P R O L O G

177 24 22
                                    

Halo Ren!

Sebelum lanjut ada hal yang ingin ku sampaikan sekaligus kalian pahami di sini.

CATATAN

1.TIDAK BOLEH PLAGIARISME ATAU MEMPLAGIAT DENGAN ALASAN APA PUN. || ©uprain

2. NOVEL KHUSUS 17+ (Bergantung pada gaya bahasa)

3. TIDAK ADA JADWAL PASTI UNTUK UPDATE KECUALI HUJAN

4. GUNAKAN IMAJINASIMU DI SINI

5. SELAMAT MEMBACA DAN JANGAN KEBANJIRAN AIR HUJAN 🌧

 SELAMAT MEMBACA DAN JANGAN KEBANJIRAN AIR HUJAN 🌧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LAUT KARAM
SEBUAH SASTRA NOVEL OLEH UPRAIN

******


Laut di depanku terasa seperti misteri yang tak pernah habis. Ombak datang silih berganti, menghantam karang dan kembali ke samudra, seolah hanya berputar tanpa tujuan. Tapi di sini, di ujung pasir yang lembap ini, aku menemukan satu hal yang tak pernah hilang: kejujuran laut. Ia mengingatkanku bahwa semua ini ada batasnya. Hidupku, tubuhku, waktu yang diberikan padaku.

Katanya hidup adalah anugerah, hadiah yang harus disyukuri. Tapi jujur saja, apa makna dari sebuah hadiah kalau isinya cuma rasa sakit? Dokter memberiku batas hanya dua belas bulan lagi, katanya, dua belas bulan untuk menyaksikan tubuhku perlahan hancur dimakan penyakit yang tak terlihat. Mereka bilang aku harus "kuat." Aku harus "ikhlas." Tapi, ikhlas kepada apa? Kepada ketidakadilan yang datang tanpa aku minta? Kepada rasa perih yang menghajar kepala tanpa peringatan?

Sementara itu di luar sana, orang-orang sibuk mengingat jasa pahlawan yang sudah mati, yang namanya dijunjung tinggi: Raden Ahmad Mahardika, kakek yang katanya seorang pejuang besar. Leluhur yang konon mati untuk kemerdekaan. Dan aku, cucunya berdiri di sini, menggenggam sisa-sisa hidup yang terkikis hari demi hari, tanpa musuh yang bisa kulihat, tanpa senjata yang bisa kuangkat. Jadi, apa artinya kata "berjuang" kalau lawanku bukan peluru atau penjajah, tapi sel-sel busuk yang tumbuh dalam diam?

Ada yang bilang, aku harus menemukan kedamaian, menjalani hidup dengan penuh harapan seolah-olah semua bisa begitu mudah. Aku ini remaja biasa, dan sekarang setiap kali aku mencoba menutup mata, yang muncul bukan masa depan, bukan mimpi, tapi kematian yang kian mendekat seperti ombak yang tak pernah benar-benar surut. Mereka bilang aku masih punya waktu, tapi buat apa waktu kalau yang kurasakan hanya detik-detik penuh ketakutan dan kesakitan?

Dibalik harapan-harapan kosong yang mereka sodorkan, aku tahu aku sedang melawan sesuatu yang tak mungkin kutaklukkan. Orang-orang bilang, "jangan menyerah." Tapi tidak ada yang mengerti rasanya berdiri di tepian ini, sendirian, memandang laut yang entah mengapa terlihat begitu jauh dan dingin. Tidak ada yang paham bagaimana setiap detik berharga, bagaimana aku ingin berjuang, tapi harapanku terus-menerus dipatahkan oleh kenyataan yang pahit.

Mungkin mereka benar, hidup adalah hadiah, tapi hadiah macam apa yang hanya memberikan penantian? Kalau ini semua memang permainan, lantas apa tujuannya? Aku menghirup udara asin yang menyakitkan paru-paruku, mengingatkan bahwa tarikan napas sederhana ini pun kian sulit. Aku ingin sekali merasakan satu hal, satu detik, tanpa rasa sakit. Tapi sepertinya permintaan itu terlalu sederhana untuk dunia yang terus berjalan tanpa peduli.

Dan di ujung semua ini, hanya satu pertanyaan yang tersisa: bisakah aku hidup hanya untuk merasakan sedikit kebahagiaan, sekali saja-tanpa ada ketakutan, tanpa ada rasa hampa?

***

Terimakasih sudah baca - 19 Mei 2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terimakasih sudah baca - 19 Mei 2024

Tulis first impression kamu di sini 👉

Jangan lupa komen dan vote serta follow, ya!

LAUT KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang