Halo Ren Ren kuu💙
Selamat hari minggu 💙
Selamat membaca dan semoga suka sama ceritanya, Aamiin.
***
MENENTUKAN TUJUAN HIDUP
-
Pintu kelas VIII-A terbuka, memperlihatkan Bu Cinta yang melangkah masuk dengan senyum teduh di wajahnya. Sosoknya selalu membawa aura kedamaian yang ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa. Ia bukan sekadar guru BK, tetapi bagaikan penjaga api semangat dalam diri murid-murid Starlight.
Begitu tiba di depan kelas, ia menyapu pandang, melihat wajah-wajah yang sudah siap mendengarkan. "Hari ini," ucapnya lembut. "Keluarkan kertas selembar kalian, Kita akan bicara soal mimpi dan tujuan hidup. Setiap dari kalian pasti punya keinginan yang ingin diraih, kan?" sambungnya.
Seluruh kelas mulai menggeliat, dan beberapa murid mengeluarkan kertas seperti yang diperintahkan. Tatapan Bu Cinta jatuh pada Rian. "Rian, apa yang kamu inginkan tahun ini?" tanyanya.
Rian sedikit kikuk, lalu menjawab, "Saya ingin lebih fokus di matematika, Bu."
Bu Cinta tersenyum hangat. "Bagus. Ingat, fokus itu kunci, tapi jangan lupa beri dirimu ruang untuk berkembang."
Lalu dia bergerak ke arah Rintik. "Bagaimana denganmu, Rintik?"
Rintik, yang duduk di dekat jendela, mengangkat bahunya pelan. "Saya pengen ikut ekskul lebih banyak, Bu. Kayaknya seru."
“Bagus, ekskul bisa membantumu menemukan bakat lain,” jawab Bu Cinta sambil mengangguk pelan.
Tatapannya kini tertuju pada Scarlett. "Scarlett, apa yang ingin kamu capai?"
"Saya mau bantu teman-teman yang kesulitan belajar, Bu," jawab Scarlett dengan nada penuh keyakinan.
“Kamu punya hati yang luar biasa, Scarlett. Dunia butuh lebih banyak orang seperti kamu,” puji Bu Cinta.
Sampailah Bu Cinta di depan meja Baskara, yang duduk dengan kepala menunduk, seolah terlarut dalam pikirannya sendiri. Sinar matahari pagi menyusup masuk lewat jendela, memantulkan bayangannya di atas meja. Bu Cinta menatapnya sejenak, merasakan ada sesuatu yang lebih dalam di balik tatapan muramnya.
"Baskara," suaranya lembut tapi penuh perhatian, "apa yang kamu inginkan?"
Baskara mengangkat wajah, menatap Bu Cinta dengan penuh keyakinan. “Saya ingin jadi sutradara, Bu. Saya suka nonton film dan selalu berpikir gimana caranya bikin cerita yang seru."
Bu Cinta tersenyum, sebuah senyum yang penuh makna. "Membuat film itu bukan hal yang mudah, tapi kamu punya imajinasi yang luar biasa. Kalau kamu tekun dan mau belajar, kamu bisa jadi sutradara hebat."
Baskara merasa senyumnya tumbuh lebar. "Tapi... Bu, saya pernah nulis cerita fantasi dan mengirimkannya ke penerbit, tapi ditolak."
Mendengar itu, wajah Bu Cinta langsung berubah. Ia merasakan sakit yang dalam di hati Baskara, seolah ia sendiri yang mengalami penolakan itu. "Oh, Baskara," suaranya bergetar, "itu pasti sangat sulit untukmu. Saya tahu betapa kerasnya kamu berusaha, dan saya sangat bangga padamu."
Baskara menundukkan kepala, merasa beban itu semakin terasa. "Kadang saya berpikir, apa saya benar-benar bisa melakukannya? Saya sudah menghabiskan waktu dan tenaga, tapi hasilnya nihil."
Bu Cinta menggerakkan kursinya sedikit lebih dekat, mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Setiap penulis yang sukses pasti menghadapi penolakan. Bahkan penulis terbaik di dunia pun pernah ditolak berkali-kali sebelum mereka menemukan suara mereka. Yang terpenting adalah kamu tidak menyerah. Mimpi itu berharga, dan kamu tidak akan pernah tahu seberapa jauh kamu bisa melangkah jika kamu tidak berani mencoba lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT KARAM
Roman d'amour𝐴 𝑡𝑜𝑢𝑐ℎ 𝑐𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑠 𝑜𝑓 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑐𝑎𝑙, 𝑓𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦, 𝑎𝑛𝑔𝑠𝑡, 𝑎𝑛𝑑 𝑠𝑎𝑡𝑖𝑟𝑒. 𝐋𝐚𝐮𝐭 𝐊𝐚𝐫𝐚𝐦 menuturkan perjalanan hidup Baskara yang mimpinya diperkosa oleh kenyataan keparat. Sejak kecil, ia mengejar impian...