Halo Rainkuuu💙💙
Sorry akhir-akhir ini aku jarang update :(
Semoga selalu suka sama ceritanya, Aamiin
Selamat membaca
***
SATU AKSARA DI BULAN JUNI
-
Siang itu, sinar matahari yang masuk melalui jendela besar di kelas VIII-A SMP Starlight menciptakan suasana hangat dan nyaman. Tanggal 15 Juni 2015, sebuah jam kosong mata pelajaran matematika menjadi momen yang diisi dengan riang gembira oleh para siswa. Tanpa kehadiran guru, mereka bebas mengisi waktu luang dengan aktivitas yang penuh canda tawa.
Di sudut kelas, terlihat Zaidan, Rintik, Scarlett, Melva, dan Rian bersama tiga siswa lainnya tengah bermain permainan tradisional Oray-Orayan, sebuah permainan khas Jawa Barat yang mengandalkan kekompakan dan kelincahan. Mereka berbaris panjang, masing-masing saling memegang pundak teman di depannya, siap memulai permainan. Rian, seorang siswa pintar dengan rambut pendek rapi dan sorot mata penuh ketekunan, berada di posisi terdepan. Ia adalah pemimpin alami di kelompoknya, dan hari itu pun, ia memimpin permainan dengan penuh semangat.
“Rian, ayo mulai!” seru Zaidan yang berdiri paling belakang, dengan tangan kokohnya memegang pundak Rian, siap mengikuti setiap gerakan temannya itu. Zaidan, dengan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya, dikenal sebagai anak yang enerjik dan suka memimpin.
“Siap, kita mulai sekarang!” jawab Rian dengan suara mantap, memberi aba-aba untuk memulai. Tubuhnya yang tegap bergerak mengikuti irama permainan, sementara teman-teman di belakangnya tertawa riang mengikuti setiap gerakannya.
Sementara itu, di dekat jendela kelas, Baskara duduk sendiri, tenggelam dalam dunianya. Seragamnya tampak sedikit kusut, rambutnya agak berantakan, seolah mencerminkan suasana hatinya tak menentu. Di tangannya, sebuah buku catatan dan pena menjadi sahabat setia, mencatat setiap pemikiran yang melintas di benaknya. Mata teduhnya seringkali menyiratkan pemikiran yang dalam, meskipun raut wajahnya tetap tenang.
“Baskara, ikut main yuk!” panggil Rintik, suaranya riang dan penuh ajakan. Rintik, gadis ceria dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya, berjalan mendekat. Rambutnya yang ikal panjang terikat rapi dengan pita warna-warni, mencerminkan kepribadiannya yang cerah dan penuh warna.
Baskara menoleh sejenak, matanya bertemu dengan tatapan Rintik. Ada keraguan yang tampak di sana, seolah ia terjebak antara keinginannya untuk terus menulis dan tawaran untuk bergabung dalam keceriaan itu. Sinar matahari yang memantul di wajahnya yang menunduk menambahkan sentuhan lembut pada ekspresinya yang diam-diam gundah.
“Ayo, Baskara!” Rintik semakin mendekat, mencoba menarik perhatian temannya yang tampak pendiam itu. Dia tahu, di balik sikapnya yang suka menyendiri, ada bagian dari Baskara yang juga merindukan kebersamaan dengan teman-temannya.
Namun, Baskara tetap di tempatnya lalu menolak ajakan Rintik dengan senyum tipis dan gelengan kepala halus. Jari-jemarinya kembali erat menggenggam pena, tatapannya tertuju pada halaman buku catatan yang kini tertutup di depannya. Judul yang tertulis di sana, Satu Aksara di Bulan Juni, seolah menjadi cerminan beban berat yang selama ini dia pendam.
Rintik memiringkan kepalanya sedikit, menatap Baskara dengan perhatian. Dia tersenyum lembut, meski ada sedikit nada kecewa di baliknya, memahami bahwa temannya itu sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Yah, kalau kamu lagi asik menulis, nggak papa, Bas," ujar Rintik. "Tapi jangan terlalu larut, ya. Kita di sini kalau kamu butuh teman ngobrol."
Setelah memberi sedikit semangat, Rintik berbalik kembali ke teman-temannya, bergabung lagi dalam permainan dengan langkah yang sedikit lebih lambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUT KARAM
Romance𝐴 𝑡𝑜𝑢𝑐ℎ 𝑐𝑜𝑚𝑏𝑖𝑛𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛𝑠 𝑜𝑓 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑜𝑟𝑖𝑐𝑎𝑙, 𝑓𝑎𝑛𝑡𝑎𝑠𝑦, 𝑎𝑛𝑔𝑠𝑡, 𝑎𝑛𝑑 𝑠𝑎𝑡𝑖𝑟𝑒. 𝐋𝐚𝐮𝐭 𝐊𝐚𝐫𝐚𝐦 menuturkan perjalanan hidup Baskara yang mimpinya diperkosa oleh kenyataan keparat. Sejak kecil, ia mengejar impian...