APAKAH SESUAI EKSPETASI?

48 8 11
                                    

DOUBLE UPDATE GA SIH?

SEBELUM CUS KE BAB 9 AKU MAU NANYA KABAR KALIAN

APA KABAR? HOWS DAY?

Semoga suka sama ceritanya, Aamiin💙

***

APAKAH SESUAI EKSPETASI?

“Ekspetasi memang kadang tak seindah realita, kalau tidak dibarengi usaha yang nyata.”

-

Setelah menjalani ujian semester selama enam hari, Baskara merasa bersyukur karena berhasil melewatinya dengan bekerja keras dan tekun belajar. Dia bahkan rela meninggalkan keseruan bermain bersama Natha dan yang lain demi bisa memenuhi harapan mamanya. Tekad dan usaha itu kini terbayar dengan perasaan lega.

Hari ini, tanggal menunjuk pada 18 Maret. Di pagi hari, Baskara berada di sekolah, memperhatikan Bu Wati yang sedang memberikan informasi penting. Suara Bu Wati terdengar jelas dan tegas di dalam kelas.

“Baik Anak-anak, pembagian rapor akan dimulai jam 08.00 WIB pada hari Sabtu, 23 Maret 2011, dan harus bersama orang tua masing-masing ngambilnya."

Seluruh murid di kelas mengiyakan perkataan gurunya tersebut, namun berbeda dengan Arvian yang tiba-tiba nyeletuk dengan nada kelakar, “Iya, Bu Wati cantik.”

“Yan!” panggil Kanya seraya menggerutu. Dia tampak tidak terima jika Arvian memuji perempuan lain, meskipun itu hanya sebuah candaan dari murid. Dia memutar bola matanya dengan malas dan langsung mengernyitkan dahinya.

Karena panggilan Kanya itu, Arvian menoleh ke arahnya. Raut wajahnya penuh tanya, menatap Kanya yang tidak memandangnya saat ini. “Kenapa, woi?” sahut Arvian dengan kebingungan.

Di sisi lain, Baskara juga merasa heran dengan sikap Kanya itu. Dia mengerutkan keningnya sambil bergumam, “Emang ada apa, ya? Kanya sama Arvian.”

Natha, yang duduk di sebelah Baskara, melihat sahabatnya sedang melamun dan memutuskan untuk mengusiknya. Natha mengangkat tangannya ke depan wajah Baskara dan mengayunkannya. “BASKARA MAHARDIKA!” panggil Natha dengan suara nyaring.

Baskara tersadar dan menghalau tangan Natha seraya tertawa kecil. “Apasih, Nat.”

“Ngelihat apa, sih? Kanya?” tanya Natha penasaran.

Baskara tersenyum, menyadari bahwa dia terhanyut dalam pikirannya sendiri. “Enggak kok, cuma kepikiran pembagian rapor nanti aja,” jawabnya dengan nada santai dan cukup terdengar datar.

Sementara itu di depan kelas, Bu Wati hanya tersenyum tipis, membiarkan percakapan singkat itu hingga kembali pada instruksinya, kemudian ia memastikan semua anak siap dengan informasi yang baru saja ia berikan. Kelas pun kembali sunyi, tetapi pikiran Baskara masih melayang, seperti dedaunan yang terbawa arus, memikirkan detik yang semakin mendekat.

Setiap kata yang terucap dari mulut mamanya terngiang di telinga, menambah beban di hatinya. Dia pulang ke rumah dengan tekad yang menggumpal di dadanya, berusaha melawan kecemasan yang perlahan merambat. Di meja belajarnya, Baskara menatap buku-buku yang terbuka di hadapannya. Huruf-huruf di halaman itu seakan menari, mengingatkan pada harapan yang diam-diam tumbuh di hati sang mama, dan ia tak ingin harapan itu layu.

Malam-malamnya kini diisi dengan kesunyian yang mendalam, ditemani desahan angin di luar jendela dan tik-tok jarum jam yang tak kenal lelah. Waktu terasa berlari, dan dalam kesibukan itu tanpa terasa, hari yang dinanti pun akhirnya tiba.

LAUT KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang