MALAM BERSAMA BANDUNG

10 2 0
                                    

Halo Rain💙

Semoga suka sama ceritanya, Aamiin💙

***

MALAM BERSAMA BANDUNG

-

Di dalam taksi yang melaju dengan kecepatan sedang, suasana hening sejenak menghiasi perjalanan. Hanya suara mesin mobil terdengar keras mengisi keheningan di antara mereka. Baskara, yang duduk di sebelah jendela, menatap keluar dengan pandangan menerawang jauh. Gedung-gedung tinggi dan jalanan yang ramai seolah berlalu dalam gerak lambat, menciptakan pemandangan kota yang selalu hidup.

Setelah beberapa menit terdiam, Baskara akhirnya memecah keheningan dengan suara yang lembut namun jelas, "Pa, nanti kita mampir ke Gramedia, ya? Aku pengen lihat-lihat buku di sana."

Sang papa, yang duduk di depannya, tersenyum tipis. Kerutan halus di sudut matanya menunjukkan kehangatan mendalam. "Boleh, Bas," jawabnya dengan suara tenang, seolah setiap kata adalah jaminan dari janji yang tak akan pernah dilanggar. "Apa ada buku tertentu yang kamu cari?"

Baskara menggeleng pelan, masih menatap keluar jendela. "Aku cuma ingin melihat-lihat aja, Pa. Siapa tahu ada yang menarik."

Di dalam taksi, udara terasa hangat meski AC menyala, seperti kehangatan yang memancar dari hati mereka. Meidiana, yang duduk di tengah, menggoyangkan kakinya dengan riang, tangannya tak henti-hentinya memainkan ujung dress pink-nya. Mama, di sebelah Meidiana, menatap kedua anaknya dengan penuh kasih sayang. Ia membetulkan hijab biru dongkernya, yang melambangkan ketenangan di tengah keramaian dunia luar.

Papa mengalihkan pandangannya sejenak ke arah sopir taksi yang tampak tenang. "Pak, bisa kita singgah di Gramedia Dusun Naripan nanti?" tanyanya.

Sopir taksi mengangguk, tersenyum ramah melalui kaca spion. "Oke, Pak."

Baskara tersenyum tipis, merasakan kehangatan dari dukungan keluarganya. Tangannya yang tadi menggenggam tas perlahan-lahan melembut, jemarinya mulai bermain dengan resleting tasnya. Dalam hati, ia merasa seperti pelaut muda yang menemukan pelabuhan baru di setiap halaman buku yang ia baca, sebuah pelarian dari kenyataan ke dunia penuh petualangan dan mimpi.

"A, Aa suka banget baca buku, ya?" tanya Meidiana tiba-tiba, memecah keheningan dengan suara kecilnya yang ceria.

Baskara menoleh ke arah adiknya, matanya yang berbinar menatap dengan lembut. "Iya, Mei. Buku itu seperti jendela ke dunia lain. Kita bisa pergi ke mana saja tanpa meninggalkan tempat kita berdiri."

Mama tersenyum mendengar jawaban anaknya. "Itu betul, Bas. Membaca itu membuka wawasan kita, memperkaya jiwa kita."

Perjalanan terus berlanjut, dengan percakapan ringan mengalir seperti aliran sungai yang tenang, membawa mereka menuju tujuan dengan penuh harapan. Mereka tak menyadari bahwa waktu berjalan begitu cepat, di antara tawa dan cerita yang mengisi setiap detik. Seperti pelukis yang menambahkan warna pada kanvas, setiap kata, gerak, dan senyum menambah nuansa pada lukisan hari itu.

Saat taksi perlahan berhenti di depan Gramedia, suasana malam di kota Bandung menyelimuti mereka dengan keindahan yang tenang dan memukau. Lampu-lampu kota menyorot cahaya lembut, membentuk pola berkilauan di sepanjang jalan. Dari kejauhan, gunung-gunung tampak seperti siluet hitam megah di bawah langit yang bertabur bintang. Aroma malam segar membawa rasa nyaman, menciptakan atmosfer damai di tengah keramaian kota. Suasana seperti ini belum pernah ia rasakan saat berada di desa, malam ini sungguh membuat keluarga Maliki tampak bahagia dan menikmati momen kebersamaan.

Baskara keluar dari taksi dengan semangat yang terpancar dari langkahnya. Sejuknya udara malam menyentuh wajahnya, seperti sapaan lembut dari alam. "Hatur nuhun, Papaku sayang," ucapnya sembari melihat ke arah Maliki yang masih berbicara dengan sopir taksi.

LAUT KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang