DEFINISI BAHAGIA YANG SESUNGGUHNYA

17 2 0
                                    

Halo Rainn💙

Hari ini pengen upload banyak💙🌧

Apa kabar?

Semoga tetap suka sama ceritanya, ya! Ini masih awal 💙

***

DEFINISI BAHAGIA YANG SESUNGGUHNYA

Penulis itu arsitek cerita, dan sutradara adalah pelukis dari fatamorgana kata itu.”

-

Setelah selesai sarapan, kehangatan pagi terus terasa di rumah keluarga Maliki. Maliki mengingatkan kedua anaknya dengan nada halus, "Baskara, Meidiana, kita pergi ke bioskop jam sebelas siang nanti. Jadi pastikan kalian sudah siap, ya."

Baskara mengiyakan dengan anggukan kepala, ia kemudian berjalan menuju kamarnya sendirian, meninggalkan hiruk-pikuk aktivitas pagi di ruang makan.

Masuk ke dalam kamarnya, Baskara merasa bingung mau mengerjakan apa hari ini. Matanya teralih pada buku catatannya yang terlihat lumayan berdebu di atas meja samping kasurnya. Ia mendekati meja itu dan mengambil buku catatannya, mengusap debu yang menempel dengan tangannya. Di dalam hati, ia berpikir untuk mengerjakan tugas sekolah yang mungkin belum selesai.

Baskara membuka tas sekolahnya dan mengecek buku pelajarannya. Tangannya meraih buku IPS yang tebal dan membuka halaman-halamannya, mencoba mengingat apa yang perlu dikerjakan. Namun, seketika ia tersadar dan menghela napas panjang, "Agh! Aku lupa kalau sudah mengerjakan ini setelah pulang sekolah kemarin," katanya dengan sedikit frustrasi.

Ia menutup buku IPS-nya dan kembali duduk di kasurnya. Kepalanya tertunduk, matanya menerawang ke arah jendela. Perasaan ingin bermain dengan anak-anak seperti yang lain menyelimuti pikirannya. Baskara memang lebih suka diam di rumah daripada pergi ke taman atau tempat ramai lainnya. Namun, hari ini ia merasakan kerinduan untuk merasakan keceriaan bermain bersama teman-temannya.

Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar, membuyarkan lamunannya. Ketukan itu diikuti oleh suara melengking dari luar, "Aa!"

Baskara tergerak dari tempat duduknya, mengenali suara adiknya, Meidiana. Dengan cepat, ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Di hadapannya berdiri Meidiana dengan senyum lebar yang membuat matanya berbinar. "Aa, kamu ngapain di kamar? Ayo main sama Mei," ajaknya dengan nada penuh semangat.

Baskara tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur oleh antusiasme adiknya. "Oke, Mei. Aa ikut," jawabnya sambil mengacak-acak rambut Meidiana dengan lembut.

Meidiana menarik tangan Baskara, membawanya keluar dari kamar. Mereka menuju ruang tengah, di mana tawa dan canda keluarga masih memenuhi udara. Meidiana dengan cepat mengambil beberapa mainan dari kotak mainannya, termasuk robot kecil yang menjadi favorit Baskara sejak kecil.

"Yuk, kita main robot ini, Aa!" Meidiana menyodorkan robot kecil yang bisa bergerak dan mengeluarkan suara. Baskara menerima mainan itu dan tersenyum, kenangan masa kecil mereka segera terlintas dalam pikirannya.

Mereka duduk bersama di atas karpet ruang tengah, bermain dengan penuh semangat. Baskara membantu Meidiana mengatur robot itu agar bisa bergerak dengan baik, sementara Meidiana dengan lincah mengatur skenario permainan mereka. Mereka tertawa bersama saat robot itu bergerak dan mengeluarkan suara, menambah keceriaan pagi itu.

Orang tua mereka, yang sedang membereskan meja sarapan, memandang ke arah anak-anak mereka dengan penuh kasih. Mama mendekati Papa dan berbisik, "Lihat mereka, Maliki. Aku senang sekali melihat Baskara dan Meidiana begitu akur dan bahagia."

LAUT KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang