya menempel pada tubuh anak itu.
Ayo bangun.. Harsa mau ngerasain bahagia sama Jenan. Tolong bangun dan jangan tinggalin Harsa..
Sakit rasanya. Tubuh Harsa juga tidak enak dan sedikit hangat. Mungkin karena keduanya kembar dan telepati keduanya sangat kuat?
Badan Harsa panas, enggak enak.. kalo Jenan bangun badan Harsa pasti langsung seger.
Harsa terus membatin. Ia sedikit sedih karena tak bisa berbicara seperti kebanyakan orang. Tapi setidaknya orang sekitarnya mengerti apa yang selalu Harsa inginkan dan Harsa bicarakan meski lewat tulisan maupun bahasa isyarat.
Harsa mengusap lembut punggung tangan Jenan yang tidak terinfus. Namun sesaat matanya melotot melihat tubuh Jenan yang mulai bergetar hingga mengejang hebat.
"Aaaa!! Aaaa!!"
Harsa berusaha berteriak tapi tak ada satupun yang mendengar. Harsa menatap tombol merah di brankar dan mengambil mikrofon yang menggantung.
Nging~
"Ada yang bisa saya bantu?"
"AAAAA!! AAAAA!!"
"Dek maaf? Jangan memainkan tombolnya ya?"
"Aaaa! Aaaa!"
Tak!
Harsa menggeleng, ia melempar mikrofon nya, Harsa bahkan sudah menangis histeris. Tubuhnya bergetar ketakutan melihat kejang saudaranya semakin hebat.
BRAK!
"HARSA!"
Laura menarik Harsa dan memeluknya sementara Pipto langsung menangani Jenan. Harsa benar benar ketakutan sekarang. Bolehkah Harsa merasa takut kehilangan sekarang? Jenan seperti itu tepat di hadapan matanya.
"Je! Ayo sini kejar Abang!"
Jenan berlari mengejar Haidar mencoba mencapai tubuh kurus itu.
"Abang jangan cepet cepet! Capek adek nya!" Keluhnya kesal.
Haidar tertawa. "Yauda maaf"
Haidar menatap adiknya. "Adek ngapain ada disini?" Tanya Haidar.
"Adek kangen sama Abang.."
"Adek enggak kasian sama Harsa? Dia sendirian lho," ucap Haidar.
Jenan mengangguk. "Adek kasian, tapi apa Abang tega ngebiarin adek bertahan tapi dengan luka yang sama? Abang tega ngeliat adek terus terusan nahan sakit?"
"Beneran mau ikut Abang?"
"Iya.. adek udah nyerah. Sakit banget, kalo pun ada pendonornya pasti kemungkinannya kecil kan?"
Haidar mengangguk mantab. "Pamitan dulu gih. Abang tunggu disini, nanti Abang jemput"
"Beneran ya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenan Dan Lukanya [SELESAI] ✓
Novela JuvenilJenan yang hidup dengan cukup kasih sayang, namun kehilangan peran orang tua pasca kecelakaan tragis itu. Kecelakaan yang membuat Jenan harus hidup berdua dengan abangnya. Awalnya baik baik saja. Tapi datangnya dua orang jahat yang mengaku paman bi...